Selasa, 15 April 2014

Cinta Tak BerlabeL

     ..dan tak berkelamin, tak berkasta juga tak bersuku.
Segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini, baik itu yang menimpa manusia ataupun yang lainnya tidak ada yang serba kebetulan seperti kejadian yang menimpa Warsih, ia kehilangan Januardi lalu bertemu dengan anaknya si Julia dan Juna lewat Wowor. Ada apa dibalik pertemuan itu? Warsih tidak bisa lagi bertemu dengan cinta sejatinya meski hatinya telah diisi oleh pria Belanda, itulah takdir. Teringat ia dengan salah satu kisah seorang kerabat jauh dimana hubungan mereka tidak direstui dan masing-masing menikah dengan orang lain lalu setelah hidup bersama kurang lebih dari tiga puluh tahun pasangan mereka sama-sama meninggal, dengan takdir Tuhan mereka dipertemukan lagi dan dengan izin Tuhan juga mereka akhirnya menikah, hidup bahagia bahkan sangat bahagia namun kebahagian itu hanya berumur tiga bulan karena si pria meninggal akibat penyakit, meski sang kekasih meninggal dalam pelukannya namun rasa sesak itu melebihi rasa pedih selama berpisah selama ini. Hmm... apakah harus bersyukur karena pernah diberi waktu hidup bersama atau menyesal karena harus berpisah lagi ditengah-tengah manisnya cinta?
     Warsih, sisi mana yang pernah ia rasakan? Ia hanya merasa kecewa dan kecewa.
     Juna menatap adik kesayangannya yang masih terbaring dan belum juga sadarkan diri tapi dokter menyakinkan kalau kondisinya terus membaik dan ia tidak perlu dipindahkan sebab rumah sakit yang menanganinya sudah termasuk salah satu rumah sakit terbaik di Jakarta. Juna pun menyakinkan dirinya kalau tidak lama lagi adiknya akan sembuh. Ia menghela napas panjang karena pikirannya melayang pada almarhum sang ayah yang ia banggakan...
     ‘Juna, Ayah pernah menyakiti seorang wanita dan Ayah merasa ia tidak akan pernah memaafkan Ayah. Meski demikian Ayah tidak akan pernah berhenti memohon kepada Tuhan supaya ia memaafkan Ayah. Kamu tahu Juna? Kewajiban seorang anak laki-laki itu selain kepada isterinya juga kepada ibunya. Waktu itu, Ayah belum menikah padahal Ayah sudah berjanji kepada seorang wanita yang Ayah cintai untuk menikahinya tapi semua itu harus Ayah ingkari karena permintaan seorang Ibu yaitu nenek kamu. Bukan bermaksud menyalahkan nenek kamu tapi semua sudah Ayah jalani. Beliau menyukai seorang wanita sholehah dan meminta Ayah menikahinya meski Ayah sudah menjelaskan kalau Ayah punya pilihan hati sendiri di pulau Jawa. Tidak tahu apakah ini kesalahan Ayah atau situasi sehingga Ayah menuruti keinginan nenekmu dengan satu harapan ingin membahagiakannya selagi ia masih hidup. Ayah mengirim surat pada wanita pujaan Ayah, sebulan dua bulan bahkan setahun tidak Ayah dapat balasan darinya. Di dalam surat itu Ayah menjelaskan situasi bahkan bermaksud ingin menikah secara diam-diam dengannya kalau ia setuju, mungkin ia tidak setuju sehingga ia tidak membalas surat Ayah atau ada hal lain Ayah tidak mengerti. Saat itu Ayah tidak punya waktu untuk mendatanginya lagi di sisi lain Ayah pikir ia memang tidak setuju untuk menikah dengan Ayah tanpa restu dari orang tua. Ayah hidup dengan ibumu dengan ketulusan, keiklasan dari keputusan orang tua dan ibumu memang wanita yang baik dan ia tidak pernah tahu apa yang dialami Ayah sebelum menikahinya, karena Ayah tidak ingin ia merasa tersinggung. Setelah menikah Ayah tidak pernah lagi berkunjung ke pulau Jawa dan memutuskan untuk berhenti bekerja di sana.’
     Sekali lagi Juna menghela napas sangat dalam, kata-kata ayahnya ia dengar pertama sekaligus terakhir kali sebelum ia menikahi gadis Lampung. Ayahnya juga mengatakan cerita itu hanya diceritakan pada dirinya, tidak pada adik-adiknya. Ia tidak terpikir akan menginjakkan kakinya di pulau di mana dulu ayahnya pernah kenal dengan seorang wanita, dan wanita itu adalah teman dari ibunya calon Julia. Mata Juna kembali kepada wajah Julia. ‘Julia, tidak boleh ada seorangpun yang menyakiti kamu. Kakak janji akan menjagamu.’ Gumannya dengan lirih. Saat itu AemeL masuk bersamaan dengan Julia menggerakan jarinya seolah mendengar kata-kaka kakaknya. AemeL menghampiri Juna dan meminta pria itu untuk istirahat dan ia akan menjaga Julia menggantikan Juna. Pria itu tidak membantah karena ia juga harus makan dan ke musolah. AemeL meletakkan laptopnya di meja kecil yang ada di dalam ruangan itu dilengkapi satu sofa panjang. Meski dalam kondisi sedih AemeL tidak pernah berhenti untuk menulis, entah mengapa menulis seolah sudah menjadi udara baginya dalam menjalani hidup ini. AemeL mengusap tangan Julia lalu mengambil tisu basah dan mengelap wajah Julia dengan lembut.
     ‘Julia, sudah beberapa hari ini kamu seperti ini.. apa kamu tidak bosan tidur terus? Aku tahu kamu bukan orang yang suka berdiam diri seperti ini. Bangunlah sahabat... bukan aku sudah bosan menemanimu di sini, tapi aku kangen dengan suaramu, omelanmu dan semua tentangmu. Meski dengan bangun kamu marah sama aku aku terima, aku tidak akan membantah, tidak akan sakit hati.’
      AemeL teringat bagaimana Julia memarahinya dengan alasan demi kebaikannya. AemeL sangat kecewa, bahkan malu tapi itulah Julia, ia akan berkata tidak atau sebaliknya jika itu demi kebaikkan orang yang ia sayangi. Tidak semua orang bisa menerima kenyataan pahit meski benar lalu akhirnya menyadari bahwa itu memang benar namun merasa malu untuk mengakui kesalahan itu dan memilih harus menjauh karena menghindari rasa malu, meski ia tahu kedepannya tidak akan mengulangi hal itu lagi. Setiap manusia selalu berbeda cara pandang juga pilihan hidup. Tapi AemeL memang memiliki rasa sayang yang lebih banyak dari kecewa itu sendiri kepada Julia apalagi ia tahu Julia juga tulus menyayanginya. Sejatinya tidak ada manusia yang sempurna secara sikap dan tidak ada manusia yang lepas dari khilap. Pun akan dianggap berjiwa besar jika ingin menyadari setiap kesalahan dan berusaha memperbaikinya.
**
 
Berambung..>>>


Tidak ada komentar:

Posting Komentar