LEXA
Saat duduk di bangku kelas 2 SMA itulah aku
bertemu dengan seorang perempuan yang bernama Lexa, kami ada di satu kelas
karena mendapatkan jurusan yang sama IPA. Dialah yang paling menonjol di kelas
itu karena sosoknya yang jangkung, tinggi besar, suka tersenyum meski terkadang
terkesan sombong, acuh dan bisa juga blak-blakan. Kulit putih, rambut semi bob
dan selalu rapih.
Kalau ke sekolah aku jarang sekali membawa
tas dan Lexa selalu menyuruh aku memasukkan bukuku ke dalam tasnya yang kasual
berwarna putih. Meski seringkali berkumpul dengan keempat teman-temannya namun
tanpa kita sadari kita sering ngobrol berdua, di depan kelas kalau sedang jam
istirahat dan juga ke perpustakaan, ke kantin bahkan membicarakan guru-guru
kita ada yang suka iseng. Lexa juga selalu berusaha mengajak aku bergabung
dengan gengnya dan pernah mengajakku
sampai menginap di rumahnya. Mengajak bicara dari hati ke hati namun aku adalah
seorang gadis pendiam yang sukar sekali diajak bicara dari hati ke hati karena
aku suka merasa minder dengan Lexa juga teman-temannya lantaran mereka punya
nama geng dan di sana tidak ada namaku.
Kelas kami adalah kelas favorit dari bidang
kesenian, olahraga juga yang lainnya. Lexa dipilih menjadi ketua kelas dan itu
berkat dukungan banyak pihak di kelas baik dari anak-anak perempuan juga dari
laki-laki.
Saat lebaran gengnya Lexa main ke rumahku
dan main di teras menikmati kue lebaran dan Lexa hanya memilih dodol dengan
alasan tidak menemukan kue itu di rumah teman yang lain.. dan menginjak kelas
tiga aku dengan Lexa semakin akrab dan hanya bicara apa saja yang kita lihat.
Saat aku melamun di kelas tertangkap oleh
mata Lexa dan langsung menegur dengan cara menulis di secarik kertas. ‘lagi
mikir apa?’ itu jenis perhatian yang belum pernah aku temui sebelumnya, saat
jam istirahat Lexa minta aku cerita. Dan saat itu aku mengatakan.
“Aku kalau sedih langsung kelihatan ya?
Terpancar di wajah..” tapi Lexa mengatakan kalau dia malah sebaliknya.
“Aku kebalikan dari itu, itu sebenarnya
munafik... sedih di dalam namun di luar seolah tidak terjadi apa-apa.
KAU, AKU.....DAN AIR SUNGAI.
Air sungai
mengalir dengan tenang seolah ada kepasrahan dengan kodratnya, namun dengan
ketenangannya ada satu keinginan yang ingin ia capai, entah ke mana. Ia tidak
tahu selain mengalir tanpa mau peduli dengan lingkungan yang coba mencemarkan
limbah-limbah liar.
Keyakinannya
membuat ia sampai ke tujuan yang ia sendiri tidak tahu untuk apa, perjalanan
sepi dilaluinya terkadang dihadang oleh bebatuan yang tidak kenal persahabatan
tetapi ia tetap setia.
Seperti
pasir yang bisu menciptakan keindahan di tepi pantai yang suram. Seandainya air
bersih itu tercemar oleh limbah liar namun penciptanya tahu bahwa dia tetap
bersih.
Selepas SMA aku tahu kamu mau kuliah tetapi
kita sama... biaya membatasi kita apalagi ayahmu sudah tiada. Kamu pergi ke
luar kota aku juga dengan kota yang berbeda.
Aku mengirim surat sama kamu setelah
beberapa bulan kita berpisah dan langsung mendapakan kabar darimu. Kamu bilang
aku menghilang bak ditelan bumi, itu memang benar sobat, karena sehari setelah
menerima ijazah aku langsung pergi... ternyata itu surat pertama dan terakhir
untuk kita. Kita kehilangan kontak namun aku yakin kalau kamu masih ada di kota
tersebut. Aku kehilangan alamatmu namu semua kenangan tentangmu tidak pernah
bisa aku lupa bahkan aku sering memimpikan kenangan indah itu.
*
Setelah 13 Tahun akhirnya keinginan itupun
terwujud... saat pulang kampung aku akhirnya datang ke rumahmu karena aku
mendapat kabar kamu juga pulang kampung. Aku tidak tahu bagaimana perasaanku
saat itu. hari lebaran pertama kita bertemu setelah berpisah begitu lama
sekarang kamu berubah menjadi begitu ‘matang’ lebih cantik, lebih ramah dan
semakin putih.
Kita berbincang lebih dari empat jam, satu
hal yang membuat aku agak kaget... kamu ternyata selain menyukai kopi ternyata
juga suka menikmati benda itu. kita bercanda santai, menikmati kopi bahkan
sampai makan siang. Aku memang sudah menikah bahkan sudah memiliki seorang
putra saat itu usianya sembilan tahun aku mengajaknya ikut serta ke rumahmu, namun
kamu ternyata masih single. Lalu
kamupun mengisahkan tentang mantan kekasihmu.
Seorang pria anggota polisi, sudah menjalin
kasih dengan pria itu sekitar delapan tahun namun harus berpisah dengan alasan
yang tidak masuk akal. Yaitu lantaran si Lexa orang Sumatra dan pria itu orang
Jawa namun tinggal di Sumatra karena kedua orang tuanya tugas di sana. Dan
alasan mendasarnya karena ibunya pria itu mengatakan kalau perempuan Sumatra itu
punya sifat yang kasar dan tidak cocok menikah dengan laki-laki berasal dari
pulau Jawa. Lexa memutuskan mengambil sikap untuk meninggalkan pria itu
lantaran merasa didiskriminasi, sepertinya pria itu tidak ingin menerima
keputusan putus sehingga ia mengambil senjatanya untuk sama-sama mati berdua
dengan Lexa kalau Lexa tidak mau kembali lagi kepadanya.
“Bunuhlah, tembakkan senjatamu... tapi aku
tidak akan pernah lagi kembali padamu.” Ujar Lexa saat pria itu mengarahkan
senjatanya ke arah Lexa. Tidak tahu mengapa tidak sedikitpun Lexa takut dengan
apa yang akan terjadi.
“Tidak Lex.... jangan paksa aku, delapan
tahun sudah kita lalui masa kamu ingin mengakhirinya hanya dengan alasan
seperti itu?” pria itu memohon namun Lexa tidak bergeming karena ia benar-benar
merasa sangat tersinggung karena ibu pria itu sengaja mendatanginya dan
mengatakan kalau anaknya tidak akan dinikahi dengan perempuan Sumatra seperti
Lexa lantaran ia tidak begitu menyukai perempuan Sumatra dengan alasan karakter
perempuan Sumatra itu tidak cocok dengan pria Jawa.
Namun kenyataan apa yang diterima Lexa? Pria
itu ternyata mendapatkan perempuan sumatra juga, sepertinya takdir jodohnya
memang orang Sumatra. Pernah mereka bertemu lagi tanpa sengaja setelah pria itu
punya anak dan mengatakan kepada Lexa untuk menceraikan istrinya asalkan Lexa
ingin kembali kepadanya. Mana mungkin Lexa ingin menerimanya, kalau ia mau
mengapa tidak dari dulu saja sebelum ia menikah.
Lexa mengisahkan perjalanan cintanya
kepadaku dengan perasaan yang susah dilukiskan dan aku mendengarkan cerita Lexa
dengan perasaan yang luar biasa, tidak tahu apakah harus bangga kepada Lexa
atau kasihan? Tapi yang pasti aku semakin sayang dengan gadis itu, semakin
mengenalinya dan semakin ingin selalu ada di sampingnnya.
Keesokan harinya Lexa mengajak teman SMA mereka main ke rumahku,
diantara mereka ada yang sudah jadi guru di sekolah tempat kami sekolah dulu.
Ada juga yang masih single seperti
Lexa. Nyaris setengah hari mereka di rumahku sehingga mereka merasa puas. Aku
mengatakan kalau dulu mengirimkan surat untuk mengundang Lexa agar hadir di
pernikahanku.
“Surat itu tidak sampai, karena aku sedang
pergi dari rumah... dari keluarga tanpa siapapun yang tahu.. aku tinggal di
tempat kos yang jauh dari semua orang yang kenal denganku lebih dari satu bulan..
karena saat itu aku benar-benar kehilangan arah. Aku tidak kerja dan tidak
melakukan apa-apa, sebelumnya aku punya lima cabang usaha dan setelah itu hanya
tinggal satu hingga sekarang.”
“Padahal saat itu aku sangat yakin kalau
surat itu akan sampai ke tanganmu karena ibumu sendiri yang membawanya karena
beliau saat itu akan mengunjungi tempat di mana kamu dan ke lima saudaramu
tinggal.” Aku merasa ada kebahagian tersendiri seandainya saat itu Lexa bisa
hadir di acara resepsi pernikahanku.
Aku harus kembali ke Jakarta.. dan beberapa
bulan setelah itu Lexa kembali meneleponku karena dia bersama keluarga besar
kakaknya akan berkunjung ke Jakarta tapi mereka menginap di rumah teman
kakaknya yang kebetulan tinggal satu komplek juga bertetangga di kota itu namun
punya orang tua di Jakarta.
“Helen mau dibawakan apa...?”
“Kedatangan kamu saja sudah membuat aku
sangat bahagia.” Aku balas pesan singkat itu dengan sungguh-sungguh. Sebelum
kedatangan kamu dan keluarga ke Jakarta aku sudah membayangkan akan membawamu
jalan-jalan mengelilingi kota. Siapa yang tidak senang sahabatnya akan
berkunjung karena selama ini kami selalu berkomunikasi lewat telepon siang
malam. Lexa bahkan meneleponku dan kami berbincang di telepon sampai empat jam.
Saat datang ke Jakarta Lexa membawakan oleh-oleh
sangat banyak untukku, itu diluar dugaanku dan tenyata gadis itu lebih baik
dari yang kukira. Mereka menginap di rumah teman mereka dan aku ke sana, ikut
menginap dan semalaman itu kami ngobrol terus seolah tidak ada habisnya bahan
cerita yang kami bicarakan hingga di tempat tidurpun masih terus berbincang
dengan suara pelan takut yang lain kebrisikan. Meski demikian tetap saja
temannya nyeletuk.
“Ini orang berdua kok kayak tidak pernah bertemu
dua puluh tahun saja....” uajrnya setengah menggoda namun aku dan Lexa tidak peduli
karena memang kami berdua masih banyak sekali memiliki kisah-kisah yang ingin
diutarakan karena waktu bercerita di telepon tidak sesantai saat bertemu
langusng. Sikap kamiberdua tentu tidak lepas dari pengamatan seorang perempuan
yang selama ini mengajak Lexa tinggal di rumahnya, dia adalah kakak
perempuannya Lexa. Perempuan itulah yang mengajak ketiga anaknya untuk liburan
di Jakarta ditemani oleh Lexa yang ternyata sudah seringkali ke Jakarta
sebelumnya. Untuk sekedar jalan-jalan atau membeli sesuatu yang ada hubungannya
dengan pekerjaannya.
Aku yang tadinya ingin menemani mereka
jalan-jalan khususnya Lexa terpaksa batal karena putraku sakit tapi aku sempat
mengajak mereka semua menginap di rumahku. Saat sedang ada waktu senggang kakak
Lexa bertanya kepadaku mengenai Lexa.
“Helen... aku melihat kamu dekat sekali
dengan Lexa... dia itu sudah sepuluh tahun di rumahku tapi aku tidak tahu
apakah ia punya pacar yang serius atau tidak? Apakah dia pernah bercerita
dengan kamu mengapa ia belum ingin menikah? Karena kami semua
mengkhawatirkannya?” tanya perempuan itu dengan hati-hati seolah takut Lexa
mendengar ucapannya. Aku yang mendengar pertanyaan itu menjadi kaget dan juga
bingung. Lexa pernah mengatakan ia tidak akan pernah mengajak pria ke rumah
kalau ia tidak yakin menyukai pria itu dan memang ia tidak gampang membawa pria
ke rumah untuk mengenalkan mereka kepada keluarganya. Aku bingung apa yang
harus kujawab dan bohong kalau aku mengatakan tidak tahu apa-apa mengenai
kehidupan percintaan Lexa karena nyaris semuanya sudah mereka bahas. Tapi
apakah pertanyaan perempuan itu sekedar memancing saja? Pikirku akhirnya tidak
bisa mengatakan apa-apa.
Saat mereka pulang, Aku memeluk Lexa dengan
sangat erat tidak tahu kapan kami akan bertemu lagi namun setidaknya ia sudah
kenal dengan anak dan suamiku.
*
Obrolan
di pesan singkat...
‘Helen..... lagi apa? Sudah makan apa belum?
Kapan santainya? Aku juga mau cuap-cuap nih, memangnya kamu saja yang bisa?
Kelarin dulu urusan kamu, kasih tahu aku kalau sudah siap berdebat wahai sang
penyair atau psikolog....’
‘Aku seorang konsultan he he he, marah Non?
Aku suka bertemu dengan orang yang punya prinsip karena orang berprinsip itu
melambangkan pribadi yang kuat, setuju,?’
‘Oke sang konsultan atau apapun gerangan
dikau, sudah ada waktu? Tapi tunggu ya, aku sholat isya dulu biar nanti enak
debatnya biar sampai jempol kamu besar seperti jempol guru fisika kita dulu he
he he..’
‘Hei, mana komentarmu? Sampai kering aku
menunggunya...,’
‘Ah, sabar dong... kenapa jadi orang kok
tidak ada sabarnya aku kan mesti wirit dulu hehe, konsultan apaan itu tidak ada
sabarnya? Klien-nya bisa kabur nanti kalau tidak ada kesabarannya. Kayaknya
terlalu banyak makan sambal jadi galak seperti itu, eh fotonya belum aku kirim
ya.. yakin deh aku adalah orang yang pegang janji. Jempolnya sudah pasang
handyplas belum? Hehe ingat dengan Mister angker idolanya salah satu teman kita
juga, eh iya... teman kita itu sekarang sudah punya anak tiga lho, tambah ramah
lagi dan semuanya berubah...’
‘Semua kamu bilang berubah? Mudah-mudahan
perubahan yang baik amin... siapa itu Mister angker? He he kamu kok
bisa-bisanya memperhatikan jempol guru fisika kita besar? Aku butuh komentarmu
tentang pesanku yang semalam, oke.... aku tidak perlu pasang handyplast karena
aku sudah terbiasa menulis sampai tiga jam sehari...jangan khawatirlah....,’
‘Oke deh kakak....., kamu tahu tidak? Sampai
detik ini aku belum menemukan orang yang mampu membuat aku salut dan yang
mencintai aku dengan tulus..begitupun sebaliknya tidak tahu kenapa, apa karena
aku orang yang terlampau selektif? Tidak juga, hanya saja aku cuma salut dengan
orang yang sederhana, beriman, dan tangguh... ternyata sulit sekali menemukan
orang seperti itu. aku cuma ingin tanya... itu bisa aku dapatkan tidak? Aku
juga orang yang berkeyakinan tinggi padahal aku hidup berdasarkan fakta yang
ada.. kadang aku pikir apa khayal juga terselip di sana? Jangan-jangan aku
sudah tidak bisa membedakan kedua-duanya.’
‘Hei.... apa bedanya khayal dan keyakinan?
Dua-duanya punya maksud baik.’kan? Masalah bertemu tidaknya itu rahasia Tuhan,
padahal kadang tanpa kita sadari yang simple
dan langka itu ada di depan mata dan kita yang rindang bak beringin, damai
tempat berlindung. Realita yang kita lihat bisa saja lebih sulit dari naik ke Bulan,
aku rasa kamu belum bisa melupakan si Polisi itu, kalau sudah insya Allah ada
orang yang dalam khayal kamu. Melupakan memang sulit tapi ingatlah kata-kata
kasar yang pernah ia ucapkan, buang semua barang dan kenangan tentang dia...,’
‘Kalau dia sih sudah sangat bisa aku lupakan
tapi dampaknya yang sulit aku hilangkan. Aku adalah orang pendendam tapi aku
sudah anggap yang dulu adalah mimpi buruk. Kamu tahu tidak orang yang setelah
itu aku kasih mimpi dan harapan yang entah apa saja itu sampai aku sendiri lupa
apa yang telah aku ucapkan namun aku sadar tidak boleh seperti itu. untuk itu
aku tidak mau dekat lagi dengan orang yang tidak aku harap. Sudah Helen.....
kita kan mesti belajar dengan keadaan sekitar dan saat ini aku berusaha
mencintai yang ada saja, siapa tahu itu yang selama ini aku cari. Bagaimana?’
‘Kamu berbohong sobat, mana ada orang lupa
tapi masih mendendam... jangan pesimis dong. Ingat juga jangan pernah
beranggapan perempuan menikah itu adalah perempuan yang sempurna.. kebahagiaan
tidak bisa diukur dari situ. Banyak orang hidup dalam kenangan indah tapi aku
tidak bermaksud membuat kamu putus asa karena yang menentukan kebahagian kita
adalah kita sendiri. Orang lain sih hanya bisa bicara saja tapi jujur aku
merasa kamu belum bisa melupakan dia, yang namanya mimpi buruk bukan begitu...
aku ingat dulu di Desa betapa semangatnya kamu cerita tentang dia, dia bukan
yang terbaik!!....,’
‘Mungkin kamu benar Helen, oke.... Taroklah
begitu aku belum bisa melupakannya, andai aku ingin memilikinya walau
bagaimanapun caranya halal maupun haram tetapi aku bukan tipe orang seperti itu.
aku juga sadar kok tidak mesti yang kita inginkan itu harus dapat kita miliki,
disanalah peran takdir. Tetapi orang lain kan mampu melihat kita, namun kamu
punya hak dengan penilaianmu. Aku juga sadar hidup terus berjalan dan untuk apa
sih melihat ke belakang terus. Menurut kamu gimana, apa aku orang sebodoh itu?
apa aku orang yang menyesali apa yang pernah aku putuskan?’
‘Sepertinya kamu sudah terbangun dari tidur,
Sobat. Aku tidak bermaksud menilai kamu apalagi berharap kamu memilikinya lagi.
Aku hanya ingin kamu lupakan dia, oke. Mulai malam ini dan detik ini jangan
pernah kita bicarakan lagi karena itu tidak adil buat kamu. Lexa..... aku
memang belum begitu kenal dengan sifat kamu tetapi yang pasti aku ingin berkata...
inilah aku. Kamu membuat aku takut teman tapi aku suka dengan kejujuranmu.
Jangan pernah menyalahkan takdir dan jangan pula mengalir seperti air karena
manusia bukan air... istilah itu hanya untuk orang yang menyerah. Aku tidak apa
kamu omeli....,’
‘Aku maklum kok, orang kan berhak
berpendapat tapi kalau tidak dibahas tidak tahu, ya tidak? Helen... kita
manusia biasa dan banyak hal yang kita sesali tapi kalau kita tahu tidak
bermanfaat yah kita harus mengambil inisiatif. Mungkin kamu, aku tidak jauh
beda.. aku tidak pernah bahas masalahku sedalam ini dengan siapapun sebab
menurutku hidup tidak selesai-selesai untuk dibahas. Hidup itu yang penting
realisasinya, bagaimana menurut kamu? Ngomong-ngomong capek tidak? Kalau aku
sih oke-oke saja tuh, jangan tidak ngaku lho!’
‘Aku sudah bisa terseyum sekarang, kamu
membuat aku bangga. Ngomong-ngomong tadi pulang kerja jam berapa? Kalau lelah
istirahatlah, hanya satu permintaanku... jangan pernah berubah sedikitpun
tentang aku ya... aku tidak ingin menjadi seorang kakak ataupun adik untuk kamu
tapi hanya teman karena teman itu bisa melebihi saudara sendiri. Siapapun kamu
dan apapun keputusan kamu pasti itu yang terbaik buat kamu tidak perlu
memikirkan demi orang dulu kini saatnya untuk memikirkan kebahagiaan dirimu tak
setiap waktu kita bisa membahagiakan orang lain...selamat mimpi indah....,’
‘Jangan tegang gitu dong Helen.... aku baru
sadar telah menakuti kamu. Aku kalau hari minggu tidak buka kok, istirahat
kerja. Istirahatlah.... tapi masih banyak hal dipikiranku yang berkecamuk
tentang kamu... semoga nanti aku paham. Aku ini orangnya punya ego diatas
rata-rata, kasar, keras tapi masih punya hati. Hidup Helen... yang membuat
semuanya seperti itu, semoga tujuan kita sama dalam berteman. Aku suka
kejujuran dan aku tidak paham kiasan, aku mau intinya. Maaf kalau aku agak
kasar dan aku bukan orang yang berhati sempit. Terima kasih atas
ketulusannya.... selamat bobok semoga esok lebih baik.’
Esok harinya....
‘Setelah debat dengan kamu.... cuma satu
yang aku takuti kamu akan menjauhi aku, sungguh. Lexa.... detik ini kamu
mungkin bertanya siapa Helen yang sok tahu... padahal kita bertemu baru dua
kali saat di bangku sekolah dan kemarin itu pas pulang kampung.... tapi sok
mengetahui segalanya. Sudah berani masuk zona pribadiku...! aku memang belum tahu apa-apa Lex tentang dirimu
untuk itu aku ingin minta maaf padamu, maafkan aku ya..., aku tidak tahu apakah
kamu menyesali sifat kasar kamu?...,’
‘Helen.... kamu salah lagi sobat, aku tidak
marah sama sekali seperti katamu... intropeksi diri, sungguh aku tidak marah
sobat. Aku senang ada teman yang bisa diajak bicara tidak dengan basa-basi.
Bagaimana kalau kita janji....’kita boleh mengkritik apa saja tetapi tidak
boleh marah dan tersinggung’ bukankah bertemu dengan sahabat yang baik akan
berkata jujur walaupun pahit? Tidak
apa-apa Helen.... aku kan sudah bilang kalau aku suka sama kamu.. cuma dengan kamu kok masalah ini aku buka,
santai saja... aku kan tidak galak-galak amat, kejam iya Helen....he he. Waktu
setelah kita bertemu di kampung dan setelah aku kembali lagi ke tempat kerja
aku membicarakan dirimu dengan salah satu temanku di sini lantaran heran karena
baru saja bertemu kembali denganmu kamu kok seolah tahu semua isi hatiku
padahal kita sudah tiga belas tahun tidak bertemu dan baru ketemu lagi kemarin
itu di kampung. Temanku mengatakan ‘yah mungkin ia sudah mempelajarimu selama
ini, atau selama di bangku sekolah’ katanya.’
‘He he he... Atau kamu ingin memberitahukan
pada semua orang kalau kamu itu keras? Tapi menurutku disaat kamu bicara kasar
disanalah aku temukan kejujuranmu. Seharusnya kamu bangga pada dirimu sendiri.
Kamu punya pribadi tipe yang komplit, penyayang, pelindung, keras, dan punya
sisi hati yang bombastis lembutnya. Lexa... aku bukan siapa-siapa hanya orang
asing yang coba ikut campur urusan pribadi kamu, sekali lagi maafin aku yaa...
aku sadar sudah terlalu lancang, apa perlu aku tarik lagi kata-kataku? Apapun
pendapatmu tentang aku tolong jangan membenci aku yaaa...,’
‘Hei... Helen...ada apa denganmu Sobat? Aku
selalu punya harapan baik padamu itupun harapan yang sama aku tanam kesemua
sahabat terdekatku, masalah orang mau balas gimana yah aku sih terserah saja.
Kita tidak bisa memaksa orang mesti menjadi yang kita harap, itu kalau kita
tidak mau kecewa lho Teman. Orang yang dekat dengan kita punya poin sendiri.
Kalau poinnya A tempatnya diseluruh hati, kalau B disudutnya, kalau C
disisinya. Dekat dengan seseorang tidak mesti harus tahu seluruhnya tentang
dia. Yang penting dia punya niat baik tentang kita, bagi aku itu sudah cukup. Dari
pertama ketemu apa aku ada maksud sok tahu? Pada kritikanku salah tempat? Aku
kadang suka tidak sadar, aku suka mengukur orang seperti aku, ngomong apa
adanya yang penting niatnya baik. Aku sadar sekarang Helen.... ternyata kamu punya perasaan yang terlampau
halus. Ah betapa bodohnya aku, mungkin banyak kata-kataku yang menyakitimu
selama ini, jangan dipendam ya. Sedikitpun aku tidak punya maksud jelek.... aku
tidak bisa lho, bicara yang manis tapi nanti jadi runyam buatmu. Aku beri jamu
ya, biar pahit bermanfaat buat kamu.’
Kita seringkali mengirim pesan semacam
kritik yang terbuka, aku mengatakan kalau kamu itu orangnya baik, keras,
konsisten, pekerja keras, dan bisa menyakiti diri sendiri demi sebuah komitmen
atau prinsip. Tapi kamu memberi kesan padaku dan mengatakan aku ini orang yang
seperti.
‘Helen... kamu itu orangnya....susah ditebak...
kadang gini kadang gitu, kalau tidak suka tapi masih berpura-pura suka,
adakalanya sensitif, kurang tegas, banyak memendam, suka menghindar, terbuka
pada orang-orang tertentu, punya empati tinggi, tidak bisa mengungkapkan hal
yang tidak enak meski untuk membela diri, suka membiarkan orang lain menilai
dirimu dari kacamata masing-masing itu karena kamu tidak banyak omong, suka
berburuk sangka.”
Bisa aku tambahkan ‘Susah ditebak kadang
begini kadang begitu itu namanya.. Abstrak atau perempuan miterius tetapi pure. Kalau tidak suka masih
berpura-pura suka... karena masih berharap orang yang aku benci masih bisa
berubah dan tidak seperti yang terlihat. Adakalanya sensitif.... keadaan sering
membuat aku seperti itu dan ada rasa ketidakberdayaan. Kurang tegas... karena
sikap yang diambil selalu mengedepankan kepentingan orang lain dan butuh
pertimbangan. Banyak memendam.... karena itu menurutku lebih baik sebab tidak
semua permasalahan harus dibuka dipermukaan. Punya empati tinggi... karena
sering mengedepankan naluri. Tidak bisa berkata jujur tentang hal yang buruk
meski untuk membela diri...karena banyak hal yang harus dipertimbangkan. Suka
membiarkan orang lain menilai dari kacamata masing-masing... karena aku yakin
suatu saat orang bisa memahami aku dan akan berpendapat sama denganku. Tidak
banyak omong... karena menurut aku hanya orang tulus yang bisa diajak ngomong.
Terbuka pada orang-orang tertentu... setelah merasa ada yang bisa pegang
komitmen. Suka menghindar.... karena tidak semua masalah bisa diselesaikan
dengan kekerasan dan tidak semua orang bisa menerima kebenaran. Berburuk
sangka.... itu adalah hal yang bodoh dan merugikan diri sendiri tapi berburuk
sangka itu berbeda dengan waspada.. aku pikir aku adalah orang yang waspada...,’
Setelah memberi pandangan itu kamu bertanya
lagi. ‘Apakah kamu menangis Helen....?’
Karena aku pernah mengatakan saat kamu
bicara kebenaran tentang aku, aku menangis. Tapi saat itu aku tertawa, kenapa?
Karena aku pikir apa iya aku orang seperti itu? aku akui itu benar...!
Disatu kesempatan aku memberitahukan hal yang mengerikan kepadamu.
Yaitu mengenai penyakitku. Lalu kamu coba menenangkan aku dan mengatakan tidak
boleh down, sabar dan harus percaya
diri. Kamu berusaha menelepon aku beberapa kali mungkin ingin mendengar
langsung dari mulutku namun aku tidak bisa mengangkat telepon seakan tidak
mampu berbicara. Lewat pesan singkat kamu selalu menyarankan agar aku segera
bertindak, aku memang belum cerita kepada siapapun tentang penyakit itu meski
mencoba tapi rasa takut itu mendera terus apalagi untuk melakukan tindakan
lebih jauh lagi. Lexa mengatakan kalau ia membenciku karena belum apa-apa sudah
ketakutan sendiri, jangan parno. Kata
Lexa.
Lexa..... apa kamu tahu bagaimana
perasaanku? Aku seringkali melihat dengan mata kepala sendiri tentang penyakit
itu dan amat sangat mengerikan. Lagi-lagi Lexa mengancam aku untuk segera ke
dokter untuk memastikan kalau penyakit itu tidak ada. Lexa sampai mengancam
kalau aku tidak ke dokter maka dia akan membenci aku. Lexa panik itu karena ia
sayang dia sayang sekali sama aku, aku tahu itu. aku juga panik dan mengatakan
kepada Lexa. ‘jangan memarahin aku,
bisa-bisa..... aku tidak tahu apa yang bakal terjadi.’ Lexa
memberitahukan semua hal dan ciri-ciri penyakit itu juga mengatakan kalau aku
tidak perlu takut menghadapinya. Aku juga mengatakan sudah tahu semua itu
karena aku sudah lama mempelajarinya. Tapi tetap saja ketakutan itu menahanku
dan rasa nyeri di dadaku semakin menjadi. Akhirnya Lexa mengatakan satu hal
yang mungkin sudah membuatnya putus asa apalagi saat aku mengatakan jangan
pernah memberitahukan tentang penyakitku kepada orang lain.
‘Kenapa orang lain tidak boleh tahu? Kamu
tidak percaya sama aku?’
‘Bukan aku tidak percaya sama kamu, tapi aku
tidak percaya sama orang lain,.’
‘Ya sudah..... anggap saja kita tidak pernah
membahas semua ini, lupakan.’ Itu bentuk kemarahannya Lexa dan dia benar-benar
tidak pernah menyinggungnya lagi dan ambil sikat cuek. Sikap itu akhirnya
membuat aku menjadi sangat jatuh dan terpuruk, setiap denyut sakit itu datang
aku selalu ingat dengan Lexa.
Sahabat, aku tidak ingin kamu panik.... aku
tidak ingin kamu terlibat juga tidak ingin kamu susah. Maafkan aku, ya.
‘Maafkan aku.... amat sadar amat sangat
mengecewakanmu. Apa kau tidak tahu bagaimana perasaanku? Aku tidak mau kamu
terlalu kecewa setelah mengetahui mengetahui siapa aku sebenarnya. Seorang
pecundang, paranoid dan orang yang plin-plan, tidak berguna bagi dirinya
sendiri apalagi orang lain. Mengenali dirimu merupakan hal yang sangat istimewa
yang pernah kurasa, apa kamu tahu? Pada dasarnya aku sudah tidak punya
keinginan untuk hidup. Lupakan semua yang aku katakan selama ini, karena apapun
yang aku katakan tak lebih dari sekedar untuk menghibur diri sendiri. Berjanjilah.... bahwa kamu tidak akan marah ya
Lex.... untuk sementara waktu aku tidak akan menghubungimu dan aku berjanji
akan kembali menghubungimu disuatu saat nanti PERCAYALAH.... Maafkan aku....
SELAMAT TINGGAL SOBAT....,’
‘Helen aku Cuma mau bilang apapun yang
terjadi denganmu kamu tetap sahabatku, apapun alasannya aku tidak akan
melepaskanmu. Oke kalau mau sendiri aku
tidak apa-apa kok asal kamu bilang. Awas jangan bilang selamat tinggal lagi
sama aku yaaa....! kamu adalah sahabatku dan aku tahu apa yang belum kamu
ucapkan, itulah namanya bersahabat sampai ke hati. Kapanpun dan apapun
keadaanmu aku akan terima dengan ketulusan hati. Helen... sesuatu yang sudah
ada dihati tidak akan aku lepas termasuk kamu.... kapan mau cerita aku
tunggu.... semoga kebahagiaan ada disetiap detik dalam hidupmu.’
Aku akhirnya check-up ke dokter dan
mendapatkan diagnosa dari dokter kalau ia mengidap suatu penyakit yang
mengerikan dan harus menjalani terapy setelah mengabarkan hal itu kepada Lexa
aku baru mengirimkan pesan ucapan selamat tinggal itu. aku tidak tahu apakah
keputusan itu benar atau salah? Namun yang pasti aku merasa harus melakukannya
dan dalam hati aku berjanji tidak akan pernah menerima telepon Lexa lagi atau
membalas pesannya karena aku sudah bilang selamat tinggal. Aku tahu kamu tidak
akan berpikir aku melakukan hal bodoh, dalam kegalauan itu ternyata aku masih
berharap reaksi dari Lexa meski dalam pikiranku mengatakan kalau kamu
menganggap aku bodoh, memaki bahkan akan berkata kasar semacam.... Helen... apa
yang kamu pikir? Alangkah bodohnya kamu!. Karena aku merasa itulah kata-kata
yang pas untukku saat itu. tetapi aku malah menerima pesan dengan isi...
‘Helen..... bagaimana kabarmu hari ini? Aku
tidak bisa tidur semalam... aku juga tidak tahu harus bilang apa. Singkat dan
sempat membuat sesak dadaku terasa amat sakit. Aku berjuang sekuat tenaga agar
airmata tidak keluar tetapi aku gagal. Rasanya dada ini benar-benar terasa
sakit.., setelah kamu menceritakan sebuah mimpi tentang diriku yang mengenakan
celana krem padahal aku tidak suka warna krem, aku sebenarnya juga telah
bermimpi kalau gigiku lepas. Keesokannnya aku memotong rambutku nyaris cepak
karena ingin membuang kesialan. Aku belum pernah memotong rambut sependek itu
membuat teman-temanku menegurku dan aku cuek saja. Aku sempat melakukan sholat
tahajud untukmu shobat.’
Timbul keinginan untuk membalas pesan itu
dan mengatakan kalau semua itu tentang aku, perasaan berkecamuk hebat di dadaku..
balas tidak, balas tidak...., aku ingat kalau pesan selamat tinggal itu adalah
pesan terakhir dan aku tidak mau terjebak. Maafkan aku sobat, semua ini tentang
ketidakberdayaanku, tidak seharusnya aku bersikap seperti ini karena tidak adil
untukmu tetapi percayalah...aku sudah memikirkannya. Aku tahu kamu sayang sama
aku tak kuragukan lagi, aku tahu apa yang terjadi pada diriku dan mungkin kamu
juga tidak akan pernah mau berpikir lagi tentang aku, itu pantas aku terima....
karena pada dasarnya aku tidak ingin kamu kecewa...hanya itu. bukan tentang
penyakit itu saja membuat aku enggan untuk bertahan karena jika manusia lain
punya sepuluh alasan untuk hidup aku hanya punya satu saja, anakku... selain
itu tidak.
Kamu
tahu Lex...? sudah bertahun-tahun aku
coba memiliki alasan lain tetapi tidak pernah berhasil...aku lelah dan tidak
sanggup lagi. Bukan maksudku untuk menjauhimu tapi semua ini hanya tentang aku.
Andai kamu kecewa dengan sikapku...maafkan aku, makilah aku, hakimi aku... aku
pantas mendapatkannya... mungkin dengan begitu kamu bisa menganggap aku
benar-benar sudah mati, dan mati. Aku memang pecundang sejati.
Aku rasa satu hal yang menyamakan sifat kita,
kamu bilang aku tidak bisa ungkapkan hal buruk meski untuk membela diri... aku
bilang itu berarti aku bukan orang egois dan kamu bilang menyelamatkan diri itu
wajib tetap jangan membiarkan orang lain menyakitimu. Padahal kamu tidak sadar
berapa kali orang lain menyakitimu hanya karena kamu tidak mau mengatakan hal
buruk, kamu lebih memilih diam dan menyimpannya dalam hati dan membiarkan
orang-orang menganggapmu egois dan mementingkan diri sendiri. Contoh.... mereka
bilang aku begini begitu... padahal mereka tidak tahu sebenarnya, masa harus
aku beberin kebenarannya? Disinlah letak kesamaan kita Lex.
Lexa, apa kabarmu? Aku tidak tahu mengapa
tidak bisa berhenti memikirkanmu? Kamu pernah mengatakan punya buku harian dari
sejak SMP.. sampai sekarang, dua buku sudah penuh dan kini buku harianmu adalah
aku, buku harian hidup... itu katamu. Tapi apakah ada nama seorang teman yang
bodoh ini di dalam buku harian itu? kamu juga berjanji suatu saat nanti akan
memperlihatkan buku harian itu kepadaku. Aku merindukanmu Lex.... entah sampai
kapan... kamu begitu baik dan pernah sangat merindukan aku..., kamu juga
menceritakan kepada salah satu temanmu di sana kalau aku ini adalah teman
barumu meski dulu pernah satu sekolah dan kamu bingung mengapa aku bisa
memahami semua hal tentangmu padahal sudah belasan tahun tidak bertemu.. lalu
dengan santainya temanmu mengatakan mungkin aku sudah mempelajarimu sejak dari
dulu. Aku rasa bukan itu alasannya, alasannya adalah kita bisa bercerita dari
hati ke hati.
Aku harap suatu saat kamu mengerti dengan
kepurusanku itu karena begitu banyak alasan yang tidak bisa aku ungkapkan
sekarang..walau keputusan itu membuat aku sendiri tersiksa tapi
percayalah...kadang siksaan itu membawa berkah dan indah. Sobat.... tidak ada perpisahan...perpisahaan
adalah pertemuan hati.
Tiga hari aku tidak pernah membalas pesan
singkat dari Lexa dan akhirnya Lexa hanya menulis pesan yang membuatku
benar-benar menangis.
‘Helen..... aku cuma mau bilang.... aku
sekarang lagi mikirin kamu, tiga malam aku tidak bisa tidur, kalau aku
meneleponmu pasti tidak akan kamu angkat. semoga baik-baik saja ya dan berharap
kamu membalas es em es-ku...’
Aku menelepon Lexa sampai dua kali tetapi
tidak diangkat. Setelah itu ia menerima pesan. ‘Ada apa Helen.... maaf tadi aku
ada teman ponselnya di kamar... apa mau aku tetelpon? Ngobrol yuk...mau tidak?’
Besoknya Aku baru mampu membalas pesan itu.
‘Apakah semakin dewasa orang semakin banyak merahasiakan permasalahannya
sekalipun pada orang yang boleh dibilang dekat? Sahabat...... aku tidak tahu
sebenarnya aku ini teman seperti apa? (ada teman yang hanya butuh didengar?
Butuh perhatian lebih? Ada juga hanya sekedar pengisi waktu luang, ada yang
cuma ada dipikiran, ada yang cocok hanya berteman dari jauh, ada juga teman
sekedar tempat bercerita tentang kebanggaannya, ada sekedar tempat berkisah
tentang suka-dukanya, dan ada juga hanya sekeda untuk tempat bertukar pikiran
saja.) termasuk yang mana aku....?,’
‘Untuk kesekian kalinya juga...maafkan aku,
aku memang keterlaluan dan tidak pernah bermaksud meluluhlantakkan perasaanmu
sobat, tetap ketahuilah aku juga belum pernah mengadukan hal yang sedemikian
parah ke orang lain... semalam aku baru bisa tidur dengan tenang, sekali lagi
maafkan aku, ya aku tidak bermaksud membuat kamu bingung. Aku tidak tahu mesti
ngomong apa mungkin aku lagi ingin sendirian. Memang harus aku akui kalau aku
juga sedang mikirin kamu. Kamu pernah bilang kalau aku tidak boleh putus asa,
aku tidak putus asa tapi kalau orang punya sepuluh alasan untuk bertahan hidup
maka aku hanya punya satu alasan saja. Bertahun-tahun aku pupuk alasan lainya
namun tidak pernah berhasil, maafkan aku ya.. sebenarnya aku lagi benar-benar
ingin sendirian tapi rasanya tidak adil untuk kamu kalau aku bilang selamat
tinggal tapi kamu tidak tahu alasannya. Sebenarnya tidak ada alasan apa-apa dan
kamu jangan ada perasaan tidak enak. Semua ini hanya tentang aku, semuanya.
Maaf dengan sikapku yang begini...semuanya jadi kacau. Tidak ada maksud bikin
kamu bingung dan satu lagi jangan kasihan sama aku, sungguh. Apapun yang kamu
bilang selama ini itu sudah menjadi harta tersendiri buatku. Seperti yang
pernah kamu bilang...’poin kamu dihatiku’ tidak perlu aku bilang lagi....,’
‘Andai kamu kecewa dengan sikapku, marah
saja... aku memang pantas menerimanya. Lexa... apakah setiap kebenaran harus
diungkap demi nama baik meski menyakiti banyak orang? Tetapi aku merasa tidak
semua masalah harus diungkap ke permukaan, kadang harus dipendam karena kadang
nama baik harus dibayar dengan waktu dan tindakan positif karena tidak semua
orang bisa menerima kenyataan pahit atas kebenaran itu. setiap orang punya pandangan
sendiri... seperti yang kamu bilang..kita tidak akan bisa menjadi seperti yang
orang inginkan, benar’kan? Jangan bilang aku tidak mikirin kamu...,’
‘Walaupun aku mengatakan sedang ingin
sendiri tapi aku tidak bohong kalau sebenarnya aku kangen dengan kamu, sobat.
Aku ambil keputusan itu padahal aku sendiri tidak tahu apa tujuannya, mungkin
sedang bingung saja..,’
‘Maafkan aku ya, mudah-mudahan kamu mengerti
apapun yang terjadi sama aku nanti aku tidak mau kamu berubah pandangan
terhadapku. Karena apapun yang aku lakukan aku punya alasan sendiri walau
keputusanku tidak selalu benar di mata orang setidaknya aku yakin dengan apa
yang aku lakukan, dukung aku ya. Walaupun kamu tidak tahu mesti bilang apa.
Ingat sama aku itu sudah cukup, sudah lebih dari cukup, sungguh...,’
‘Helen.... sedang apa? Esemes kamu seperti
cerpen saja.... dua hari aku mempelajarinya baru paham.’
‘Helen... aku sekali lagi mau bilang, bahwa
aku sangat menyayangimu...bersahabat denganmu mengharubirukan perasaanku. Airmataku
sering menetes kalau ingat kamu padahal bagiku itu adalah hal yang tidak lazim,
aku tidak pernah membiarkan orang menumpahkan airmataku tapi kamu mampu membuat
aku mengabaikan itu, kamu mampu melululantakkan hatiku yang selalu aku jaga
jangan sampai tersentuh. Aku lama tidak menggunakan hati dalam hal apapun.
Mendapatkanmu kembali merupakan seseuatu yang berharga bagiku. Selamat
song-song masa depan ya, di dalam doa aku berusaha menyebut namamu.’
‘Helen... jangan ngomong seperti itu lagi
ya, aku jadi serba salah jadinya. Jangan membuat aku takut ya, mau ngomong apa?
Ngomong aja deh...biar aku dengar...jangan ngomong yang aneh-aneh gitu dong..
kok jadi lemah begitu, setahu aku.... kamu itu bukan orang seperti itu... ayo
sabar...jangan menyerah ya. Katanya mau ajak aku menginap satu bulan di rumahmu
jangan suka ngomong gitu lagi ya.. kamu tahu tidak? Dari tadi malam aku mikirin
kamu dan aku jadi bingung mau ngomong apa. Aku.... aduh.... kok jadinya begini
ya. Ayo dong Helen..jangan menyerah dong. Kenapa jadi frustasi begitu sobat...’
*
‘Helen....
kapan rencana mau ke dokter? Kamu harus siap ya tidak boleh takut..kata kamu
kekuatan doa itu bisa mengubah segalanya...’
‘Ya, terkadang aku berpikir dengan banyak
kasus malpratik selama ini. Semoga di rumah sakit besar di kota Jakarta ini
tidak seperti itu. ee.... ngomong-ngomong kamu pernah bilang kalau saat ini
sedang dekat dengan tiga orang pria. Aku jadi ingat kalau dulu juga susah
sekali untuk setia pada satu cowok karena ada saja yang mau jadi pacar meski
mereka tahu kita punya pacar tapi aku tidak pernah bohong sama mereka, kalau
mereka tahu apakah aku punya cowok maka aku jawab sejujurnya, iya. Tapi anehnya
mereka tidak pernah mau mundur tetapi aku punya prinsip ‘tidak ada cowok yang
boleh cium aku.’ Kuno tidak sih pacaran seperti itu...,?’
‘Betul Helen, ada tiga... aku bilang sama
yang satu itu kalau pacarku ada di Jakarta. Katanya tidak apa-apa, diakan tidak
tahu. Sejujurnya aku juga punya prinsip yang sama kayak kamu.. karena setua ini
belum ada pria yang berhasil cium aku termasuk si Polisi itu padahal dia adalah
orang yang amat aku cintai saat itu, yang boleh cium aku adalah suamiku nanti.
Kamu tahu tidak Helen? Aku seneng sekali melihat gimana gregetnya pria setiap
tidak dapat mencumbui aku.. he he mereka seperti cacing kepanasan padahal aku
dulu yang memancing, kalau sudah seperti itu aku puas sekali. Apa ada yang
tidak beres ya Helen dengan diriku?’
‘Hehe... itu bukan kamu saja, di tempatku
ada dua orang yang kukenal juga punya prinsip seperti kita. Itu normal banget
kok sobat, itu akan menjadi kebanggaan sendiri untuk kita, percaya deh. Zaman
boleh berubah tapi prinsip ya tetap prinsip.. aku juga dulu seperti itu... ada
yang sampai nangis bahkan meninju tembok tapi setelah aku jelasin ada yang
terima ada juga tidak. Biasanya pria yang tulus tidak menuntut dan biasanya
melihat kita saja dia sudah senang. Dulu ada yang langsung sholat isya setelah
aku menjelaskan prinsip itu hehe...,’
‘Betul Helen.... kamu tahu sendirikan kalau
aku itu sangat berpegang pada prinsip, disitulah kita menguji ketulusan cinta
itu, tetapi kebanyakan mereka malu sendiri, banyak yang bilang munafik. Ada
yang meninju tembok? Lucu ya. Sebenarnya laki-laki itu gampang ditaklukin ya,
sebab mereka dikuasai nafsu.’
‘Ya ada benarnya juga, selain bernafsu besar
mereka juga mahluk yang penasaran tapi lemah dan suka pamer seolah-olah dia
paling bisa menaklukan perempuan, dia juga mengejar-ngejar dan setelah diterima
maka dia akan bilang ke semua orang kalau kita yang tergila-gila sama dia.
Tidak sopan,’kan?’,
‘Eh, Helen.... aku senang melihat laki-laki
lemah di depanku, pas aku dicampakan aku sadar kalau itu adalah akibat dari
perbuatanku selama ini terus pelan-pelan aku berubah kalem tetapi sekarang
penyakit itu kambuh lagi namun aku tidak mau,
sudah tidak ada masanya lagi... sudah terlalu tua untuk itu tapi tanpa
aku sadari aku sudah melakukannya. Aku tidak mau lagi memuja lamunan yang jahat
tapi setiap aku dekat dengan pria keinginan jahat itu muncul lagi, apa aku
benar-benar sudah tidak punya cinta lagi ya?’
‘Cinta? Saat kita kehilangan kita merasa
yakin bahwa kita tidak akan pernah bisa jatuh cinta lagi tetap ada juga yang
bisa. Aku juga pernah merasakan itu kok,’
‘Mudah-mudahan aku bisa seperti kamu, bisa
jatuh cinta lagi. Aku selalu berdoa untuk kamu, pupuk terus keberanian ya.’
*
‘Lex.... aku cuma mau kasih tahu kalau saat
ini aku sedang ada di depan pintu dokter ahli bedah, saat melihat kata ‘BEDAH’,
tahu bagaimana deg-degannya perasaanku sekarang?,’
‘Yakinlah, deg-degan itu hanya sesaat kok,
tidak perlu aku nyanyiin lagu ‘Maju Tak Gentar,’kan? Hehe. Semangat ya.’
‘Terima kasih ya Sobat, kamu bikin aku
tertawa..,’
‘Kamu gugup ya Helen....? sampai dua kali
kirim pesan, tenang saja dong.... kamu berani kok. Cuma sesaat saja rasa gugup
itu. aku bisa melihat kamu tertawa kok, tapi agak basi gitu...yang tulus dong!
Nah, gitu,’kan cantik.’
Dengan berbagai cara Lexa coba menghiburku
untuk menamankan keberanian pada perempuan itu. malamnya,
‘Helen.. bagaimana keadaanmu hari ini?’
‘Aku baru saja mau menulis pesan eh keburu
masuk duluan pesan darimu. Mau aku ceritain?’,
‘Ceritalah, aku dengar.... sudah tidak sabar
ini, dari tadi mau esemes kamu tadi ada orang di tempat kerja.’
‘Oke, tapi kamu jangan bosan ya...soalnya
hari ini aku sudah bete, stress... parno tahu nggak sih? Kemungkinan
positif, kemungkinan juga operasi... besok baru ada hasilnya.. tadi siang baru
dicek dalam tiga kali proses... besok proses terakhir. Jangan tinggalkan aku
ditengah jalan ya, karena ini kamulah yang bikin aku berani melangkah...,’
‘Helen.... kamu minta apa saja... akan aku
lakukan, jangan saja diluar kemampuanku. Bagaimana perasaanmu sekarang?’
‘Aku tidak minta apa-apa, kata-katamu
seperti yang tadi siang saja sudah membuatku ada diatas awan..,’
Tiga hari berikutnya.... ‘Lex... aku hanya
mau bilang... hasil tes yang aku jalani
dalam tiga hari ini ternyata baru gejala ke arah kista di payudara..dan itupun
tidak ada kelihatan benjolan sama sekali dari hasil rongten-nya. Karena
merasakan adanya rasa sakit yang terkadang nyeri apalagi lagi pas selesai main
voli, dokterpun menganjurkan untuk tidak main voli dulu. Untuk sementara aku di
terapy sinar karena aku ngotot mengatakan ada penyakit di sana. Dalam tiga
bulan aku diminta kontrol lagi dan memang benar, tidak ada penyakit itu. yang
aku rasakan sakit itu hanya nyeri otot yang mungkin keseringan bermain voli...,’
‘Syukurlahkalau begitu, makanya jangan suka parno dulu. Allah itu sayang banget sama
kamu.. aku baru bisa merasa plong
mendengarnya. Berpelukannnnn yuuuk.’
*
‘Aku malas berpikir lagi, kasihan otakku
tidak pernah mendapatkan energi positif. Saat ini aku coba menjadi orang yang
apatis... dengan begitu siapa tahu aku bisa bahagia... aku capek jadi orang
peduli.’
‘Tekadang aku merasa bosan, terkadang juga
berpikir untuk masa bodoh dengan urusan orang dan keadaan orang lain tapi
mengapa aku tidak pernah bisa tidak peduli meski kadang lelah sendiri dan jenuh
sekali. Kelihatannya saja aku tidak ada masalah padahal kadang masalahku tidak
bisa aku bendung. Hatiku menjerit sendiri, apa aku harus mengeluh dengan setiap
orang agar mereka tahu kalau aku sendiri dalam kondisi jelek..,?’
‘Helen... itu manusiawi kok, itu namanya
pasang surut perasaan jangan terlalu larutlah. Hal seperti itu memang perlu
disyukuri..berarti kita punya niat untuk lebih baik walau kenyataannya keadaan
tidak tidak seperti yang kita inginkan malah terasa mundur kita rasakan, itu
kan menurut kita yang memang lagi kecewa dengan semua yang ada pada kita...
tidak ada ceritanya hidup itu mundur.’
*
‘Innalillahi wainna ilaihi rojiun.... semoga
amal ibadah ibunda tercinta diterima oleh Allah Subhanawataala.. dan keluarga
yang ditinggalkan mudah-mudahan ikhlas dan tabah..amin, khususnya kamu
sahabatku, Lexa... menangislah... peluk erat dan aku turut berduka cita..,’
‘Lexa.... aku mungkin hanya bisa memahami
bahwa kehilangan Ibu ibarat jantung terlepas dari raga, seperti milyaran pasir
di pantai kita hanya sebutirnya bahkan ikut merasa tenggelam....hilang. ya
Allah.. aku mohon padaMu semoga sahabatku bisa menghadapi cobaan ini...amin...
peluk erat dariku,’
Tiga hari kemudian Aku baru mendapat balasan
dari pesannya.
‘Tidak tahulah Helen..... aku sudah tidak
tahu apa-apa yang lepas yang jelas aku bisa merasa bahwa aku sudah tidak
memiliki siapa-siapa lagi. Mungkin ini puncak dari semua rasa duka, aku
terhempas demikian hebatnya, aku tidak tahu meski berpejang pada di mana? Dan
aku tidak berusaha mencari pegangan. Bila takdir bisa dipersalahkan itu akan
aku lakukan, begitu sempurna duka yang aku terima dan aku tidak mampu untuk
menerimanya. Andai bisa aku ingin lari dari semuanya, aku berharapa ini hanya
mimpi buruk tapi ternyata tidak, aku benar-benar tidak siap.’
‘Aku tahu dan sangat tahu.. aku hanya bisa
berdoa, semoga kamu tidak merasa sendirian. Kenyataan ini memang menghantam dan
tiba-tiba...kita memang terlahir sendiri tetapi selagi kita hidup kita masih
punya orang-orang yang menyayangi kita jauh dari jauh dari yang kita
bayangkan..,’
‘Pertama yang aku lakukan adalah menelepon
orang yang ada disekitar kamu untuk menanyakan bagaimana kondisimu, juga kepada
beberapa teman sekolah kita dulu yang dekat dengan rumahmu, jawaban dari mereka
melegakan aku karena mereka bilang kamu baik-baik saja namun tetap saja aku
sangat mengkhawatirkanmu...karena aku kalau ibumu adalah segala-galanya buat
kamu. Aku juga tidak juga bisa bayangkan andai itu terjadi sama aku... tapi
tahukah kamu Lexa....? Almarhum ibumu itu sebenarnya amat sangat menyayangi
kamu, mungkin lebih dari anak-anaknya yang lain...entah mengapa aku merasa
sangat yakin. Aku jadi sering berpikir betapa mulianya kamu dan sayangnya Allah
sama kamu, setiap ujian yang Allah turunkan kamu bisa melewatinya meski untuk
kali ini kamu benar-benar belum siap tetapi aku yakin kamu mampu dan insya
Allah tidak akan ada lagi ujian yang lebih berat dari ini. Marilah kita
berpegang tangan dengan erat agar aku merasakan rasa sesak di jiwamu. Agar kamu
bisa menarik napas dalam-dalam untuk memberi ruang di paru-parumu...,’
‘Aku tidak mau tahu kapasitas kasih sayang
ibuku padaku yang aku tahu aku mencintainya dan sayang ibuku dengan amat sangat.
Aku tidak pernah beri ibuku keluhan ataupun
cerita yang bisa membuat beliau berpikir. Aku berusaha jadi orang paling
bahagia di dunia bila berada di depannya...padahal beliau tahu tetapi aku tetap
meyakinkannya. Aku pernah bilang kalau beliau cerewet aku tidak mau pulang,
dari itu ibuku tidak pernah bawel kalau aku pulang, beliau sangat menjaga
ucapannya dan aku selalu setia pulang, setiap aku berangkat lagi ibuku selalu
menangis dan aku selalu mengatakan... Ibu harus berumur panjang. Beliau tidak
pernah memaksaku untuk cepat menikah karena beliau sangat yakin kepadaku dan
akupun meyakinkannya.’
‘Lexa.... senang aku mendengar ada banyak
teman yang datang ke rumahmu, terus terang beberapa hari ini aku ingin
meneleponmu tapi aku merasa tidak sanggup, terlalu sakit rasanya mendengar
tangismu...,’
Waktu mendengar kabar ibunya Lexa meninggal
Helen coba menghubungi namun tidak pernah sempat diangkat karena memang dalam
tiga hari itu Lexa tidak pernah menyentuh ponselnya.
‘Dua puluh tahun lalu.... aku ditinggal sama
ayahku... sedih dan cuma takut bagaimana hidupku ke depannya, saat ini aku
kehilangan ibuku, aku merasa kesedihan yang amat sangat dan takut dengan
semuanya.
‘Yang aku tahu... aku bisa merasakan
bagaimana perasaan kamu dan aku tidak tahu bagaimana aku harus bersikap karena
rasanya terlalu sok tahu jika aku mengatakan bisa merasakan semuanya semua aku
belum pernah mengalaminya namun yang pasti... aku merasa sangat terpukul jika
kamu sedih dan merasa hilang pegangan...,’
*
‘Helen.... aku sudah pulang dari kampung...,
tidak tahulah.... aku bingung, hampa dan kosong. Serasa aku berjalan di lorong
yang panjang walau sekelilingku ramai tapi seolah aku tidak mendengar apa-apa..sepi
dan senyap, walau banyak yang menyentuh aku tak sedikitpun merasakannya. Aku
ingin berjalan dan berjalan sampai lelah...aku juga tidak kenal diriku sendiri.’
‘Kapan memangnya balik ke kota tempat kamu
bekerja? Aku tahu Lex... makanya tidak mau banyak omong, tapi aku tahu pasti
kalau kamu sangat mengenali dirimu melebihi siapapun cuma kamu hanya sedang
ingin menyendiri untuk menghadapi hal asing...yang mungkin selama ini pernah
terpikirkan sebelumnya. Banyak hal yang harus kita jalani seperti sebuah
penyakit yang tidak boleh tidak harus kita obati meski sakit dan perih karena
ini kenyataan...,’
‘Baru tiga hari yang lalu aku datang dari
kampung, aku tidak sanggup di kampung dan aku kira di sini sedikit menetralkan pikiran
ternyata lebih parah dari yang aku bayangkan. Aku kira aku orang yang kuat,
apapun pernah aku alami dan rasakan aku mampu mengatasinya tetapi untuk yang
satu ini aku betul-betul tidak mampu berbuat apa-apa, semua kekuatan yang aku
miliki tak berarti saat ini yang ada hanya kepasrahan dengan sisa keimanan yang
nyaris sirna. Aku bukan orang yang tangguh dan dalam sekejap bisa berantakan
dan dengan susah payah aku cari kekuatan tetapi sampai saat ini aku tetap
terkulai tak berdaya. Helen... apa yang mesti aku perbuat? Untuk menolong diri
saja tidak mampu.’
‘Tadinya aku pikir kamu masih di kampung setidaknya sampai empat puluh
hari tetapi tidak apa. Terus terang Lex... tidak tahu apa yang harus aku
katakan karena aku terlalu awam untuk hal ini, yang pasti tidak boleh putus asa
dan bersyukur kita masih diberi kesehatan walaupun sehat fisik dan otak hanya
untuk menikmati kegalauan hati dan kekecawaan yang dalam, hanya itu yang mampu
membantu kita, kedengarannya klise dan menyakitkan serta menebalkan namun itu
nyata....,’
‘Saat ini aku bertekuk tak berdaya dengan
yang namanya kenyataan dan saat ini kurasakan duka dan kehilangan yang
sesungguhnya saat ini pula aku merasakan putusnya kasih sayang yang
sesungguhnya juga tulus tanpa pamrih... ternyata aku tidak mampu untuk menerima
semuanya.’
‘Kasih seorang Ibu memang tanpa pamrih
sehingga ketika kita jatuh tersungkur kehidupan tetap bertahta dan mulia dan
ketika kita menangis kehidupan tetap tesenyum kepada hari yang ramah dan
manis... kita tidak dungu tidak juga bijaksana karena kita adalah kuncup bunga
kehidupan dan kehidupan itu lebih tinggi dari segala kebijaksaan dan kedunguan...,’
‘Helen.... tolong aku kasih support kepada adikku yang di kampung,
aku tidak mampu menguatkanya, kamu tahu sendirikan bagaimana kondisiku,
bagaimana aku bisa menolongnya. Aku percaya padamu.... tolong ya... terima
kasih ya sobat, aku mengandalkanmu.. kondisi adikku lebih terpukul makanya aku
angkat tangan sementara aku sendiri antahberantah begini, tolong sering kamu
kirim esemes ke dia. Mulai pukul sembilan malam mulai merasa kesepian karena
selama ini ibuku tinggal bersamanya di rumah itu, sekarang ia tidak punya teman
untuk berbagi sedangkan aku hancur-hancuran begini.. terima kasih ya Helen....
kamu sudah banyak bantu aku.’
‘Lex....
dalam pertemanan tidak ada kata terima kasih, belum ada hal yang berarti
yang aku lakukan. Yang harus kamu tahu... adalah aku sayang sama kamu lebih
dari yang kamu tahu...,’
‘Dari sholat maghrib sampai kelar isya tidak
tahu mengapa aku tidak bisa membendungkan airmataku...saat lumayan tenang tadi mau
esemes kamu tapi urung, aku kira kamu masih sibuk tujuhbelasan. Akhirnya aku
putuskan untuk membuka buku rohani judulnya ‘Cambuk Hati’ yang sering aku baca
bila saat gundah, lumayan untuk mengisi jiwa yang kosong melompong entah ke mana isinya, mungkin sudah
tercecer dalam dua bulan ini. Bagaimana keadaanmu... sobat? Semoga tidak
semendung yang aku alami, aku sendiri aneh dengan diriku, sekarang jadi lemah,
cengeng, dan kesepian. Aku kira aku tidak pernah berada di posisi seperti ini
tapi kenyataan membuat aku sadar kalau aku tidak setegar yang aku kira. Ada
yang lebih aneh... aku sekarang suka menghindar dari keramain... aku pusing
dengan kebisingan.... terkadang aku merasa menjadi orang yang tidak beruntung,
setiap orang yang aku cintai..saudara, teman, maupun cowok sering menoreh luka
di hatiku. Terkadang aku berpikir apa yang salah denganku? Dosa apa yang pernah
aku lakukan? Sementara aku bukan orang yang jahat-jahat amat aku tidak pernah
melakukan dosa besar. Mengapa yang aku terima adalah hal-hal pahit terus? Bukan
aku tidak ridho atau bersyukur.... kalau aku bilang tidak pernah bahagia nanti
jatuhnya aku tidak bersyukur. Aku tidak mau jadi lilin yang hancur demi
menerangi sekelilingnya, aku mau jadi lentera yang menerangi aku dan sekitarnya
juga tanpa harus lebur aku tidak pernah mengeluh pada siapapun, tentang
apun..makanya aku dikira tidak pernah sedih, kecewa, atau sakit hati. Padahal
setiap aku dapati hal-hal tidak menyenangkan aku berusaha menelannya
bulat-bulat..jangan sampai tercecer dan diketahui orang, airmatapun aku tahan
jangan sampai menetes. Itulah sebabnya seumur-umur aku Cuma beberapa kali
menangis, aku kenyang dengan masalah. Saat ini aku tidak tahu lagi apa itu rasa,
apa aku sedih, sakit hati, tersinggung, kecewa, senang atau bahagia sekalipun...aku
tidak tahu. Semua datar-datar saja..tidak ada reaksi. Kadang aku juga tidak
tahu apa aku sedang benci sama seseorang, sulit membedakannya. Kamu suka bilang
aku berhati lapang, menurutku hatiku malahan bolong, jadi tidak ada yang nyantol lewat semua. Ah.... mungkin aku
berlebihan, aku bukan putus asa, cuma aku merasa hidup terlalu menempa jadi
kelewat kebal barangkali. Kadang aku
malas memikirkannya, itu juga yang kadang orang bilang aku tenang...
bagaimana tidak tenang lho wong aku
tidak nyangkutin hati dan otak. Aku buang semua bersama angin yang lewat, aku
tolol bahkan pinter juga aku tidak paham. Yang aku tahu adalah hidup kewajiban
dan kita harus mensyukurinya suka atau tidak suka dan kalau kita tidak banyak
berharap kita tidak akan kecewa, itu saja yang mesti dipegang. Aku ikutin kata
hati makanya kadang orang bilang aku susah diatur. Padahal memang aku pikir toh orang tidak pernah memikirkan aku,
asal jangan lewat norma agama saja.’
‘Tadi juga pas habis maghrib aku buka-buka
catatan kecil tentang dirimu, terus aku berpikir dan jadi sangat kangen dengan
dirimu. Apakah kamu masih seperti Lexa yang dulu seperti dicatatanku itu?
ternyata kamu sudah memberi jawaabannya. Aku tidak memiliki kekuatan untuk
menghibur hati yang sedang kosong dan pengetahuanku tidak memiliki obor untuk
menerangi hatimu yang sedang suram, tapi satu hal sahabat.... aku tidak akan
pernah meninggalkanmu... aku tidak akan ke mana-mana. Dan satu hal yang ingin
aku bilang ke kamu, aku sudah menemukan dirimu kembali... terus terang apa aku
harus angkat topi atau sedih? Jenuh, bosan, kecewa bahkan sering muncul di
benak kita namun bila kamu tidak tahu harus melakukan apa-apa diam saja dan
harus ingat bahwa masih ada aku yang sangat menyayangi kamu dan aku bisa
tersenyum bangga bisa mengenali kamu.
Kamu tahu siapa aku begitupun sebaliknya, kamu kenyang dengan asam garam
kehidupan aku mungkin bukan orang yang pantas untuk bicara banyak takut salah,
karena aku tahu kamu sudah memahami
banyak hal jenis kehidupan.. namun yang pasti Tuhan memberikan cobaan dluar
dugaan kita, itulah misteri hidup. Jika kita memecahkan misteri itu maka itulah
kemenangan yang hakiki. Jika kamu menganggap hatimu bolong tapi aku akan bilang
hatimu sudah penuh, ibarat gelas yang terus-terusan diisi air hingga luber,
tetapi aku yakin... kalau yang bolong bisa ketutup kembali dan gelas bisa lebih
besar lagi ..,’
‘Tidak seorangpun yang mampu menerangi hati
orang lain kecuali orang yang memiliki hati itu sendiri, mungkin ini juga
pelajaran buat hati dan hidupku. Selama ini aku tidak pernah peduli dengan
hatiku. Aku paksa dia kuat dalam segala keadaan
dan aku berhasil membuat dia kokoh dan keras. Namun hati tetaplah hati
dia tidak terbuat dari beton, dia punya rasa bila kesedihan menimpanya. Dia
tersentuh berarti hatiku masih hidup dan tidak membatu. Aku tidak mau tidak mau
hati yang mati, saat ini aku biarkan hatiku bebas merasakan apa saja yang dia
inginkan. Aku mulai menyayangi hatiku yang cengeng dan penuh haru ini.’
‘Seperti yang pernah aku bilang sebelumnya
kamu sedang mengajarkan hatimu dari rasa asing dari kekokohan yang terbentuk
selama ini dalam keadaan apapun dirimu, aku tetap bangga,’
‘Ini mungkin yang namanya menikmati
kesedihan dan di dalamnya terdapat pelajaran baru yang selama ini tidak kita
ketahui. Semua masalahku sudah aku serahkan kepada Allah dan aku siap menjalani
semua kemungkinan yang dihadapkan kepadaku, andai tidak nikmat akan aku nikmati
agar menjadi senikmat mungkin. Yang paling aku syukuri di dalam hidupku adalah
aku memiliki teman-teman yang selalu support aku terutama kamu Helen.... terima
kasih banyak atas semua kebaikan yang telah kamu beri, itu amat sangat membantuku
dalam kondisi lalu dan saat ini, i love
you...my friend.’
‘Sama-sama sahabat, hidup terus tik-tok....
dunia ini milik kita selagi kita punya hati dan membukanya insya Allah yang
tercecer akan kembali utuh. Good night
have nice dream....,’
*
Kebersamaan,
Tak berapa lama kemudian, Lexa seringkali
datang ke rumahku untuk sekedar jalan-jalan atau habis berkunjung dari tempat
saudara yang ada di luar kota. Menginap lalu mengunjungi pusat perbelanjaan,
setelah itu menikmati makanan kesukaan masing-masing sampai menikmati es krim
layaknya anak kecil yang sangat menikmati kebersamaan dengan orang yang paling
ia sayangi. Lexa memang masih single
tapi karena aku tahu tentang dia maka tidak pernah sekalipun aku mendesaknya
untuk menikah meski banyak teman yang aku kenal coba mendekatinya melalui aku..
tapi aku sangat tahu seperti apa tipe pria yang ia sukai. ‘Yang bisa membimbingnya
untuk menjadi imam yang baik dan pengetahuan Agama-nya satu tingkat diatasnya’ simple-kan?!
Pernah suatu kali Lexa bersama kakaknya yang
lain mengunjungi keluarga yang sedang menikahkan anaknya di luar pulau, setelah
itu ia memilih untuk tinggal beberapa hari menginap di tempat saudaranya yang
lain. Tempat saudaranya itu tidak bisa dibilang jauh dari tempatku karena masih
wilayah JABODETABEK. Kamipun selalu berkirim informasi dan selalu tahu sedang
apa dan ada di mana, setelah sampai ternyata Lexa membawakan banyak oleh-oleh
berupa gelang hasil kerajinan tangan daerah yang telah ia kunjungi dan untukku
ia membelikan agak special membuat
keluarganya agak cemberut. Gelang itu terbuat dari kulit kura-kura sebanyak
enam ia memakai tiga dan untukku tiga. Indah memang karena mengkilap dan memang
special.
Saat itu aku mendatanginya dan kamipun main
seharian di rumah temannya, temanku juga yang masih ada hubungan darah dengan
Lexa. santai, makan dan bercerita banyak hal. Suamiku-pun sangat mengenali Lexa
namun ia tidak tahu seberapa sayang aku sama gadis itu. keesokannya kami
berjanji untuk jalan-jalan ke sebuah pusat belanja namun aku tidak bisa datang
karena ada orang sakit yang harus aku antar ke rumah sakit. Paginya aku mengatakan kepada Lexa kalau aku
tidak bisa datang dan menemaninya belanja. Lexa sangat kecewa, ia bahkan tidak
mau menerima telepon dariku, saat aku mengirim pesan ia melempar ponselnya agar
tidak membaca pesan dariku. Aku akhirnya mengirim pesan kepada teman kami itu
namun Lexa mengancamnya untuk tidak mengangkat telepon dariku. Aku tidak tahu
kalau Lexa sekecewa itu. temannya mengatakan perkiraan kalau suamiku melarang
aku untuk pergi namun dengan penuh emosi Lexa mengatakan ‘tidak mungkin karena
suaminya sudah sangat kenal denganku.’ Temannya tidak berkomentar lagi karena
takut salah.
Temannya mengatakan mereka tidak jadi pergi
dan di rumah akhirnya Lexa merapikan rambut temannya meski agak marah-marah.
Gadis hairstylis itu ternyata sangat
kecewa, temannya mengirim pesan kepadaku mengatakan kalau besok mereka akan
tetap belanja, ia berpesan mengatakan kalau bisa aku harus datang karena Lexa
kecewa dan ia sempat tidak mau bicara apa-apa. Akupun mengatakan pada perempuan
itu bahwa besok akan datang tapi jangan kasih tahu kepada Lexa, aku ingin
mengobati rasa kecewanya. Pagi-pagi sekali aku sudah menyelesaikan pekerjaan
rumahku dan setelah itu minta diantarkan ke depan sama suamiku agar aku bisa
menunggu angkutan untuk menuju tempat Lexa menginap. Tadinya suamiku sempat
komplin dengan mengatakan. ‘penting sekali sepertinya ke sana.’ Aku tahu ia
tidak begitu suka aku pergi-pergi meski dengan orang yang ia kenal. Dia memang
seperti itu paling suka aku berdiam diri di rumah kalau bisa tidak usah ke
mana-manapun seumur hidup, ia tidak peduli kalau aku butuh referensi untuk
tulisan-tulisanku. Pukul tujuh lewat aku sudah muncul di depan gang rumah teman
Lexa, yang punya rumah sedang mengantar anaknya ke sekolah tapi ia memintaku
untuk langsung ke rumahnya sebab di sana ada ibundanya tapi aku sampai pas
perempuan itu sudah kembali dari sekolah dan sepertinya mereka akan segera
pergi untuk jalan-jalan. Melihat aku muncul pagi itu Lexa benar-benar kaget
karena ia tidak tahu kalau aku akan ikut menemaninya. Kejutan pagi itu berhasil
dan bisa aku lihat Lexa tersenyum lebar dan kamipun berpelukan. Akhirnya
seharian itu kami jalan-jalan bertiga, Aku, Lexa dan teman kami. Pulang dari
rumah temannya aku kehujangan sepanjang jalan.
*
Suatu hari mendapat telepon dari orang
terdekat Lexa, dengan rasa tidak percaya aku mendengar semua apa yang ia uraikan.
Merasa kaget, emosi namun percaya apa yang semua ia katakan..karena aku sudah
melihat dari sikap dan cerita Lexa selama ini namun tidak menyangka akan
separah itu. tadinya aku pikir perempuan itu bercerita santai dan hanya sekedar
cerita namun lama-lama aku mendengar nada sebal dan muak dari perempuan itu saat
menceritakan kondisi Lexa.
Setelah mendengar semuanya aku-pun menelepon
adik Lexa yang dikampung untuk sekedar memastikan di mana Lexa tinggal. Hanya
itu yang aku tanya, tidak lebih. Aku-pun bertanya kepada Lexa apa yang terjadi
sebenarnya? Karena aku mendengar hal yang tidak enak dan diluar dugaanku. Namun
Lexa merasa tidak pernah terjadi apa-apa dengan orang-orang terdekatnya.
Setelah aku menegaskan ia pun meminta aku menjelaskan apa yang telah ia dengar.
Aku merasa tidak mungkin untuk mengatakan kebenaran itu karena merasa tidak
etis sekaligus agak kasar sehingga aku merasa ia tidak pantas mendengarkannya.
Aku hanya minta Lexa mengingat-ingat apa yang telah terjadi namun ia tetap merasa
tidak pernah terjadi apa-apa dan kembali ngotot minta aku menjelaskan kalau
tidak maka ia mengancam akan bertanya kepada adiknya karena ia mengira aku
telah menjelaskan semuanya kepada adiknya.
Setelah kejadian itu Lexa berubah drastis
kepadaku dan saat ia kembali ke Jakarta ketika mengantar tantenya berobat bukan
ia yang memberitahukan hal itu namun temannya. Sejak itu aku merasa ada hal
yang tidak bisa ia terima dariku. Aku tetap datang menemuinya dan berusaha
tidak ada hal yang berubah meski aku merasa aneh. Keesokkannya ia kembali
mengirim pesan dengan mengatakan kalau ada waktu senggang main saja ke rumah
sakit namun demi Tuhan aku merasa itu adalah basa-basi yang teramat kaku. Dan
semakin hari perubahan itu semakin terasa dari selama ini selalu komunikasi,
kirim pesan atau telepon berjam-jam namun kini tidak pernah lagi. Setiap
mengirim pesan aku selalu memanggilnya ‘Lex’ dan setiap pesan selalu diakhiri
dengan tanda koma meski harus beakhir dengan tanda titik aku tetap menuliskan
tanda koma, itu ciri khas hanya untuk Lexa.
Aku memang selalu memberikan ciri khusus
cara menyebut teman-temanku dan mereka sudah hafal dan kalaupun aku menggunakan
nomor lain mereka tahu bahwa akulah yang mengirim pesan itu tak perlu bertanya
lagi ‘siapa ini?’ seperti ‘sob, inisial nama atau singkatan nama mereka.
*
Kata maaf
Hanya
itu yang ingin aku dengar dari mulutmu selama ini, mengapa aku harus menunggu lebih dari setahun untuk
mendengar kata ‘Maaf’ dari mulutmu Lexa…???
Begitu
beratkah kata itu untuk diucapkan meski
kamu merasa bersalah? Ah…. kamu memang keras kepala, walaupun kamu sadar
aku sangat menyanyangimu… jangan manfaatkan kasih sayangku. Dan akhirnya..... Terima
kasih sahabat, tadi sore akhirnya aku dengar juga kata maaf darimu meski bukan
itu tujuan utamaku.
Meminta
maaf takkan membuat orang itu menjadi rendah…., malahan membuatnya menjadi
lebih mulia. Itulah posisimu saat ini di hatiku.
*
Apakah semua orang
rela melakukan apa saja dengan satu alasan demi kebaikan?
Apakah
aku salah? Mengambil tindakan meninggalkanmu karena aku sangat menyayangimu.
Setelah kau mengatakan betapa sangat kecewanya dirimu atas penjelasan yang aku
paparkan, sedang kamu sendiri yang memintaku untuk berkata jujur. Menurutmu,
bersahabat itu harus saling terbuka… Tidak boleh saling tersinggung, Saling
mengerti, Saling jujur, menyangkut apa pun itu.
Semua
kejujuran itu telah kau dengar dari mulutku, yang tadinya tidak sanggup aku
utarakan….Tapi kau memaksaku sampai mengancam untuk bertanya pada orang lain…
padahal orang lain tidak tahu apa-apa. Sungguh aku tidak sanggup
menyampaikannya padamu tapi kamu memaksa. Dan kita telah berjanji sebelumnya
bahwa tidak boleh ada yang disembunyikan/rahasiakan dalam persahabatan kita. Hanya
itu yang aku ingat… Dengan tanpa berpikir panjang…. Kejujuran yang seharusnya
tidak boleh kau dengar itu terlontar juga… tadinya aku pikir itu semua demi
kebaikanmu karena aku sayang kamu. Namun setelah mendengar semua itu kamu
berubah…Yang selama ini setiap hari menyapa baik lewat telepon atau pun pesan
singkat… namun sejak itu tak lagi ada satu kata pun kudengar darimu, Hampir
setiap hari aku menyapamu ‘Say Hello’ tanya kabar atau memberi ucapan
apa saja.. tapi aku tak pernah mendapat respon darimu lagi.Itukah yang kamu
sebut ‘persahabatan kita sangat kuat dan tidak akan hancur kalau kita berdua
sama-sama tidak menginginkannya hancur?’ Selama ini, aku masih bertahan….
Karena aku pikir tidak akan hancur kalau hanya kamu yang menginginkannya
hancur. Sekali lagi aku mengatakan, Aku tidak
tahan lagi menikmati situasi yang tidak nikmat ini..
Dan….
saat itulah aku mendapat jawaban darimu, kamu menjelaskan semuanya, Mengatakan
aku telah membuatmu sangat kecewa.
Pesan singkat
“Sudahlah…
jangan terlalu dinikmati aku hanya butuh waktu atas betapa kecewanya aku sama
kamu. Aku kecewa sama orang yang menyampaikan itu sama kamu tapi aku tahu
kekurangan dan kebodohan orang itu.. semua sudah tahu dia. Jadi aku sangat
memakluminya. Tapi kamu….?! Kenapa kau lakukan itu? Itu namanya sayang…? Itukah
namanya menjaga? Itukah namanya menghargai? Bukan sama kamu saja dia ceritakan
hal itu, pada semua orang ia katakan hal yang sama… tapi semua orang tahu dia
dan aku. Jadi satupun tak ada yang nyampain ke aku. Tapi kamu Helen………?!! Aku jadi
makin tidak paham sama kamu, aku jadi asing sendiri. Padahal aku tahu omongan
itu tanpa kamu sampaikan ke aku. Tapi saat kamu mengatakannya aku bukan sedih
dengan penyampain ucapannya. Aku kecewa dengan sifatmu, kenapa kamu begitu tak
bijaksana sih…? Mengapa kamu mendiskriminasikan aku? Seharusnya kamu lindungi
sahabatmu. Kenapa aku beranggapan
seolah-olah kamu mendorong aku ke jurang tanpa bertanya apa kesalahanku.
Aku cuma butuh waktu menerima kekuranganmu itu, tak ada benci di hati.”
“Oh,
begitu? Jadi di sini kebodohanku karena penyampaian itu? Kamu yang maksa aku
mengatakan semua apa yang orang itu katakan. Aku tidak bisa bohong sama kamu,
karena di awal persahabatan kita sudah berjanji tidak boleh ada yang
disembunyikan apapun itu, karena sahabat yang baik tidak selalu mengiyakan kebaikan
saja. Jika kejujuranku membuatmu kecewa meski aku tidak pernah bermaksud
membuatmu kecewa. Aku memang tidak bisa terima kata-kata orang itu karena menurut
aku sangat tidak etis. Aku emosi. Jika kau tahu semua apa yang orang itu
katakan sama aku mengapa saat itu kamu marah besar saat aku tidak mau cerita
karena tidak sanggup menyampaikannya sama kamu…??? Sampai kamu ngancam ke aku
untuk bertanya sama orang lain yang kamu kira aku cerita ke orang yang nyatanya
tidak tau apa-apa... Aku tidak akan pernah maksa kamu terima aku lagi sebagai
sahabatmu, hanya saja aku butuh penjelasan...,”
“Ya
kalau kamu anggap itu hal benar aku minta maaf… tak dapat memakluminya saat
itu. Jadi tak ada yang salah di sini. Dia dengan sifat dasarnya aku maklumi
kamu yang jujur tak peduli dengan akibatnya…., sedang aku yang berharap tidak
mendengar ucapan yang tidak ngenakin dari orang yang aku sayangi. Aku paham
atas semuanya. Sekali lagi aku tak membenci di sini, aku sudah paham.”
“Setelah
aku berpikir lagi…. aku hanya mau bilang aku tidak akan membuatmu kecewa lagi,
tidak akan menyakitimu lagi…tidak akan pernah…, karena aku tidak sanggup
mendengar kamu KECEWA atas sifatku, semua ini hanya satu alasan…. Karena aku
SAYANG sama kamu, untuk TERAKHIR kalinya aku mau bilang ‘Maaaaafkan aku...,”
(Aku
sayang sama kamu makanya aku akan pergi dari hidupmu, agar kamu tidak akan
pernah lagi kecewa sama aku)
*
Mimpi itu,
Sebulan
pas aku sudah memutuskan untuk tidak lagi berkomunikasi sama Lexa tapi entah
mengapa pas hari itu aku bermimpi ketemu sama Lexa meski tidak sendiri. Dia
datang ke rumahku bersama dua orang teman kita yang lainnya, kita saling
melepas rindu meski sama-sama tahu atas kesalahan selama ini namun kita tetap
berdekapan erat dan saling mencium pipi satu sama lain dengan tak lepas
menciptakan senyum seolah saling mengatakan kalau kita memang sama-sama tidak
bisa dipisahkan sampai kapanpun dan dengan masalah seberat apapun juga.
Apakah
benar kata salah satu temanku yang bernama Apbriel ‘Pada dasarnya tidak ada
perpisahan untuk seorang teman, yang ada mungkin hanya kejenuhan sesaat?’Ah,
tanpa sadar air mata ini pun menetes.
*
Sepertinya kamu
telah berhasil melupakan aku,
Sejak
peristiwa pertengkaran itu biasanya kamu masih selalu mengirim sms setiap kali
ada hari besar atau sekedar mengucapkan kata-kata indah dan sebagainya. Tapi
kali ini tidak, apakah kamu sudah berhasil melupakan aku? Jika iya apakah aku
merasa senang? Atau sebaliknya? Entahlah. Yang pasti antara kita sudah tidak ada
beban apapun lagi. Perlahan semuanya akan menghilang seperti asap ditiup angin,
semua ini memang butuh proses yang tidak gampang. Namun satu hal yang ingin aku
katakan ‘terima kasih sudah pernah menjadi yang terbaik di dalam hidupku.’
*
Aku
mengirim pesan singkat karena melihat status kakakmu di akun Facebook, karena aku berpikiran sama
tentang kamu. Di status itu kakakmu seolah menyesali sikapmu yang belum juga
berubah. Aku inbox ke kakakmu dan ia
membenarkan kekecewaannya terhadap kamu.
Setelah beberapa bulan tidak mengirim pesan sama kamu malam itu akhirnya
aku menulis pesan dengan menanyakan.
‘Lex...,?’ kataku, seperti yang pernah aku katakan setiap mengirim pesan
dengan Lexa.. aku selalu mengakhirinya dengan tanda koma tidak peduli apakah
berakhir dengan tanda tanya atau apapun itu dan Lexa langsung merespon pesanku.
‘Ada
apa?’
‘Tidak ada apa-apa,’
Hanya
itu hingga sekarang……….!!!!
Sebnarnya
aku hanya ingin mengetes Lexa apakah masih ingin membalas pesanku atau tidak
meski sejujurnya aku merindukan dirinya, ternyata dibalas… ya sudah. Semoga
yang kakaknya katakan itu tidak benar adanya.
**
Bersambung :) :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar