Senin, 01 Desember 2014

Satu Rumah Tujuh Lentera



LEXA
   Saat duduk di bangku kelas 2 SMA itulah aku bertemu dengan seorang perempuan yang bernama Lexa, kami ada di satu kelas karena mendapatkan jurusan yang sama IPA. Dialah yang paling menonjol di kelas itu karena sosoknya yang jangkung, tinggi besar, suka tersenyum meski terkadang terkesan sombong, acuh dan bisa juga blak-blakan. Kulit putih, rambut semi bob dan selalu rapih.
   Kalau ke sekolah aku jarang sekali membawa tas dan Lexa selalu menyuruh aku memasukkan bukuku ke dalam tasnya yang kasual berwarna putih. Meski seringkali berkumpul dengan keempat teman-temannya namun tanpa kita sadari kita sering ngobrol berdua, di depan kelas kalau sedang jam istirahat dan juga ke perpustakaan, ke kantin bahkan membicarakan guru-guru kita ada yang suka iseng. Lexa juga selalu berusaha mengajak aku bergabung dengan gengnya  dan pernah mengajakku sampai menginap di rumahnya. Mengajak bicara dari hati ke hati namun aku adalah seorang gadis pendiam yang sukar sekali diajak bicara dari hati ke hati karena aku suka merasa minder dengan Lexa juga teman-temannya lantaran mereka punya nama geng dan di sana tidak ada namaku.
   Kelas kami adalah kelas favorit dari bidang kesenian, olahraga juga yang lainnya. Lexa dipilih menjadi ketua kelas dan itu berkat dukungan banyak pihak di kelas baik dari anak-anak perempuan juga dari laki-laki.
   Saat lebaran gengnya Lexa main ke rumahku dan main di teras menikmati kue lebaran dan Lexa hanya memilih dodol dengan alasan tidak menemukan kue itu di rumah teman yang lain.. dan menginjak kelas tiga aku dengan Lexa semakin akrab dan hanya bicara apa saja yang kita lihat.
   Saat aku melamun di kelas tertangkap oleh mata Lexa dan langsung menegur dengan cara menulis di secarik kertas. ‘lagi mikir apa?’ itu jenis perhatian yang belum pernah aku temui sebelumnya, saat jam istirahat Lexa minta aku cerita. Dan saat itu aku mengatakan.
   “Aku kalau sedih langsung kelihatan ya? Terpancar di wajah..” tapi Lexa mengatakan kalau dia malah sebaliknya.
   “Aku kebalikan dari itu, itu sebenarnya munafik... sedih di dalam namun di luar seolah tidak terjadi apa-apa.
KAU, AKU.....DAN AIR SUNGAI.
   Air sungai mengalir dengan tenang seolah ada kepasrahan dengan kodratnya, namun dengan ketenangannya ada satu keinginan yang ingin ia capai, entah ke mana. Ia tidak tahu selain mengalir tanpa mau peduli dengan lingkungan yang coba mencemarkan limbah-limbah liar.
   Keyakinannya membuat ia sampai ke tujuan yang ia sendiri tidak tahu untuk apa, perjalanan sepi dilaluinya terkadang dihadang oleh bebatuan yang tidak kenal persahabatan tetapi ia tetap setia.
   Seperti pasir yang bisu menciptakan keindahan di tepi pantai yang suram. Seandainya air bersih itu tercemar oleh limbah liar namun penciptanya tahu bahwa dia tetap bersih.

   Selepas SMA aku tahu kamu mau kuliah tetapi kita sama... biaya membatasi kita apalagi ayahmu sudah tiada. Kamu pergi ke luar kota aku juga dengan kota yang berbeda.
   Aku mengirim surat sama kamu setelah beberapa bulan kita berpisah dan langsung mendapakan kabar darimu. Kamu bilang aku menghilang bak ditelan bumi, itu memang benar sobat, karena sehari setelah menerima ijazah aku langsung pergi... ternyata itu surat pertama dan terakhir untuk kita. Kita kehilangan kontak namun aku yakin kalau kamu masih ada di kota tersebut. Aku kehilangan alamatmu namu semua kenangan tentangmu tidak pernah bisa aku lupa bahkan aku sering memimpikan kenangan indah itu.
*
   Setelah 13 Tahun akhirnya keinginan itupun terwujud... saat pulang kampung aku akhirnya datang ke rumahmu karena aku mendapat kabar kamu juga pulang kampung. Aku tidak tahu bagaimana perasaanku saat itu. hari lebaran pertama kita bertemu setelah berpisah begitu lama sekarang kamu berubah menjadi begitu ‘matang’ lebih cantik, lebih ramah dan semakin putih.
   Kita berbincang lebih dari empat jam, satu hal yang membuat aku agak kaget... kamu ternyata selain menyukai kopi ternyata juga suka menikmati benda itu. kita bercanda santai, menikmati kopi bahkan sampai makan siang. Aku memang sudah menikah bahkan sudah memiliki seorang putra saat itu usianya sembilan tahun aku mengajaknya ikut serta ke rumahmu, namun kamu ternyata masih single. Lalu kamupun mengisahkan tentang mantan kekasihmu.
   Seorang pria anggota polisi, sudah menjalin kasih dengan pria itu sekitar delapan tahun namun harus berpisah dengan alasan yang tidak masuk akal. Yaitu lantaran si Lexa orang Sumatra dan pria itu orang Jawa namun tinggal di Sumatra karena kedua orang tuanya tugas di sana. Dan alasan mendasarnya karena ibunya pria itu mengatakan kalau perempuan Sumatra itu punya sifat yang kasar dan tidak cocok menikah dengan laki-laki berasal dari pulau Jawa. Lexa memutuskan mengambil sikap untuk meninggalkan pria itu lantaran merasa didiskriminasi, sepertinya pria itu tidak ingin menerima keputusan putus sehingga ia mengambil senjatanya untuk sama-sama mati berdua dengan Lexa kalau Lexa tidak mau kembali lagi kepadanya.
   “Bunuhlah, tembakkan senjatamu... tapi aku tidak akan pernah lagi kembali padamu.” Ujar Lexa saat pria itu mengarahkan senjatanya ke arah Lexa. Tidak tahu mengapa tidak sedikitpun Lexa takut dengan apa yang akan terjadi.
   “Tidak Lex.... jangan paksa aku, delapan tahun sudah kita lalui masa kamu ingin mengakhirinya hanya dengan alasan seperti itu?” pria itu memohon namun Lexa tidak bergeming karena ia benar-benar merasa sangat tersinggung karena ibu pria itu sengaja mendatanginya dan mengatakan kalau anaknya tidak akan dinikahi dengan perempuan Sumatra seperti Lexa lantaran ia tidak begitu menyukai perempuan Sumatra dengan alasan karakter perempuan Sumatra itu tidak cocok dengan pria Jawa.
   Namun kenyataan apa yang diterima Lexa? Pria itu ternyata mendapatkan perempuan sumatra juga, sepertinya takdir jodohnya memang orang Sumatra. Pernah mereka bertemu lagi tanpa sengaja setelah pria itu punya anak dan mengatakan kepada Lexa untuk menceraikan istrinya asalkan Lexa ingin kembali kepadanya. Mana mungkin Lexa ingin menerimanya, kalau ia mau mengapa tidak dari dulu saja sebelum ia menikah.
   Lexa mengisahkan perjalanan cintanya kepadaku dengan perasaan yang susah dilukiskan dan aku mendengarkan cerita Lexa dengan perasaan yang luar biasa, tidak tahu apakah harus bangga kepada Lexa atau kasihan? Tapi yang pasti aku semakin sayang dengan gadis itu, semakin mengenalinya dan semakin ingin selalu ada di sampingnnya.
   Keesokan harinya Lexa  mengajak teman SMA mereka main ke rumahku, diantara mereka ada yang sudah jadi guru di sekolah tempat kami sekolah dulu. Ada juga yang masih single seperti Lexa. Nyaris setengah hari mereka di rumahku sehingga mereka merasa puas. Aku mengatakan kalau dulu mengirimkan surat untuk mengundang Lexa agar hadir di pernikahanku.
   “Surat itu tidak sampai, karena aku sedang pergi dari rumah... dari keluarga tanpa siapapun yang tahu.. aku tinggal di tempat kos yang jauh dari semua orang yang kenal denganku lebih dari satu bulan.. karena saat itu aku benar-benar kehilangan arah. Aku tidak kerja dan tidak melakukan apa-apa, sebelumnya aku punya lima cabang usaha dan setelah itu hanya tinggal satu hingga sekarang.”
   “Padahal saat itu aku sangat yakin kalau surat itu akan sampai ke tanganmu karena ibumu sendiri yang membawanya karena beliau saat itu akan mengunjungi tempat di mana kamu dan ke lima saudaramu tinggal.” Aku merasa ada kebahagian tersendiri seandainya saat itu Lexa bisa hadir di acara resepsi pernikahanku.
   Aku harus kembali ke Jakarta.. dan beberapa bulan setelah itu Lexa kembali meneleponku karena dia bersama keluarga besar kakaknya akan berkunjung ke Jakarta tapi mereka menginap di rumah teman kakaknya yang kebetulan tinggal satu komplek juga bertetangga di kota itu namun punya orang tua di Jakarta.
   “Helen mau dibawakan apa...?”
   “Kedatangan kamu saja sudah membuat aku sangat bahagia.” Aku balas pesan singkat itu dengan sungguh-sungguh. Sebelum kedatangan kamu dan keluarga ke Jakarta aku sudah membayangkan akan membawamu jalan-jalan mengelilingi kota. Siapa yang tidak senang sahabatnya akan berkunjung karena selama ini kami selalu berkomunikasi lewat telepon siang malam. Lexa bahkan meneleponku dan kami berbincang di telepon sampai empat jam.
   Saat datang ke Jakarta Lexa membawakan oleh-oleh sangat banyak untukku, itu diluar dugaanku dan tenyata gadis itu lebih baik dari yang kukira. Mereka menginap di rumah teman mereka dan aku ke sana, ikut menginap dan semalaman itu kami ngobrol terus seolah tidak ada habisnya bahan cerita yang kami bicarakan hingga di tempat tidurpun masih terus berbincang dengan suara pelan takut yang lain kebrisikan. Meski demikian tetap saja temannya nyeletuk.
   “Ini orang berdua kok kayak tidak pernah bertemu dua puluh tahun saja....” uajrnya setengah menggoda namun aku dan Lexa tidak peduli karena memang kami berdua masih banyak sekali memiliki kisah-kisah yang ingin diutarakan karena waktu bercerita di telepon tidak sesantai saat bertemu langusng. Sikap kamiberdua tentu tidak lepas dari pengamatan seorang perempuan yang selama ini mengajak Lexa tinggal di rumahnya, dia adalah kakak perempuannya Lexa. Perempuan itulah yang mengajak ketiga anaknya untuk liburan di Jakarta ditemani oleh Lexa yang ternyata sudah seringkali ke Jakarta sebelumnya. Untuk sekedar jalan-jalan atau membeli sesuatu yang ada hubungannya dengan pekerjaannya.
   Aku yang tadinya ingin menemani mereka jalan-jalan khususnya Lexa terpaksa batal karena putraku sakit tapi aku sempat mengajak mereka semua menginap di rumahku. Saat sedang ada waktu senggang kakak Lexa bertanya kepadaku mengenai Lexa.
   “Helen... aku melihat kamu dekat sekali dengan Lexa... dia itu sudah sepuluh tahun di rumahku tapi aku tidak tahu apakah ia punya pacar yang serius atau tidak? Apakah dia pernah bercerita dengan kamu mengapa ia belum ingin menikah? Karena kami semua mengkhawatirkannya?” tanya perempuan itu dengan hati-hati seolah takut Lexa mendengar ucapannya. Aku yang mendengar pertanyaan itu menjadi kaget dan juga bingung. Lexa pernah mengatakan ia tidak akan pernah mengajak pria ke rumah kalau ia tidak yakin menyukai pria itu dan memang ia tidak gampang membawa pria ke rumah untuk mengenalkan mereka kepada keluarganya. Aku bingung apa yang harus kujawab dan bohong kalau aku mengatakan tidak tahu apa-apa mengenai kehidupan percintaan Lexa karena nyaris semuanya sudah mereka bahas. Tapi apakah pertanyaan perempuan itu sekedar memancing saja? Pikirku akhirnya tidak bisa mengatakan apa-apa.
   Saat mereka pulang, Aku memeluk Lexa dengan sangat erat tidak tahu kapan kami akan bertemu lagi namun setidaknya ia sudah kenal dengan anak dan suamiku.
*
   Obrolan di pesan singkat...
   ‘Helen..... lagi apa? Sudah makan apa belum? Kapan santainya? Aku juga mau cuap-cuap nih, memangnya kamu saja yang bisa? Kelarin dulu urusan kamu, kasih tahu aku kalau sudah siap berdebat wahai sang penyair atau psikolog....’
   ‘Aku seorang konsultan he he he, marah Non? Aku suka bertemu dengan orang yang punya prinsip karena orang berprinsip itu melambangkan pribadi yang kuat, setuju,?’
   ‘Oke sang konsultan atau apapun gerangan dikau, sudah ada waktu? Tapi tunggu ya, aku sholat isya dulu biar nanti enak debatnya biar sampai jempol kamu besar seperti jempol guru fisika kita dulu he he he..’
   ‘Hei, mana komentarmu? Sampai kering aku menunggunya...,’
   ‘Ah, sabar dong... kenapa jadi orang kok tidak ada sabarnya aku kan mesti wirit dulu hehe, konsultan apaan itu tidak ada sabarnya? Klien-nya bisa kabur nanti kalau tidak ada kesabarannya. Kayaknya terlalu banyak makan sambal jadi galak seperti itu, eh fotonya belum aku kirim ya.. yakin deh aku adalah orang yang pegang janji. Jempolnya sudah pasang handyplas belum? Hehe ingat dengan Mister angker idolanya salah satu teman kita juga, eh iya... teman kita itu sekarang sudah punya anak tiga lho, tambah ramah lagi dan semuanya berubah...’
   ‘Semua kamu bilang berubah? Mudah-mudahan perubahan yang baik amin... siapa itu Mister angker? He he kamu kok bisa-bisanya memperhatikan jempol guru fisika kita besar? Aku butuh komentarmu tentang pesanku yang semalam, oke.... aku tidak perlu pasang handyplast karena aku sudah terbiasa menulis sampai tiga jam sehari...jangan khawatirlah....,’
   ‘Oke deh kakak....., kamu tahu tidak? Sampai detik ini aku belum menemukan orang yang mampu membuat aku salut dan yang mencintai aku dengan tulus..begitupun sebaliknya tidak tahu kenapa, apa karena aku orang yang terlampau selektif? Tidak juga, hanya saja aku cuma salut dengan orang yang sederhana, beriman, dan tangguh... ternyata sulit sekali menemukan orang seperti itu. aku cuma ingin tanya... itu bisa aku dapatkan tidak? Aku juga orang yang berkeyakinan tinggi padahal aku hidup berdasarkan fakta yang ada.. kadang aku pikir apa khayal juga terselip di sana? Jangan-jangan aku sudah tidak bisa membedakan kedua-duanya.’
   ‘Hei.... apa bedanya khayal dan keyakinan? Dua-duanya punya maksud baik.’kan? Masalah bertemu tidaknya itu rahasia Tuhan, padahal kadang tanpa kita sadari yang simple dan langka itu ada di depan mata dan kita yang rindang bak beringin, damai tempat berlindung. Realita yang kita lihat bisa saja lebih sulit dari naik ke Bulan, aku rasa kamu belum bisa melupakan si Polisi itu, kalau sudah insya Allah ada orang yang dalam khayal kamu. Melupakan memang sulit tapi ingatlah kata-kata kasar yang pernah ia ucapkan, buang semua barang dan kenangan tentang dia...,’
   ‘Kalau dia sih sudah sangat bisa aku lupakan tapi dampaknya yang sulit aku hilangkan. Aku adalah orang pendendam tapi aku sudah anggap yang dulu adalah mimpi buruk. Kamu tahu tidak orang yang setelah itu aku kasih mimpi dan harapan yang entah apa saja itu sampai aku sendiri lupa apa yang telah aku ucapkan namun aku sadar tidak boleh seperti itu. untuk itu aku tidak mau dekat lagi dengan orang yang tidak aku harap. Sudah Helen..... kita kan mesti belajar dengan keadaan sekitar dan saat ini aku berusaha mencintai yang ada saja, siapa tahu itu yang selama ini aku cari. Bagaimana?’
   ‘Kamu berbohong sobat, mana ada orang lupa tapi masih mendendam... jangan pesimis dong. Ingat juga jangan pernah beranggapan perempuan menikah itu adalah perempuan yang sempurna.. kebahagiaan tidak bisa diukur dari situ. Banyak orang hidup dalam kenangan indah tapi aku tidak bermaksud membuat kamu putus asa karena yang menentukan kebahagian kita adalah kita sendiri. Orang lain sih hanya bisa bicara saja tapi jujur aku merasa kamu belum bisa melupakan dia, yang namanya mimpi buruk bukan begitu... aku ingat dulu di Desa betapa semangatnya kamu cerita tentang dia, dia bukan yang terbaik!!....,’
   ‘Mungkin kamu benar Helen, oke.... Taroklah begitu aku belum bisa melupakannya, andai aku ingin memilikinya walau bagaimanapun caranya halal maupun haram tetapi aku bukan tipe orang seperti itu. aku juga sadar kok tidak mesti yang kita inginkan itu harus dapat kita miliki, disanalah peran takdir. Tetapi orang lain kan mampu melihat kita, namun kamu punya hak dengan penilaianmu. Aku juga sadar hidup terus berjalan dan untuk apa sih melihat ke belakang terus. Menurut kamu gimana, apa aku orang sebodoh itu? apa aku orang yang menyesali apa yang pernah aku putuskan?’
   ‘Sepertinya kamu sudah terbangun dari tidur, Sobat. Aku tidak bermaksud menilai kamu apalagi berharap kamu memilikinya lagi. Aku hanya ingin kamu lupakan dia, oke. Mulai malam ini dan detik ini jangan pernah kita bicarakan lagi karena itu tidak adil buat kamu. Lexa..... aku memang belum begitu kenal dengan sifat kamu tetapi yang pasti aku ingin berkata... inilah aku. Kamu membuat aku takut teman tapi aku suka dengan kejujuranmu. Jangan pernah menyalahkan takdir dan jangan pula mengalir seperti air karena manusia bukan air... istilah itu hanya untuk orang yang menyerah. Aku tidak apa kamu omeli....,’
   ‘Aku maklum kok, orang kan berhak berpendapat tapi kalau tidak dibahas tidak tahu, ya tidak? Helen... kita manusia biasa dan banyak hal yang kita sesali tapi kalau kita tahu tidak bermanfaat yah kita harus mengambil inisiatif. Mungkin kamu, aku tidak jauh beda.. aku tidak pernah bahas masalahku sedalam ini dengan siapapun sebab menurutku hidup tidak selesai-selesai untuk dibahas. Hidup itu yang penting realisasinya, bagaimana menurut kamu? Ngomong-ngomong capek tidak? Kalau aku sih oke-oke saja tuh, jangan tidak ngaku lho!’
   ‘Aku sudah bisa terseyum sekarang, kamu membuat aku bangga. Ngomong-ngomong tadi pulang kerja jam berapa? Kalau lelah istirahatlah, hanya satu permintaanku... jangan pernah berubah sedikitpun tentang aku ya... aku tidak ingin menjadi seorang kakak ataupun adik untuk kamu tapi hanya teman karena teman itu bisa melebihi saudara sendiri. Siapapun kamu dan apapun keputusan kamu pasti itu yang terbaik buat kamu tidak perlu memikirkan demi orang dulu kini saatnya untuk memikirkan kebahagiaan dirimu tak setiap waktu kita bisa membahagiakan orang lain...selamat mimpi indah....,’
   ‘Jangan tegang gitu dong Helen.... aku baru sadar telah menakuti kamu. Aku kalau hari minggu tidak buka kok, istirahat kerja. Istirahatlah.... tapi masih banyak hal dipikiranku yang berkecamuk tentang kamu... semoga nanti aku paham. Aku ini orangnya punya ego diatas rata-rata, kasar, keras tapi masih punya hati. Hidup Helen... yang membuat semuanya seperti itu, semoga tujuan kita sama dalam berteman. Aku suka kejujuran dan aku tidak paham kiasan, aku mau intinya. Maaf kalau aku agak kasar dan aku bukan orang yang berhati sempit. Terima kasih atas ketulusannya.... selamat bobok semoga esok lebih baik.’
   Esok harinya....
   ‘Setelah debat dengan kamu.... cuma satu yang aku takuti kamu akan menjauhi aku, sungguh. Lexa.... detik ini kamu mungkin bertanya siapa Helen yang sok tahu... padahal kita bertemu baru dua kali saat di bangku sekolah dan kemarin itu pas pulang kampung.... tapi sok mengetahui segalanya. Sudah berani masuk zona pribadiku...! aku  memang belum tahu apa-apa Lex tentang dirimu untuk itu aku ingin minta maaf padamu, maafkan aku ya..., aku tidak tahu apakah kamu menyesali sifat kasar kamu?...,’
   ‘Helen.... kamu salah lagi sobat, aku tidak marah sama sekali seperti katamu... intropeksi diri, sungguh aku tidak marah sobat. Aku senang ada teman yang bisa diajak bicara tidak dengan basa-basi. Bagaimana kalau kita janji....’kita boleh mengkritik apa saja tetapi tidak boleh marah dan tersinggung’ bukankah bertemu dengan sahabat yang baik akan berkata jujur  walaupun pahit? Tidak apa-apa Helen.... aku kan sudah bilang kalau aku suka sama kamu..  cuma dengan kamu kok masalah ini aku buka, santai saja... aku kan tidak galak-galak amat, kejam iya Helen....he he. Waktu setelah kita bertemu di kampung dan setelah aku kembali lagi ke tempat kerja aku membicarakan dirimu dengan salah satu temanku di sini lantaran heran karena baru saja bertemu kembali denganmu kamu kok seolah tahu semua isi hatiku padahal kita sudah tiga belas tahun tidak bertemu dan baru ketemu lagi kemarin itu di kampung. Temanku mengatakan ‘yah mungkin ia sudah mempelajarimu selama ini, atau selama di bangku sekolah’ katanya.’
   ‘He he he... Atau kamu ingin memberitahukan pada semua orang kalau kamu itu keras? Tapi menurutku disaat kamu bicara kasar disanalah aku temukan kejujuranmu. Seharusnya kamu bangga pada dirimu sendiri. Kamu punya pribadi tipe yang komplit, penyayang, pelindung, keras, dan punya sisi hati yang bombastis lembutnya. Lexa... aku bukan siapa-siapa hanya orang asing yang coba ikut campur urusan pribadi kamu, sekali lagi maafin aku yaa... aku sadar sudah terlalu lancang, apa perlu aku tarik lagi kata-kataku? Apapun pendapatmu tentang aku tolong jangan membenci aku yaaa...,’
   ‘Hei... Helen...ada apa denganmu Sobat? Aku selalu punya harapan baik padamu itupun harapan yang sama aku tanam kesemua sahabat terdekatku, masalah orang mau balas gimana yah aku sih terserah saja. Kita tidak bisa memaksa orang mesti menjadi yang kita harap, itu kalau kita tidak mau kecewa lho Teman. Orang yang dekat dengan kita punya poin sendiri. Kalau poinnya A tempatnya diseluruh hati, kalau B disudutnya, kalau C disisinya. Dekat dengan seseorang tidak mesti harus tahu seluruhnya tentang dia. Yang penting dia punya niat baik tentang kita, bagi aku itu sudah cukup. Dari pertama ketemu apa aku ada maksud sok tahu? Pada kritikanku salah tempat? Aku kadang suka tidak sadar, aku suka mengukur orang seperti aku, ngomong apa adanya yang penting niatnya baik. Aku sadar sekarang Helen....  ternyata kamu punya perasaan yang terlampau halus. Ah betapa bodohnya aku, mungkin banyak kata-kataku yang menyakitimu selama ini, jangan dipendam ya. Sedikitpun aku tidak punya maksud jelek.... aku tidak bisa lho, bicara yang manis tapi nanti jadi runyam buatmu. Aku beri jamu ya,  biar pahit bermanfaat buat kamu.’
   Kita seringkali mengirim pesan semacam kritik yang terbuka, aku mengatakan kalau kamu itu orangnya baik, keras, konsisten, pekerja keras, dan bisa menyakiti diri sendiri demi sebuah komitmen atau prinsip. Tapi kamu memberi kesan padaku dan mengatakan aku ini orang yang seperti.  
   ‘Helen... kamu itu orangnya....susah ditebak... kadang gini kadang gitu, kalau tidak suka tapi masih berpura-pura suka, adakalanya sensitif, kurang tegas, banyak memendam, suka menghindar, terbuka pada orang-orang tertentu, punya empati tinggi, tidak bisa mengungkapkan hal yang tidak enak meski untuk membela diri, suka membiarkan orang lain menilai dirimu dari kacamata masing-masing itu karena kamu tidak banyak omong, suka berburuk sangka.”
   Bisa aku tambahkan ‘Susah ditebak kadang begini kadang begitu itu namanya.. Abstrak atau perempuan miterius tetapi pure. Kalau tidak suka masih berpura-pura suka... karena masih berharap orang yang aku benci masih bisa berubah dan tidak seperti yang terlihat. Adakalanya sensitif.... keadaan sering membuat aku seperti itu dan ada rasa ketidakberdayaan. Kurang tegas... karena sikap yang diambil selalu mengedepankan kepentingan orang lain dan butuh pertimbangan. Banyak memendam.... karena itu menurutku lebih baik sebab tidak semua permasalahan harus dibuka dipermukaan. Punya empati tinggi... karena sering mengedepankan naluri. Tidak bisa berkata jujur tentang hal yang buruk meski untuk membela diri...karena banyak hal yang harus dipertimbangkan. Suka membiarkan orang lain menilai dari kacamata masing-masing... karena aku yakin suatu saat orang bisa memahami aku dan akan berpendapat sama denganku. Tidak banyak omong... karena menurut aku hanya orang tulus yang bisa diajak ngomong. Terbuka pada orang-orang tertentu... setelah merasa ada yang bisa pegang komitmen. Suka menghindar.... karena tidak semua masalah bisa diselesaikan dengan kekerasan dan tidak semua orang bisa menerima kebenaran. Berburuk sangka.... itu adalah hal yang bodoh dan merugikan diri sendiri tapi berburuk sangka itu berbeda dengan waspada.. aku pikir aku adalah orang yang waspada...,’
   Setelah memberi pandangan itu kamu bertanya lagi. ‘Apakah kamu menangis Helen....?’
   Karena aku pernah mengatakan saat kamu bicara kebenaran tentang aku, aku menangis. Tapi saat itu aku tertawa, kenapa? Karena aku pikir apa iya aku orang seperti itu? aku akui itu benar...!
   Disatu kesempatan aku  memberitahukan hal yang mengerikan kepadamu. Yaitu mengenai penyakitku. Lalu kamu coba menenangkan aku dan mengatakan tidak boleh down, sabar dan harus percaya diri. Kamu berusaha menelepon aku beberapa kali mungkin ingin mendengar langsung dari mulutku namun aku tidak bisa mengangkat telepon seakan tidak mampu berbicara. Lewat pesan singkat kamu selalu menyarankan agar aku segera bertindak, aku memang belum cerita kepada siapapun tentang penyakit itu meski mencoba tapi rasa takut itu mendera terus apalagi untuk melakukan tindakan lebih jauh lagi. Lexa mengatakan kalau ia membenciku karena belum apa-apa sudah ketakutan sendiri, jangan parno. Kata Lexa.
   Lexa..... apa kamu tahu bagaimana perasaanku? Aku seringkali melihat dengan mata kepala sendiri tentang penyakit itu dan amat sangat mengerikan. Lagi-lagi Lexa mengancam aku untuk segera ke dokter untuk memastikan kalau penyakit itu tidak ada. Lexa sampai mengancam kalau aku tidak ke dokter maka dia akan membenci aku. Lexa panik itu karena ia sayang dia sayang sekali sama aku, aku tahu itu. aku juga panik dan mengatakan kepada Lexa. ‘jangan memarahin aku,  bisa-bisa..... aku tidak tahu apa yang bakal terjadi.’ Lexa memberitahukan semua hal dan ciri-ciri penyakit itu juga mengatakan kalau aku tidak perlu takut menghadapinya. Aku juga mengatakan sudah tahu semua itu karena aku sudah lama mempelajarinya. Tapi tetap saja ketakutan itu menahanku dan rasa nyeri di dadaku semakin menjadi. Akhirnya Lexa mengatakan satu hal yang mungkin sudah membuatnya putus asa apalagi saat aku mengatakan jangan pernah memberitahukan tentang penyakitku kepada orang lain.
   ‘Kenapa orang lain tidak boleh tahu? Kamu tidak percaya sama aku?’
   ‘Bukan aku tidak percaya sama kamu, tapi aku tidak percaya sama orang lain,.’
   ‘Ya sudah..... anggap saja kita tidak pernah membahas semua ini, lupakan.’ Itu bentuk kemarahannya Lexa dan dia benar-benar tidak pernah menyinggungnya lagi dan ambil sikat cuek. Sikap itu akhirnya membuat aku menjadi sangat jatuh dan terpuruk, setiap denyut sakit itu datang aku selalu ingat dengan Lexa.
   Sahabat, aku tidak ingin kamu panik.... aku tidak ingin kamu terlibat juga tidak ingin kamu susah. Maafkan aku, ya.
   ‘Maafkan aku.... amat sadar amat sangat mengecewakanmu. Apa kau tidak tahu bagaimana perasaanku? Aku tidak mau kamu terlalu kecewa setelah mengetahui mengetahui siapa aku sebenarnya. Seorang pecundang, paranoid dan orang yang plin-plan, tidak berguna bagi dirinya sendiri apalagi orang lain. Mengenali dirimu merupakan hal yang sangat istimewa yang pernah kurasa, apa kamu tahu? Pada dasarnya aku sudah tidak punya keinginan untuk hidup. Lupakan semua yang aku katakan selama ini, karena apapun yang aku katakan tak lebih dari sekedar untuk menghibur diri sendiri.  Berjanjilah.... bahwa kamu tidak akan marah ya Lex.... untuk sementara waktu aku tidak akan menghubungimu dan aku berjanji akan kembali menghubungimu disuatu saat nanti PERCAYALAH.... Maafkan aku.... SELAMAT TINGGAL SOBAT....,’
   ‘Helen aku Cuma mau bilang apapun yang terjadi denganmu kamu tetap sahabatku, apapun alasannya aku tidak akan melepaskanmu. Oke kalau mau sendiri  aku tidak apa-apa kok asal kamu bilang. Awas jangan bilang selamat tinggal lagi sama aku yaaa....! kamu adalah sahabatku dan aku tahu apa yang belum kamu ucapkan, itulah namanya bersahabat sampai ke hati. Kapanpun dan apapun keadaanmu aku akan terima dengan ketulusan hati. Helen... sesuatu yang sudah ada dihati tidak akan aku lepas termasuk kamu.... kapan mau cerita aku tunggu.... semoga kebahagiaan ada disetiap detik dalam hidupmu.’
   Aku akhirnya check-up ke dokter dan mendapatkan diagnosa dari dokter kalau ia mengidap suatu penyakit yang mengerikan dan harus menjalani terapy setelah mengabarkan hal itu kepada Lexa aku baru mengirimkan pesan ucapan selamat tinggal itu. aku tidak tahu apakah keputusan itu benar atau salah? Namun yang pasti aku merasa harus melakukannya dan dalam hati aku berjanji tidak akan pernah menerima telepon Lexa lagi atau membalas pesannya karena aku sudah bilang selamat tinggal. Aku tahu kamu tidak akan berpikir aku melakukan hal bodoh, dalam kegalauan itu ternyata aku masih berharap reaksi dari Lexa meski dalam pikiranku mengatakan kalau kamu menganggap aku bodoh, memaki bahkan akan berkata kasar semacam.... Helen... apa yang kamu pikir? Alangkah bodohnya kamu!. Karena aku merasa itulah kata-kata yang pas untukku saat itu. tetapi aku malah menerima pesan dengan isi...
   ‘Helen..... bagaimana kabarmu hari ini? Aku tidak bisa tidur semalam... aku juga tidak tahu harus bilang apa. Singkat dan sempat membuat sesak dadaku terasa amat sakit. Aku berjuang sekuat tenaga agar airmata tidak keluar tetapi aku gagal. Rasanya dada ini benar-benar terasa sakit.., setelah kamu menceritakan sebuah mimpi tentang diriku yang mengenakan celana krem padahal aku tidak suka warna krem, aku sebenarnya juga telah bermimpi kalau gigiku lepas. Keesokannnya aku memotong rambutku nyaris cepak karena ingin membuang kesialan. Aku belum pernah memotong rambut sependek itu membuat teman-temanku menegurku dan aku cuek saja. Aku sempat melakukan sholat tahajud untukmu shobat.’
   Timbul keinginan untuk membalas pesan itu dan mengatakan kalau semua itu tentang aku, perasaan berkecamuk hebat di dadaku.. balas tidak, balas tidak...., aku ingat kalau pesan selamat tinggal itu adalah pesan terakhir dan aku tidak mau terjebak. Maafkan aku sobat, semua ini tentang ketidakberdayaanku, tidak seharusnya aku bersikap seperti ini karena tidak adil untukmu tetapi percayalah...aku sudah memikirkannya. Aku tahu kamu sayang sama aku tak kuragukan lagi, aku tahu apa yang terjadi pada diriku dan mungkin kamu juga tidak akan pernah mau berpikir lagi tentang aku, itu pantas aku terima.... karena pada dasarnya aku tidak ingin kamu kecewa...hanya itu. bukan tentang penyakit itu saja membuat aku enggan untuk bertahan karena jika manusia lain punya sepuluh alasan untuk hidup aku hanya punya satu saja, anakku... selain itu tidak.
   Kamu tahu Lex...? sudah  bertahun-tahun aku coba memiliki alasan lain tetapi tidak pernah berhasil...aku lelah dan tidak sanggup lagi. Bukan maksudku untuk menjauhimu tapi semua ini hanya tentang aku. Andai kamu kecewa dengan sikapku...maafkan aku, makilah aku, hakimi aku... aku pantas mendapatkannya... mungkin dengan begitu kamu bisa menganggap aku benar-benar sudah mati, dan mati. Aku memang pecundang sejati.
   Aku rasa satu hal yang menyamakan sifat kita, kamu bilang aku tidak bisa ungkapkan hal buruk meski untuk membela diri... aku bilang itu berarti aku bukan orang egois dan kamu bilang menyelamatkan diri itu wajib tetap jangan membiarkan orang lain menyakitimu. Padahal kamu tidak sadar berapa kali orang lain menyakitimu hanya karena kamu tidak mau mengatakan hal buruk, kamu lebih memilih diam dan menyimpannya dalam hati dan membiarkan orang-orang menganggapmu egois dan mementingkan diri sendiri. Contoh.... mereka bilang aku begini begitu... padahal mereka tidak tahu sebenarnya, masa harus aku beberin kebenarannya? Disinlah letak kesamaan kita Lex.
   Lexa, apa kabarmu? Aku tidak tahu mengapa tidak bisa berhenti memikirkanmu? Kamu pernah mengatakan punya buku harian dari sejak SMP.. sampai sekarang, dua buku sudah penuh dan kini buku harianmu adalah aku, buku harian hidup... itu katamu. Tapi apakah ada nama seorang teman yang bodoh ini di dalam buku harian itu? kamu juga berjanji suatu saat nanti akan memperlihatkan buku harian itu kepadaku. Aku merindukanmu Lex.... entah sampai kapan... kamu begitu baik dan pernah sangat merindukan aku..., kamu juga menceritakan kepada salah satu temanmu di sana kalau aku ini adalah teman barumu meski dulu pernah satu sekolah dan kamu bingung mengapa aku bisa memahami semua hal tentangmu padahal sudah belasan tahun tidak bertemu.. lalu dengan santainya temanmu mengatakan mungkin aku sudah mempelajarimu sejak dari dulu. Aku rasa bukan itu alasannya, alasannya adalah kita bisa bercerita dari hati ke hati.
   Aku harap suatu saat kamu mengerti dengan kepurusanku itu karena begitu banyak alasan yang tidak bisa aku ungkapkan sekarang..walau keputusan itu membuat aku sendiri tersiksa tapi percayalah...kadang siksaan itu membawa berkah dan indah. Sobat.... tidak ada perpisahan...perpisahaan adalah pertemuan hati.
   Tiga hari aku tidak pernah membalas pesan singkat dari Lexa dan akhirnya Lexa hanya menulis pesan yang membuatku benar-benar menangis.
   ‘Helen..... aku cuma mau bilang.... aku sekarang lagi mikirin kamu, tiga malam aku tidak bisa tidur, kalau aku meneleponmu pasti tidak akan kamu angkat. semoga baik-baik saja ya dan berharap kamu membalas es em es-ku...’
   Aku menelepon Lexa sampai dua kali tetapi tidak diangkat. Setelah itu ia menerima pesan. ‘Ada apa Helen.... maaf tadi aku ada teman ponselnya di kamar... apa mau aku tetelpon? Ngobrol yuk...mau tidak?’
   Besoknya Aku baru mampu membalas pesan itu. ‘Apakah semakin dewasa orang semakin banyak merahasiakan permasalahannya sekalipun pada orang yang boleh dibilang dekat? Sahabat...... aku tidak tahu sebenarnya aku ini teman seperti apa? (ada teman yang hanya butuh didengar? Butuh perhatian lebih? Ada juga hanya sekedar pengisi waktu luang, ada yang cuma ada dipikiran, ada yang cocok hanya berteman dari jauh, ada juga teman sekedar tempat bercerita tentang kebanggaannya, ada sekedar tempat berkisah tentang suka-dukanya, dan ada juga hanya sekeda untuk tempat bertukar pikiran saja.) termasuk yang mana aku....?,’
   ‘Untuk kesekian kalinya juga...maafkan aku, aku memang keterlaluan dan tidak pernah bermaksud meluluhlantakkan perasaanmu sobat, tetap ketahuilah aku juga belum pernah mengadukan hal yang sedemikian parah ke orang lain... semalam aku baru bisa tidur dengan tenang, sekali lagi maafkan aku, ya aku tidak bermaksud membuat kamu bingung. Aku tidak tahu mesti ngomong apa mungkin aku lagi ingin sendirian. Memang harus aku akui kalau aku juga sedang mikirin kamu. Kamu pernah bilang kalau aku tidak boleh putus asa, aku tidak putus asa tapi kalau orang punya sepuluh alasan untuk bertahan hidup maka aku hanya punya satu alasan saja. Bertahun-tahun aku pupuk alasan lainya namun tidak pernah berhasil, maafkan aku ya.. sebenarnya aku lagi benar-benar ingin sendirian tapi rasanya tidak adil untuk kamu kalau aku bilang selamat tinggal tapi kamu tidak tahu alasannya. Sebenarnya tidak ada alasan apa-apa dan kamu jangan ada perasaan tidak enak. Semua ini hanya tentang aku, semuanya. Maaf dengan sikapku yang begini...semuanya jadi kacau. Tidak ada maksud bikin kamu bingung dan satu lagi jangan kasihan sama aku, sungguh. Apapun yang kamu bilang selama ini itu sudah menjadi harta tersendiri buatku. Seperti yang pernah kamu bilang...’poin kamu dihatiku’ tidak perlu aku bilang lagi....,’
   ‘Andai kamu kecewa dengan sikapku, marah saja... aku memang pantas menerimanya. Lexa... apakah setiap kebenaran harus diungkap demi nama baik meski menyakiti banyak orang? Tetapi aku merasa tidak semua masalah harus diungkap ke permukaan, kadang harus dipendam karena kadang nama baik harus dibayar dengan waktu dan tindakan positif karena tidak semua orang bisa menerima kenyataan pahit atas kebenaran itu. setiap orang punya pandangan sendiri... seperti yang kamu bilang..kita tidak akan bisa menjadi seperti yang orang inginkan, benar’kan? Jangan bilang aku tidak mikirin kamu...,’
   ‘Walaupun aku mengatakan sedang ingin sendiri tapi aku tidak bohong kalau sebenarnya aku kangen dengan kamu, sobat. Aku ambil keputusan itu padahal aku sendiri tidak tahu apa tujuannya, mungkin sedang bingung saja..,’
   ‘Maafkan aku ya, mudah-mudahan kamu mengerti apapun yang terjadi sama aku nanti aku tidak mau kamu berubah pandangan terhadapku. Karena apapun yang aku lakukan aku punya alasan sendiri walau keputusanku tidak selalu benar di mata orang setidaknya aku yakin dengan apa yang aku lakukan, dukung aku ya. Walaupun kamu tidak tahu mesti bilang apa. Ingat sama aku itu sudah cukup, sudah lebih dari cukup, sungguh...,’
   ‘Helen.... sedang apa? Esemes kamu seperti cerpen saja.... dua hari aku mempelajarinya baru paham.’
   ‘Helen... aku sekali lagi mau bilang, bahwa aku sangat menyayangimu...bersahabat denganmu mengharubirukan perasaanku. Airmataku sering menetes kalau ingat kamu padahal bagiku itu adalah hal yang tidak lazim, aku tidak pernah membiarkan orang menumpahkan airmataku tapi kamu mampu membuat aku mengabaikan itu, kamu mampu melululantakkan hatiku yang selalu aku jaga jangan sampai tersentuh. Aku lama tidak menggunakan hati dalam hal apapun. Mendapatkanmu kembali merupakan seseuatu yang berharga bagiku. Selamat song-song masa depan ya, di dalam doa aku berusaha menyebut namamu.’
   ‘Helen... jangan ngomong seperti itu lagi ya, aku jadi serba salah jadinya. Jangan membuat aku takut ya, mau ngomong apa? Ngomong aja deh...biar aku dengar...jangan ngomong yang aneh-aneh gitu dong.. kok jadi lemah begitu, setahu aku.... kamu itu bukan orang seperti itu... ayo sabar...jangan menyerah ya. Katanya mau ajak aku menginap satu bulan di rumahmu jangan suka ngomong gitu lagi ya.. kamu tahu tidak? Dari tadi malam aku mikirin kamu dan aku jadi bingung mau ngomong apa. Aku.... aduh.... kok jadinya begini ya. Ayo dong Helen..jangan menyerah dong. Kenapa jadi frustasi begitu sobat...’
*
      ‘Helen.... kapan rencana mau ke dokter? Kamu harus siap ya tidak boleh takut..kata kamu kekuatan doa itu bisa mengubah segalanya...’
   ‘Ya, terkadang aku berpikir dengan banyak kasus malpratik selama ini. Semoga di rumah sakit besar di kota Jakarta ini tidak seperti itu. ee.... ngomong-ngomong kamu pernah bilang kalau saat ini sedang dekat dengan tiga orang pria. Aku jadi ingat kalau dulu juga susah sekali untuk setia pada satu cowok karena ada saja yang mau jadi pacar meski mereka tahu kita punya pacar tapi aku tidak pernah bohong sama mereka, kalau mereka tahu apakah aku punya cowok maka aku jawab sejujurnya, iya. Tapi anehnya mereka tidak pernah mau mundur tetapi aku punya prinsip ‘tidak ada cowok yang boleh cium aku.’ Kuno tidak sih pacaran seperti itu...,?’
   ‘Betul Helen, ada tiga... aku bilang sama yang satu itu kalau pacarku ada di Jakarta. Katanya tidak apa-apa, diakan tidak tahu. Sejujurnya aku juga punya prinsip yang sama kayak kamu.. karena setua ini belum ada pria yang berhasil cium aku termasuk si Polisi itu padahal dia adalah orang yang amat aku cintai saat itu, yang boleh cium aku adalah suamiku nanti. Kamu tahu tidak Helen? Aku seneng sekali melihat gimana gregetnya pria setiap tidak dapat mencumbui aku.. he he mereka seperti cacing kepanasan padahal aku dulu yang memancing, kalau sudah seperti itu aku puas sekali. Apa ada yang tidak beres ya Helen dengan diriku?’
   ‘Hehe... itu bukan kamu saja, di tempatku ada dua orang yang kukenal juga punya prinsip seperti kita. Itu normal banget kok sobat, itu akan menjadi kebanggaan sendiri untuk kita, percaya deh. Zaman boleh berubah tapi prinsip ya tetap prinsip.. aku juga dulu seperti itu... ada yang sampai nangis bahkan meninju tembok tapi setelah aku jelasin ada yang terima ada juga tidak. Biasanya pria yang tulus tidak menuntut dan biasanya melihat kita saja dia sudah senang. Dulu ada yang langsung sholat isya setelah aku menjelaskan prinsip itu hehe...,’
   ‘Betul Helen.... kamu tahu sendirikan kalau aku itu sangat berpegang pada prinsip, disitulah kita menguji ketulusan cinta itu, tetapi kebanyakan mereka malu sendiri, banyak yang bilang munafik. Ada yang meninju tembok? Lucu ya. Sebenarnya laki-laki itu gampang ditaklukin ya, sebab mereka dikuasai nafsu.’
   ‘Ya ada benarnya juga, selain bernafsu besar mereka juga mahluk yang penasaran tapi lemah dan suka pamer seolah-olah dia paling bisa menaklukan perempuan, dia juga mengejar-ngejar dan setelah diterima maka dia akan bilang ke semua orang kalau kita yang tergila-gila sama dia. Tidak sopan,’kan?’,
   ‘Eh, Helen.... aku senang melihat laki-laki lemah di depanku, pas aku dicampakan aku sadar kalau itu adalah akibat dari perbuatanku selama ini terus pelan-pelan aku berubah kalem tetapi sekarang penyakit itu kambuh lagi namun aku tidak mau,  sudah tidak ada masanya lagi... sudah terlalu tua untuk itu tapi tanpa aku sadari aku sudah melakukannya. Aku tidak mau lagi memuja lamunan yang jahat tapi setiap aku dekat dengan pria keinginan jahat itu muncul lagi, apa aku benar-benar sudah tidak punya cinta lagi ya?’
   ‘Cinta? Saat kita kehilangan kita merasa yakin bahwa kita tidak akan pernah bisa jatuh cinta lagi tetap ada juga yang bisa. Aku juga pernah merasakan itu kok,’
   ‘Mudah-mudahan aku bisa seperti kamu, bisa jatuh cinta lagi. Aku selalu berdoa untuk kamu, pupuk terus keberanian ya.’
*
   ‘Lex.... aku cuma mau kasih tahu kalau saat ini aku sedang ada di depan pintu dokter ahli bedah, saat melihat kata ‘BEDAH’, tahu bagaimana deg-degannya perasaanku sekarang?,’
   ‘Yakinlah, deg-degan itu hanya sesaat kok, tidak perlu aku nyanyiin lagu ‘Maju Tak Gentar,’kan? Hehe. Semangat ya.’
   ‘Terima kasih ya Sobat, kamu bikin aku tertawa..,’
   ‘Kamu gugup ya Helen....? sampai dua kali kirim pesan, tenang saja dong.... kamu berani kok. Cuma sesaat saja rasa gugup itu. aku bisa melihat kamu tertawa kok, tapi agak basi gitu...yang tulus dong! Nah, gitu,’kan cantik.’
   Dengan berbagai cara Lexa coba menghiburku untuk menamankan keberanian pada perempuan itu. malamnya,
   ‘Helen.. bagaimana keadaanmu hari ini?’
   ‘Aku baru saja mau menulis pesan eh keburu masuk duluan pesan darimu. Mau aku ceritain?’,
   ‘Ceritalah, aku dengar.... sudah tidak sabar ini, dari tadi mau esemes kamu tadi ada orang di tempat kerja.’
   ‘Oke, tapi kamu jangan bosan ya...soalnya hari ini aku sudah bete, stress... parno tahu nggak sih? Kemungkinan positif, kemungkinan juga operasi... besok baru ada hasilnya.. tadi siang baru dicek dalam tiga kali proses... besok proses terakhir. Jangan tinggalkan aku ditengah jalan ya, karena ini kamulah yang bikin aku berani melangkah...,’
   ‘Helen.... kamu minta apa saja... akan aku lakukan, jangan saja diluar kemampuanku. Bagaimana perasaanmu sekarang?’
   ‘Aku tidak minta apa-apa, kata-katamu seperti yang tadi siang saja sudah membuatku ada diatas awan..,’
   Tiga hari berikutnya.... ‘Lex... aku hanya mau bilang...  hasil tes yang aku jalani dalam tiga hari ini ternyata baru gejala ke arah kista di payudara..dan itupun tidak ada kelihatan benjolan sama sekali dari hasil rongten-nya. Karena merasakan adanya rasa sakit yang terkadang nyeri apalagi lagi pas selesai main voli, dokterpun menganjurkan untuk tidak main voli dulu. Untuk sementara aku di terapy sinar karena aku ngotot mengatakan ada penyakit di sana. Dalam tiga bulan aku diminta kontrol lagi dan memang benar, tidak ada penyakit itu. yang aku rasakan sakit itu hanya nyeri otot yang mungkin keseringan bermain voli...,’
   ‘Syukurlahkalau begitu, makanya jangan suka parno dulu. Allah itu sayang banget sama kamu.. aku baru bisa merasa plong mendengarnya. Berpelukannnnn yuuuk.’
*
   ‘Aku malas berpikir lagi, kasihan otakku tidak pernah mendapatkan energi positif. Saat ini aku coba menjadi orang yang apatis... dengan begitu siapa tahu aku bisa bahagia... aku capek jadi orang peduli.’
   ‘Tekadang aku merasa bosan, terkadang juga berpikir untuk masa bodoh dengan urusan orang dan keadaan orang lain tapi mengapa aku tidak pernah bisa tidak peduli meski kadang lelah sendiri dan jenuh sekali. Kelihatannya saja aku tidak ada masalah padahal kadang masalahku tidak bisa aku bendung. Hatiku menjerit sendiri, apa aku harus mengeluh dengan setiap orang agar mereka tahu kalau aku sendiri dalam kondisi jelek..,?’
   ‘Helen... itu manusiawi kok, itu namanya pasang surut perasaan jangan terlalu larutlah. Hal seperti itu memang perlu disyukuri..berarti kita punya niat untuk lebih baik walau kenyataannya keadaan tidak tidak seperti yang kita inginkan malah terasa mundur kita rasakan, itu kan menurut kita yang memang lagi kecewa dengan semua yang ada pada kita... tidak ada ceritanya hidup itu mundur.’
*
   ‘Innalillahi wainna ilaihi rojiun.... semoga amal ibadah ibunda tercinta diterima oleh Allah Subhanawataala.. dan keluarga yang ditinggalkan mudah-mudahan ikhlas dan tabah..amin, khususnya kamu sahabatku, Lexa... menangislah... peluk erat dan aku turut berduka cita..,’
   ‘Lexa.... aku mungkin hanya bisa memahami bahwa kehilangan Ibu ibarat jantung terlepas dari raga, seperti milyaran pasir di pantai kita hanya sebutirnya bahkan ikut merasa tenggelam....hilang. ya Allah.. aku mohon padaMu semoga sahabatku bisa menghadapi cobaan ini...amin... peluk erat dariku,’
   Tiga hari kemudian Aku baru mendapat balasan dari pesannya.
   ‘Tidak tahulah Helen..... aku sudah tidak tahu apa-apa yang lepas yang jelas aku bisa merasa bahwa aku sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi. Mungkin ini puncak dari semua rasa duka, aku terhempas demikian hebatnya, aku tidak tahu meski berpejang pada di mana? Dan aku tidak berusaha mencari pegangan. Bila takdir bisa dipersalahkan itu akan aku lakukan, begitu sempurna duka yang aku terima dan aku tidak mampu untuk menerimanya. Andai bisa aku ingin lari dari semuanya, aku berharapa ini hanya mimpi buruk tapi ternyata tidak, aku benar-benar tidak siap.’
   ‘Aku tahu dan sangat tahu.. aku hanya bisa berdoa, semoga kamu tidak merasa sendirian. Kenyataan ini memang menghantam dan tiba-tiba...kita memang terlahir sendiri tetapi selagi kita hidup kita masih punya orang-orang yang menyayangi kita jauh dari jauh dari yang kita bayangkan..,’
   ‘Pertama yang aku lakukan adalah menelepon orang yang ada disekitar kamu untuk menanyakan bagaimana kondisimu, juga kepada beberapa teman sekolah kita dulu yang dekat dengan rumahmu, jawaban dari mereka melegakan aku karena mereka bilang kamu baik-baik saja namun tetap saja aku sangat mengkhawatirkanmu...karena aku kalau ibumu adalah segala-galanya buat kamu. Aku juga tidak juga bisa bayangkan andai itu terjadi sama aku... tapi tahukah kamu Lexa....? Almarhum ibumu itu sebenarnya amat sangat menyayangi kamu, mungkin lebih dari anak-anaknya yang lain...entah mengapa aku merasa sangat yakin. Aku jadi sering berpikir betapa mulianya kamu dan sayangnya Allah sama kamu, setiap ujian yang Allah turunkan kamu bisa melewatinya meski untuk kali ini kamu benar-benar belum siap tetapi aku yakin kamu mampu dan insya Allah tidak akan ada lagi ujian yang lebih berat dari ini. Marilah kita berpegang tangan dengan erat agar aku merasakan rasa sesak di jiwamu. Agar kamu bisa menarik napas dalam-dalam untuk memberi ruang di paru-parumu...,’
   ‘Aku tidak mau tahu kapasitas kasih sayang ibuku padaku yang aku tahu aku mencintainya dan sayang ibuku dengan amat sangat. Aku tidak pernah beri ibuku keluhan ataupun  cerita yang bisa membuat beliau berpikir. Aku berusaha jadi orang paling bahagia di dunia bila berada di depannya...padahal beliau tahu tetapi aku tetap meyakinkannya. Aku pernah bilang kalau beliau cerewet aku tidak mau pulang, dari itu ibuku tidak pernah bawel kalau aku pulang, beliau sangat menjaga ucapannya dan aku selalu setia pulang, setiap aku berangkat lagi ibuku selalu menangis dan aku selalu mengatakan... Ibu harus berumur panjang. Beliau tidak pernah memaksaku untuk cepat menikah karena beliau sangat yakin kepadaku dan akupun meyakinkannya.’
   ‘Lexa.... senang aku mendengar ada banyak teman yang datang ke rumahmu, terus terang beberapa hari ini aku ingin meneleponmu tapi aku merasa tidak sanggup, terlalu sakit rasanya mendengar tangismu...,’
   Waktu mendengar kabar ibunya Lexa meninggal Helen coba menghubungi namun tidak pernah sempat diangkat karena memang dalam tiga hari itu Lexa tidak pernah menyentuh ponselnya.
   ‘Dua puluh tahun lalu.... aku ditinggal sama ayahku... sedih dan cuma takut bagaimana hidupku ke depannya, saat ini aku kehilangan ibuku, aku merasa kesedihan yang amat sangat dan takut dengan semuanya.
   ‘Yang aku tahu... aku bisa merasakan bagaimana perasaan kamu dan aku tidak tahu bagaimana aku harus bersikap karena rasanya terlalu sok tahu jika aku mengatakan bisa merasakan semuanya semua aku belum pernah mengalaminya namun yang pasti... aku merasa sangat terpukul jika kamu sedih dan merasa hilang pegangan...,’
*
   ‘Helen.... aku sudah pulang dari kampung..., tidak tahulah.... aku bingung, hampa dan kosong. Serasa aku berjalan di lorong yang panjang walau sekelilingku ramai tapi seolah aku tidak mendengar apa-apa..sepi dan senyap, walau banyak yang menyentuh aku tak sedikitpun merasakannya. Aku ingin berjalan dan berjalan sampai lelah...aku juga tidak kenal diriku sendiri.’
   ‘Kapan memangnya balik ke kota tempat kamu bekerja? Aku tahu Lex... makanya tidak mau banyak omong, tapi aku tahu pasti kalau kamu sangat mengenali dirimu melebihi siapapun cuma kamu hanya sedang ingin menyendiri untuk menghadapi hal asing...yang mungkin selama ini pernah terpikirkan sebelumnya. Banyak hal yang harus kita jalani seperti sebuah penyakit yang tidak boleh tidak harus kita obati meski sakit dan perih karena ini kenyataan...,’
   ‘Baru tiga hari yang lalu aku datang dari kampung, aku tidak sanggup di kampung dan aku kira di sini sedikit menetralkan pikiran ternyata lebih parah dari yang aku bayangkan. Aku kira aku orang yang kuat, apapun pernah aku alami dan rasakan aku mampu mengatasinya tetapi untuk yang satu ini aku betul-betul tidak mampu berbuat apa-apa, semua kekuatan yang aku miliki tak berarti saat ini yang ada hanya kepasrahan dengan sisa keimanan yang nyaris sirna. Aku bukan orang yang tangguh dan dalam sekejap bisa berantakan dan dengan susah payah aku cari kekuatan tetapi sampai saat ini aku tetap terkulai tak berdaya. Helen... apa yang mesti aku perbuat? Untuk menolong diri saja tidak mampu.’
   ‘Tadinya aku pikir kamu masih di kampung setidaknya sampai empat puluh hari tetapi tidak apa. Terus terang Lex... tidak tahu apa yang harus aku katakan karena aku terlalu awam untuk hal ini, yang pasti tidak boleh putus asa dan bersyukur kita masih diberi kesehatan walaupun sehat fisik dan otak hanya untuk menikmati kegalauan hati dan kekecawaan yang dalam, hanya itu yang mampu membantu kita, kedengarannya klise dan menyakitkan serta menebalkan namun itu nyata....,’
   ‘Saat ini aku bertekuk tak berdaya dengan yang namanya kenyataan dan saat ini kurasakan duka dan kehilangan yang sesungguhnya saat ini pula aku merasakan putusnya kasih sayang yang sesungguhnya juga tulus tanpa pamrih... ternyata aku tidak mampu untuk menerima semuanya.’
   ‘Kasih seorang Ibu memang tanpa pamrih sehingga ketika kita jatuh tersungkur kehidupan tetap bertahta dan mulia dan ketika kita menangis kehidupan tetap tesenyum kepada hari yang ramah dan manis... kita tidak dungu tidak juga bijaksana karena kita adalah kuncup bunga kehidupan dan kehidupan itu lebih tinggi dari segala kebijaksaan dan kedunguan...,’
   ‘Helen.... tolong aku kasih support kepada adikku yang di kampung, aku tidak mampu menguatkanya, kamu tahu sendirikan bagaimana kondisiku, bagaimana aku bisa menolongnya. Aku percaya padamu.... tolong ya... terima kasih ya sobat, aku mengandalkanmu.. kondisi adikku lebih terpukul makanya aku angkat tangan sementara aku sendiri antahberantah begini, tolong sering kamu kirim esemes ke dia. Mulai pukul sembilan malam mulai merasa kesepian karena selama ini ibuku tinggal bersamanya di rumah itu, sekarang ia tidak punya teman untuk berbagi sedangkan aku hancur-hancuran begini.. terima kasih ya Helen.... kamu sudah banyak bantu aku.’
   ‘Lex....  dalam pertemanan tidak ada kata terima kasih, belum ada hal yang berarti yang aku lakukan. Yang harus kamu tahu... adalah aku sayang sama kamu lebih dari yang kamu tahu...,’
   ‘Dari sholat maghrib sampai kelar isya tidak tahu mengapa aku tidak bisa membendungkan airmataku...saat lumayan tenang tadi mau esemes kamu tapi urung, aku kira kamu masih sibuk tujuhbelasan. Akhirnya aku putuskan untuk membuka buku rohani judulnya ‘Cambuk Hati’ yang sering aku baca bila saat gundah, lumayan untuk mengisi jiwa yang kosong  melompong entah ke mana isinya, mungkin sudah tercecer dalam dua bulan ini. Bagaimana keadaanmu... sobat? Semoga tidak semendung yang aku alami, aku sendiri aneh dengan diriku, sekarang jadi lemah, cengeng, dan kesepian. Aku kira aku tidak pernah berada di posisi seperti ini tapi kenyataan membuat aku sadar kalau aku tidak setegar yang aku kira. Ada yang lebih aneh... aku sekarang suka menghindar dari keramain... aku pusing dengan kebisingan.... terkadang aku merasa menjadi orang yang tidak beruntung, setiap orang yang aku cintai..saudara, teman, maupun cowok sering menoreh luka di hatiku. Terkadang aku berpikir apa yang salah denganku? Dosa apa yang pernah aku lakukan? Sementara aku bukan orang yang jahat-jahat amat aku tidak pernah melakukan dosa besar. Mengapa yang aku terima adalah hal-hal pahit terus? Bukan aku tidak ridho atau bersyukur.... kalau aku bilang tidak pernah bahagia nanti jatuhnya aku tidak bersyukur. Aku tidak mau jadi lilin yang hancur demi menerangi sekelilingnya, aku mau jadi lentera yang menerangi aku dan sekitarnya juga tanpa harus lebur aku tidak pernah mengeluh pada siapapun, tentang apun..makanya aku dikira tidak pernah sedih, kecewa, atau sakit hati. Padahal setiap aku dapati hal-hal tidak menyenangkan aku berusaha menelannya bulat-bulat..jangan sampai tercecer dan diketahui orang, airmatapun aku tahan jangan sampai menetes. Itulah sebabnya seumur-umur aku Cuma beberapa kali menangis, aku kenyang dengan masalah. Saat ini aku tidak tahu lagi apa itu rasa, apa aku sedih, sakit hati, tersinggung, kecewa, senang atau bahagia sekalipun...aku tidak tahu. Semua datar-datar saja..tidak ada reaksi. Kadang aku juga tidak tahu apa aku sedang benci sama seseorang, sulit membedakannya. Kamu suka bilang aku berhati lapang, menurutku hatiku malahan bolong, jadi tidak ada yang nyantol lewat semua. Ah.... mungkin aku berlebihan, aku bukan putus asa, cuma aku merasa hidup terlalu menempa jadi kelewat kebal barangkali. Kadang aku  malas memikirkannya, itu juga yang kadang orang bilang aku tenang... bagaimana tidak tenang lho wong aku tidak nyangkutin hati dan otak. Aku buang semua bersama angin yang lewat, aku tolol bahkan pinter juga aku tidak paham. Yang aku tahu adalah hidup kewajiban dan kita harus mensyukurinya suka atau tidak suka dan kalau kita tidak banyak berharap kita tidak akan kecewa, itu saja yang mesti dipegang. Aku ikutin kata hati makanya kadang orang bilang aku susah diatur. Padahal memang aku pikir toh orang tidak pernah memikirkan aku, asal jangan lewat norma agama saja.’
   ‘Tadi juga pas habis maghrib aku buka-buka catatan kecil tentang dirimu, terus aku berpikir dan jadi sangat kangen dengan dirimu. Apakah kamu masih seperti Lexa yang dulu seperti dicatatanku itu? ternyata kamu sudah memberi jawaabannya. Aku tidak memiliki kekuatan untuk menghibur hati yang sedang kosong dan pengetahuanku tidak memiliki obor untuk menerangi hatimu yang sedang suram, tapi satu hal sahabat.... aku tidak akan pernah meninggalkanmu... aku tidak akan ke mana-mana. Dan satu hal yang ingin aku bilang ke kamu, aku sudah menemukan dirimu kembali... terus terang apa aku harus angkat topi atau sedih? Jenuh, bosan, kecewa bahkan sering muncul di benak kita namun bila kamu tidak tahu harus melakukan apa-apa diam saja dan harus ingat bahwa masih ada aku yang sangat menyayangi kamu dan aku bisa tersenyum  bangga bisa mengenali kamu. Kamu tahu siapa aku begitupun sebaliknya, kamu kenyang dengan asam garam kehidupan aku mungkin bukan orang yang pantas untuk bicara banyak takut salah, karena aku tahu  kamu sudah memahami banyak hal jenis kehidupan.. namun yang pasti Tuhan memberikan cobaan dluar dugaan kita, itulah misteri hidup. Jika kita memecahkan misteri itu maka itulah kemenangan yang hakiki. Jika kamu menganggap hatimu bolong tapi aku akan bilang hatimu sudah penuh, ibarat gelas yang terus-terusan diisi air hingga luber, tetapi aku yakin... kalau yang bolong bisa ketutup kembali dan gelas bisa lebih besar lagi ..,’
   ‘Tidak seorangpun yang mampu menerangi hati orang lain kecuali orang yang memiliki hati itu sendiri, mungkin ini juga pelajaran buat hati dan hidupku. Selama ini aku tidak pernah peduli dengan hatiku. Aku paksa dia kuat dalam segala keadaan  dan aku berhasil membuat dia kokoh dan keras. Namun hati tetaplah hati dia tidak terbuat dari beton, dia punya rasa bila kesedihan menimpanya. Dia tersentuh berarti hatiku masih hidup dan tidak membatu. Aku tidak mau tidak mau hati yang mati, saat ini aku biarkan hatiku bebas merasakan apa saja yang dia inginkan. Aku mulai menyayangi hatiku yang cengeng dan penuh haru ini.’
   ‘Seperti yang pernah aku bilang sebelumnya kamu sedang mengajarkan hatimu dari rasa asing dari kekokohan yang terbentuk selama ini dalam keadaan apapun dirimu, aku tetap bangga,’
   ‘Ini mungkin yang namanya menikmati kesedihan dan di dalamnya terdapat pelajaran baru yang selama ini tidak kita ketahui. Semua masalahku sudah aku serahkan kepada Allah dan aku siap menjalani semua kemungkinan yang dihadapkan kepadaku, andai tidak nikmat akan aku nikmati agar menjadi senikmat mungkin. Yang paling aku syukuri di dalam hidupku adalah aku memiliki teman-teman yang selalu support aku terutama kamu Helen.... terima kasih banyak atas semua kebaikan yang telah kamu beri, itu amat sangat membantuku dalam kondisi lalu dan saat ini, i love you...my friend.’
   ‘Sama-sama sahabat, hidup terus tik-tok.... dunia ini milik kita selagi kita punya hati dan membukanya insya Allah yang tercecer akan kembali utuh. Good night have nice dream....,
*
 Kebersamaan,
   Tak berapa lama kemudian, Lexa seringkali datang ke rumahku untuk sekedar jalan-jalan atau habis berkunjung dari tempat saudara yang ada di luar kota. Menginap lalu mengunjungi pusat perbelanjaan, setelah itu menikmati makanan kesukaan masing-masing sampai menikmati es krim layaknya anak kecil yang sangat menikmati kebersamaan dengan orang yang paling ia sayangi. Lexa memang masih single tapi karena aku tahu tentang dia maka tidak pernah sekalipun aku mendesaknya untuk menikah meski banyak teman yang aku kenal coba mendekatinya melalui aku.. tapi aku sangat tahu seperti apa tipe pria yang ia sukai. ‘Yang bisa membimbingnya untuk menjadi imam yang baik dan pengetahuan Agama-nya satu tingkat diatasnya’ simple-kan?!
   Pernah suatu kali Lexa bersama kakaknya yang lain mengunjungi keluarga yang sedang menikahkan anaknya di luar pulau, setelah itu ia memilih untuk tinggal beberapa hari menginap di tempat saudaranya yang lain. Tempat saudaranya itu tidak bisa dibilang jauh dari tempatku karena masih wilayah JABODETABEK. Kamipun selalu berkirim informasi dan selalu tahu sedang apa dan ada di mana, setelah sampai ternyata Lexa membawakan banyak oleh-oleh berupa gelang hasil kerajinan tangan daerah yang telah ia kunjungi dan untukku ia membelikan agak special membuat keluarganya agak cemberut. Gelang itu terbuat dari kulit kura-kura sebanyak enam ia memakai tiga dan untukku tiga. Indah memang karena mengkilap dan memang special.
   Saat itu aku mendatanginya dan kamipun main seharian di rumah temannya, temanku juga yang masih ada hubungan darah dengan Lexa. santai, makan dan bercerita banyak hal. Suamiku-pun sangat mengenali Lexa namun ia tidak tahu seberapa sayang aku sama gadis itu. keesokannya kami berjanji untuk jalan-jalan ke sebuah pusat belanja namun aku tidak bisa datang karena ada orang sakit yang harus aku antar ke rumah sakit.  Paginya aku mengatakan kepada Lexa kalau aku tidak bisa datang dan menemaninya belanja. Lexa sangat kecewa, ia bahkan tidak mau menerima telepon dariku, saat aku mengirim pesan ia melempar ponselnya agar tidak membaca pesan dariku. Aku akhirnya mengirim pesan kepada teman kami itu namun Lexa mengancamnya untuk tidak mengangkat telepon dariku. Aku tidak tahu kalau Lexa sekecewa itu. temannya mengatakan perkiraan kalau suamiku melarang aku untuk pergi namun dengan penuh emosi Lexa mengatakan ‘tidak mungkin karena suaminya sudah sangat kenal denganku.’ Temannya tidak berkomentar lagi karena takut salah.
   Temannya mengatakan mereka tidak jadi pergi dan di rumah akhirnya Lexa merapikan rambut temannya meski agak marah-marah. Gadis hairstylis itu ternyata sangat kecewa, temannya mengirim pesan kepadaku mengatakan kalau besok mereka akan tetap belanja, ia berpesan mengatakan kalau bisa aku harus datang karena Lexa kecewa dan ia sempat tidak mau bicara apa-apa. Akupun mengatakan pada perempuan itu bahwa besok akan datang tapi jangan kasih tahu kepada Lexa, aku ingin mengobati rasa kecewanya. Pagi-pagi sekali aku sudah menyelesaikan pekerjaan rumahku dan setelah itu minta diantarkan ke depan sama suamiku agar aku bisa menunggu angkutan untuk menuju tempat Lexa menginap. Tadinya suamiku sempat komplin dengan mengatakan. ‘penting sekali sepertinya ke sana.’ Aku tahu ia tidak begitu suka aku pergi-pergi meski dengan orang yang ia kenal. Dia memang seperti itu paling suka aku berdiam diri di rumah kalau bisa tidak usah ke mana-manapun seumur hidup, ia tidak peduli kalau aku butuh referensi untuk tulisan-tulisanku. Pukul tujuh lewat aku sudah muncul di depan gang rumah teman Lexa, yang punya rumah sedang mengantar anaknya ke sekolah tapi ia memintaku untuk langsung ke rumahnya sebab di sana ada ibundanya tapi aku sampai pas perempuan itu sudah kembali dari sekolah dan sepertinya mereka akan segera pergi untuk jalan-jalan. Melihat aku muncul pagi itu Lexa benar-benar kaget karena ia tidak tahu kalau aku akan ikut menemaninya. Kejutan pagi itu berhasil dan bisa aku lihat Lexa tersenyum lebar dan kamipun berpelukan. Akhirnya seharian itu kami jalan-jalan bertiga, Aku, Lexa dan teman kami. Pulang dari rumah temannya aku kehujangan sepanjang jalan.
*
   Suatu hari mendapat telepon dari orang terdekat Lexa, dengan rasa tidak percaya aku mendengar semua apa yang ia uraikan. Merasa kaget, emosi namun percaya apa yang semua ia katakan..karena aku sudah melihat dari sikap dan cerita Lexa selama ini namun tidak menyangka akan separah itu. tadinya aku pikir perempuan itu bercerita santai dan hanya sekedar cerita namun lama-lama aku mendengar nada sebal dan muak dari perempuan itu saat menceritakan kondisi Lexa.
   Setelah mendengar semuanya aku-pun menelepon adik Lexa yang dikampung untuk sekedar memastikan di mana Lexa tinggal. Hanya itu yang aku tanya, tidak lebih. Aku-pun bertanya kepada Lexa apa yang terjadi sebenarnya? Karena aku mendengar hal yang tidak enak dan diluar dugaanku. Namun Lexa merasa tidak pernah terjadi apa-apa dengan orang-orang terdekatnya. Setelah aku menegaskan ia pun meminta aku menjelaskan apa yang telah ia dengar. Aku merasa tidak mungkin untuk mengatakan kebenaran itu karena merasa tidak etis sekaligus agak kasar sehingga aku merasa ia tidak pantas mendengarkannya. Aku hanya minta Lexa mengingat-ingat apa yang telah terjadi namun ia tetap merasa tidak pernah terjadi apa-apa dan kembali ngotot minta aku menjelaskan kalau tidak maka ia mengancam akan bertanya kepada adiknya karena ia mengira aku telah menjelaskan semuanya kepada adiknya.
   Setelah kejadian itu Lexa berubah drastis kepadaku dan saat ia kembali ke Jakarta ketika mengantar tantenya berobat bukan ia yang memberitahukan hal itu namun temannya. Sejak itu aku merasa ada hal yang tidak bisa ia terima dariku. Aku tetap datang menemuinya dan berusaha tidak ada hal yang berubah meski aku merasa aneh. Keesokkannya ia kembali mengirim pesan dengan mengatakan kalau ada waktu senggang main saja ke rumah sakit namun demi Tuhan aku merasa itu adalah basa-basi yang teramat kaku. Dan semakin hari perubahan itu semakin terasa dari selama ini selalu komunikasi, kirim pesan atau telepon berjam-jam namun kini tidak pernah lagi. Setiap mengirim pesan aku selalu memanggilnya ‘Lex’ dan setiap pesan selalu diakhiri dengan tanda koma meski harus beakhir dengan tanda titik aku tetap menuliskan tanda koma, itu ciri khas hanya untuk Lexa.
   Aku memang selalu memberikan ciri khusus cara menyebut teman-temanku dan mereka sudah hafal dan kalaupun aku menggunakan nomor lain mereka tahu bahwa akulah yang mengirim pesan itu tak perlu bertanya lagi ‘siapa ini?’ seperti ‘sob, inisial nama atau singkatan nama mereka.
*
Kata maaf
   Hanya itu yang ingin aku dengar dari mulutmu selama ini, mengapa  aku harus menunggu lebih dari setahun untuk mendengar kata ‘Maaf’ dari mulutmu Lexa…???
   Begitu beratkah kata itu untuk diucapkan meski  kamu merasa bersalah? Ah…. kamu memang keras kepala, walaupun kamu sadar aku sangat menyanyangimu… jangan manfaatkan kasih sayangku. Dan akhirnya..... Terima kasih sahabat, tadi sore akhirnya aku dengar juga kata maaf darimu meski bukan itu tujuan utamaku.
   Meminta maaf takkan membuat orang itu menjadi rendah…., malahan membuatnya menjadi lebih mulia. Itulah posisimu saat ini di hatiku.
*
Apakah semua orang rela melakukan apa saja dengan satu alasan demi kebaikan?
   Apakah aku salah? Mengambil tindakan meninggalkanmu karena aku sangat menyayangimu. Setelah kau mengatakan betapa sangat kecewanya dirimu atas penjelasan yang aku paparkan, sedang kamu sendiri yang memintaku untuk berkata jujur. Menurutmu, bersahabat itu harus saling terbuka… Tidak boleh saling tersinggung, Saling mengerti, Saling jujur, menyangkut apa pun itu.
   Semua kejujuran itu telah kau dengar dari mulutku, yang tadinya tidak sanggup aku utarakan….Tapi kau memaksaku sampai mengancam untuk bertanya pada orang lain… padahal orang lain tidak tahu apa-apa. Sungguh aku tidak sanggup menyampaikannya padamu tapi kamu memaksa. Dan kita telah berjanji sebelumnya bahwa tidak boleh ada yang disembunyikan/rahasiakan dalam persahabatan kita. Hanya itu yang aku ingat… Dengan tanpa berpikir panjang…. Kejujuran yang seharusnya tidak boleh kau dengar itu terlontar juga… tadinya aku pikir itu semua demi kebaikanmu karena aku sayang kamu. Namun setelah mendengar semua itu kamu berubah…Yang selama ini setiap hari menyapa baik lewat telepon atau pun pesan singkat… namun sejak itu tak lagi ada satu kata pun kudengar darimu, Hampir setiap hari aku menyapamu ‘Say Hello’ tanya kabar atau memberi ucapan apa saja.. tapi aku tak pernah mendapat respon darimu lagi.Itukah yang kamu sebut ‘persahabatan kita sangat kuat dan tidak akan hancur kalau kita berdua sama-sama tidak menginginkannya hancur?’ Selama ini, aku masih bertahan…. Karena aku pikir tidak akan hancur kalau hanya kamu yang menginginkannya hancur. Sekali lagi aku mengatakan, Aku tidak tahan lagi menikmati situasi yang tidak nikmat ini..
   Dan…. saat itulah aku mendapat jawaban darimu, kamu menjelaskan semuanya, Mengatakan aku telah membuatmu sangat kecewa.
Pesan singkat
   “Sudahlah… jangan terlalu dinikmati aku hanya butuh waktu atas betapa kecewanya aku sama kamu. Aku kecewa sama orang yang menyampaikan itu sama kamu tapi aku tahu kekurangan dan kebodohan orang itu.. semua sudah tahu dia. Jadi aku sangat memakluminya. Tapi kamu….?! Kenapa kau lakukan itu? Itu namanya sayang…? Itukah namanya menjaga? Itukah namanya menghargai? Bukan sama kamu saja dia ceritakan hal itu, pada semua orang ia katakan hal yang sama… tapi semua orang tahu dia dan aku. Jadi satupun tak ada yang nyampain ke aku. Tapi kamu Helen………?!! Aku jadi makin tidak paham sama kamu, aku jadi asing sendiri. Padahal aku tahu omongan itu tanpa kamu sampaikan ke aku. Tapi saat kamu mengatakannya aku bukan sedih dengan penyampain ucapannya. Aku kecewa dengan sifatmu, kenapa kamu begitu tak bijaksana sih…? Mengapa kamu mendiskriminasikan aku? Seharusnya kamu lindungi sahabatmu. Kenapa aku beranggapan  seolah-olah kamu mendorong aku ke jurang tanpa bertanya apa kesalahanku. Aku cuma butuh waktu menerima kekuranganmu itu, tak ada benci di hati.”
   “Oh, begitu? Jadi di sini kebodohanku karena penyampaian itu? Kamu yang maksa aku mengatakan semua apa yang orang itu katakan. Aku tidak bisa bohong sama kamu, karena di awal persahabatan kita sudah berjanji tidak boleh ada yang disembunyikan apapun itu, karena sahabat yang baik tidak selalu mengiyakan kebaikan saja. Jika kejujuranku membuatmu kecewa meski aku tidak pernah bermaksud membuatmu kecewa. Aku memang tidak bisa terima kata-kata orang itu karena menurut aku sangat tidak etis. Aku emosi. Jika kau tahu semua apa yang orang itu katakan sama aku mengapa saat itu kamu marah besar saat aku tidak mau cerita karena tidak sanggup menyampaikannya sama kamu…??? Sampai kamu ngancam ke aku untuk bertanya sama orang lain yang kamu kira aku cerita ke orang yang nyatanya tidak tau apa-apa... Aku tidak akan pernah maksa kamu terima aku lagi sebagai sahabatmu, hanya saja aku butuh penjelasan...,”
   “Ya kalau kamu anggap itu hal benar aku minta maaf… tak dapat memakluminya saat itu. Jadi tak ada yang salah di sini. Dia dengan sifat dasarnya aku maklumi kamu yang jujur tak peduli dengan akibatnya…., sedang aku yang berharap tidak mendengar ucapan yang tidak ngenakin dari orang yang aku sayangi. Aku paham atas semuanya. Sekali lagi aku tak membenci di sini, aku sudah paham.”
   “Setelah aku berpikir lagi…. aku hanya mau bilang aku tidak akan membuatmu kecewa lagi, tidak akan menyakitimu lagi…tidak akan pernah…, karena aku tidak sanggup mendengar kamu KECEWA atas sifatku, semua ini hanya satu alasan…. Karena aku SAYANG sama kamu, untuk TERAKHIR kalinya aku mau bilang ‘Maaaaafkan  aku...,”
   (Aku sayang sama kamu makanya aku akan pergi dari hidupmu, agar kamu tidak akan pernah lagi kecewa sama aku)           
*
Mimpi itu,
   Sebulan pas aku sudah memutuskan untuk tidak lagi berkomunikasi sama Lexa tapi entah mengapa pas hari itu aku bermimpi ketemu sama Lexa meski tidak sendiri. Dia datang ke rumahku bersama dua orang teman kita yang lainnya, kita saling melepas rindu meski sama-sama tahu atas kesalahan selama ini namun kita tetap berdekapan erat dan saling mencium pipi satu sama lain dengan tak lepas menciptakan senyum seolah saling mengatakan kalau kita memang sama-sama tidak bisa dipisahkan sampai kapanpun dan dengan masalah seberat apapun juga.
   Apakah benar kata salah satu temanku yang bernama Apbriel ‘Pada dasarnya tidak ada perpisahan untuk seorang teman, yang ada mungkin hanya kejenuhan sesaat?’Ah, tanpa sadar air mata ini pun menetes.         
*
Sepertinya kamu telah berhasil melupakan aku,
   Sejak peristiwa pertengkaran itu biasanya kamu masih selalu mengirim sms setiap kali ada hari besar atau sekedar mengucapkan kata-kata indah dan sebagainya. Tapi kali ini tidak, apakah kamu sudah berhasil melupakan aku? Jika iya apakah aku merasa senang? Atau sebaliknya? Entahlah. Yang pasti antara kita sudah tidak ada beban apapun lagi. Perlahan semuanya akan menghilang seperti asap ditiup angin, semua ini memang butuh proses yang tidak gampang. Namun satu hal yang ingin aku katakan ‘terima kasih sudah pernah menjadi yang terbaik di dalam hidupku.’
*
   Aku mengirim pesan singkat karena melihat status kakakmu di akun Facebook, karena aku berpikiran sama tentang kamu. Di status itu kakakmu seolah menyesali sikapmu yang belum juga berubah. Aku inbox ke kakakmu dan ia membenarkan kekecewaannya terhadap kamu.
   Setelah beberapa bulan tidak mengirim pesan sama kamu malam itu akhirnya aku menulis pesan dengan menanyakan.
   ‘Lex...,?’ kataku, seperti yang pernah aku katakan setiap mengirim pesan dengan Lexa.. aku selalu mengakhirinya dengan tanda koma tidak peduli apakah berakhir dengan tanda tanya atau apapun itu dan Lexa langsung merespon pesanku.
   ‘Ada apa?’
   ‘Tidak ada apa-apa,’
   Hanya itu hingga sekarang……….!!!!
   Sebnarnya aku hanya ingin mengetes Lexa apakah masih ingin membalas pesanku atau tidak meski sejujurnya aku merindukan dirinya, ternyata dibalas… ya sudah. Semoga yang kakaknya katakan itu tidak benar adanya.
**

Bersambung :) :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar