..dan tak berkelamin, tak berkasta juga tak bersuku.
Segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini, baik itu
yang menimpa manusia ataupun yang lainnya tidak ada yang serba kebetulan
seperti kejadian yang menimpa Warsih, ia kehilangan Januardi lalu bertemu
dengan anaknya si Julia dan Juna lewat Wowor. Ada apa dibalik pertemuan itu?
Warsih tidak bisa lagi bertemu dengan cinta sejatinya meski hatinya telah diisi
oleh pria Belanda, itulah takdir. Teringat ia dengan salah satu kisah seorang
kerabat jauh dimana hubungan mereka tidak direstui dan masing-masing menikah
dengan orang lain lalu setelah hidup bersama kurang lebih dari tiga puluh tahun
pasangan mereka sama-sama meninggal, dengan takdir Tuhan mereka dipertemukan
lagi dan dengan izin Tuhan juga mereka akhirnya menikah, hidup bahagia bahkan
sangat bahagia namun kebahagian itu hanya berumur tiga bulan karena si pria
meninggal akibat penyakit, meski sang kekasih meninggal dalam pelukannya namun
rasa sesak itu melebihi rasa pedih selama berpisah selama ini. Hmm... apakah
harus bersyukur karena pernah diberi waktu hidup bersama atau menyesal karena
harus berpisah lagi ditengah-tengah manisnya cinta?
Warsih, sisi
mana yang pernah ia rasakan? Ia hanya merasa kecewa dan kecewa.
Juna menatap
adik kesayangannya yang masih terbaring dan belum juga sadarkan diri tapi dokter
menyakinkan kalau kondisinya terus membaik dan ia tidak perlu dipindahkan sebab
rumah sakit yang menanganinya sudah termasuk salah satu rumah sakit terbaik di
Jakarta. Juna pun menyakinkan dirinya kalau tidak lama lagi adiknya akan
sembuh. Ia menghela napas panjang karena pikirannya melayang pada almarhum sang
ayah yang ia banggakan...
‘Juna, Ayah pernah menyakiti seorang wanita
dan Ayah merasa ia tidak akan pernah memaafkan Ayah. Meski demikian Ayah tidak
akan pernah berhenti memohon kepada Tuhan supaya ia memaafkan Ayah. Kamu tahu
Juna? Kewajiban seorang anak laki-laki itu selain kepada isterinya juga kepada
ibunya. Waktu itu, Ayah belum menikah padahal Ayah sudah berjanji kepada
seorang wanita yang Ayah cintai untuk menikahinya tapi semua itu harus Ayah
ingkari karena permintaan seorang Ibu yaitu nenek kamu. Bukan bermaksud
menyalahkan nenek kamu tapi semua sudah Ayah jalani. Beliau menyukai seorang
wanita sholehah dan meminta Ayah menikahinya meski Ayah sudah menjelaskan kalau
Ayah punya pilihan hati sendiri di pulau Jawa. Tidak tahu apakah ini kesalahan
Ayah atau situasi sehingga Ayah menuruti keinginan nenekmu dengan satu harapan
ingin membahagiakannya selagi ia masih hidup. Ayah mengirim surat pada wanita
pujaan Ayah, sebulan dua bulan bahkan setahun tidak Ayah dapat balasan darinya.
Di dalam surat itu Ayah menjelaskan situasi bahkan bermaksud ingin menikah
secara diam-diam dengannya kalau ia setuju, mungkin ia tidak setuju sehingga ia
tidak membalas surat Ayah atau ada hal lain Ayah tidak mengerti. Saat itu Ayah
tidak punya waktu untuk mendatanginya lagi di sisi lain Ayah pikir ia memang
tidak setuju untuk menikah dengan Ayah tanpa restu dari orang tua. Ayah hidup
dengan ibumu dengan ketulusan, keiklasan dari keputusan orang tua dan ibumu
memang wanita yang baik dan ia tidak pernah tahu apa yang dialami Ayah sebelum
menikahinya, karena Ayah tidak ingin ia merasa tersinggung. Setelah menikah
Ayah tidak pernah lagi berkunjung ke pulau Jawa dan memutuskan untuk berhenti
bekerja di sana.’
Sekali lagi
Juna menghela napas sangat dalam, kata-kata ayahnya ia dengar pertama sekaligus
terakhir kali sebelum ia menikahi gadis Lampung. Ayahnya juga mengatakan cerita
itu hanya diceritakan pada dirinya, tidak pada adik-adiknya. Ia tidak terpikir akan
menginjakkan kakinya di pulau di mana dulu ayahnya pernah kenal dengan seorang
wanita, dan wanita itu adalah teman dari ibunya calon Julia. Mata Juna kembali
kepada wajah Julia. ‘Julia, tidak boleh ada seorangpun yang menyakiti kamu.
Kakak janji akan menjagamu.’ Gumannya dengan lirih. Saat itu AemeL masuk
bersamaan dengan Julia menggerakan jarinya seolah mendengar kata-kaka kakaknya.
AemeL menghampiri Juna dan meminta pria itu untuk istirahat dan ia akan menjaga
Julia menggantikan Juna. Pria itu tidak membantah karena ia juga harus makan
dan ke musolah. AemeL meletakkan laptopnya di meja kecil yang ada di dalam
ruangan itu dilengkapi satu sofa panjang. Meski dalam kondisi sedih AemeL tidak
pernah berhenti untuk menulis, entah mengapa menulis seolah sudah menjadi udara
baginya dalam menjalani hidup ini. AemeL mengusap tangan Julia lalu mengambil
tisu basah dan mengelap wajah Julia dengan lembut.
‘Julia, sudah
beberapa hari ini kamu seperti ini.. apa kamu tidak bosan tidur terus? Aku tahu
kamu bukan orang yang suka berdiam diri seperti ini. Bangunlah sahabat... bukan
aku sudah bosan menemanimu di sini, tapi aku kangen dengan suaramu, omelanmu
dan semua tentangmu. Meski dengan bangun kamu marah sama aku aku terima, aku
tidak akan membantah, tidak akan sakit hati.’
AemeL teringat bagaimana Julia memarahinya
dengan alasan demi kebaikannya. AemeL sangat kecewa, bahkan malu tapi itulah
Julia, ia akan berkata tidak atau sebaliknya jika itu demi kebaikkan orang yang
ia sayangi. Tidak semua orang bisa menerima kenyataan pahit meski benar lalu
akhirnya menyadari bahwa itu memang benar namun merasa malu untuk mengakui
kesalahan itu dan memilih harus menjauh karena menghindari rasa malu, meski ia
tahu kedepannya tidak akan mengulangi hal itu lagi. Setiap manusia selalu
berbeda cara pandang juga pilihan hidup. Tapi AemeL memang memiliki rasa sayang
yang lebih banyak dari kecewa itu sendiri kepada Julia apalagi ia tahu Julia
juga tulus menyayanginya. Sejatinya tidak ada manusia yang sempurna secara
sikap dan tidak ada manusia yang lepas dari khilap. Pun akan dianggap berjiwa
besar jika ingin menyadari setiap kesalahan dan berusaha memperbaikinya.
**
Berambung..>>>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar