**
BAB
LILIANA
Perempuan
itu persis putri Solo, ia berada diantara para ibu muda yang sedang mengantar
anak-anak mereka yang sekolah di TK yang ada di perumahan sebelah. Terlihat
ramah dengan yang lain, suaranya terdengar nyaring meski terkesan manja. Hanya
sekilas aku meliriknya lalu pulang setelah mengantar anakku tidak seperti yang
lain menunggu mereka di halaman sekolah tapi aku selain anakku tidak mau
ditunggui aku juga memang harus pulang karena harus masak dan mengerjakan
pekerjaan rumah yang lainnya.
Liliana
sepertinya akrab dengan salah satu guru TK di sana karena tidak jarang aku
melihat mereka berdua berbincang saat aku menjemput putraku. Namun setelah aku
ketahui ternyata perempuan itu hanya mengantar dan menemani anak majikannya dan
terlihat sekali ia begitu menyayangi anak itu. pernah aku melihat ia
memandangku sekilas seolah penasaran dengan sosokku yang pada umumnya menilai
cuek, tapi apa pedulinya. Tidak tahu apa yang menyebabkan aku menyukai
priabadinya, mungkin karena keikhlasannya mengajar, membantu anak itu membuat
PR setiap malam lantaran ibunda anak itu bekerja dan selalu pulang diatas pukul
tujuh malam juga kepandaiannya dalam memasak. Namun dibalik itu ternyata ia
punya sifat yang rada cerewet dan bawel ke arah yang benar. Perempuan yang
masih single, gigih dalam bekerja
membantu keluarga, berwawasan luas dan tidak menyangka kalau ia sekedar lulusan
SMP. Meski ia memimpikan sekali mengenakan seragam putih abu-abu namun tak
kesampaian lantaran ketidakmampuan kedua orang tua dan setelah dewasa ia
membantu orang tua agar adik-adiknya tidak bernasib sama dengannya.
Satu hal
yang tidak begitu berkenang dengan sifatnya yang tidak segan meminta
pertolongan kepada siapa saja bahkan meminta tolong ke arah yang memerintah,
tapi ia punya sisi baik yaitu suka memberi masukan kepada teman-temannya dan
tidak segan menasehati orang yang lebih muda darinya. Sempat diliputi rasa
cemburu teman lantaran aku punya teman yang lebih darinya. Aku sering
mengunjungi rumahnya yang masih satu komplek denganku, setiap kali datang ia
selalu memperlakukanku dengan baik, membuat kopi bahkan selalu memintaku makan
kalau ia sudah selesai masak. Masakannya memang selalu enak. Satu hal yang
tidak pernah aku mengerti darinya mengapa ia punya tenaga yang sangat luar
biasa dalam mengurus semua pekerjaan rumah belum lagi harus mengantar,
menjemput, dan mengajar anak majikannya di malam hari sampai anak itu menjadi
rengking di kelasnya. Ia mengakui sangat senang berteman denganku karena aku
tidak memilih teman dalam hal status sosial, akupun bisa melihat ia bisa
berteman dengan kalangan siapa saja. Pun anak mahasiswa, guru bahkan orang yang
sudah menikah seperti aku. Orang yang dekat dengannya bisa juga dekat denganku.
Ia punya
kakak perempuan yang bekerja di Hong Kong sudah cukup lama dan sejujurnya dia
juga punya keinginan besar untuk bekerja di sana. Ia pernah masuk dalam
karantina sebagai calon tenaga kerja untuk ditempatkan di Hong Kong namun
setelah selesai pelatihan ia tidak bisa diberangkatkan karena kondisinya kurang
fit sehingga membuatnya sangat kecewa namun aku yakin semua itu sudah diatur
sama Tuhan. Liliana kembali bekerja di tempat lamanya untuk membantu keluarga
yang berasal dari kampung halamannya Surabaya. Tadinya aku pikir dia adalah
keponakan dari orang yang punya rumah namun setelah aku mendengar ia memanggil
‘Bu’ semacam panggilan asisten rumah tangga kepada nyonya rumah mengertilah aku
kalau ia hanya sebagai asisten rumah tangga. Kecurigaanku bukan tanpa alasan
karena aku melihat apapun yang ia lakukan kesannya dia adalah salah satu dari
keluarga itu yang aku lihat semua yang ia lakukan adalah tulus, tak
memperlihatkan jarak antara orang lain dan ia memperlakukan anak majikannya
layaknya anaknya sendiri. Ia marah kalau anak itu salah dan memuji kalau anak
itu pintar. Yang punya rumahpun tidak bisa mengatur anaknya kalau bukan
Liliana. Keluarga itu tentunya sangat
beruntung memiliki asisten rumah tangga yang seperti Liliana meski
sebenarnya mereka adalah berasala dari Provinsi yang sama.
Ia punya
pacar seorang pemuda yang rumahnya tidak terlalu jauh dari tempat majikannya,
pemuda yang tidak biasa. Punya dua adik perempuan seusia Liliana dan bisa juga
dekat dengan Liliana. Lama juga mereka menjalin kasih sehingga pria itu
akhirnya berpaling ke perempuan lain mungkin ia dipengaruhi teman-temannya
untuk menjauhi Liliana karena statusnya tapi bisa juga ada hal lain. Namun aku
bisa melihat kalau pria itu sebenarnya sangat resfect dengan Liliana, semua itu terjadi karena Liliana bisa
menjaga kehormatannya.
Sebelum Liliana
pulang kampung ia memberikan sebuah buku kecil yang sudah ia isi.
To
: Helen,
Buat aku pribadi kamu itu adalah sumber
keceriaan, karena siapapun orangnya kalau dekat dengan kamu pasti akan selalu
ceria. Kamu kreatif, selalu punya ide-ide yang membuat dirimu tidak pernah
membosankan baik buat diri sendiri maupun orang lain.. salah satu contohnya
dengan hobi menulis itu.
Kamu itu tipe orang yang bisa menarik
perhatian siapa saja yang melihat terutama kamu pria. Romatis dan mungkin itu barangkali sebab orang banyak menyukaimu.
Ramah, mungkin pada awalnya aku bisa mengatakan kalau kamu adalah orang yang
sombong, tapi setelah aku kenal ternyata kamu adalah orang yang cukup ramah dan
dari sekian orang yang aku kenal juga mengatakan kalau kamu adalah orang yang
ramah aslinya.
Tipe orang yang idealis, di mataku kamu
adalah sosok orang yang selalu bisa mandiri, tidak mau bergantung pada orang
lain tak terkecuali pada suami sendiri. Banyak memulai sesuatu namun enggan
menyelesaikannya sehingga membuat orang tambah penasaran.
Sosok yang suka menolong orang lain, dan
bersedia melakukan banyak hal untuk mewujudkannya. Sosok yang bisa mengerti dan
memahami sahabat dan menghargai arti persahabatan. Nah! Kamu itu termasuk orang
yang egois juga dan keras kepala tetapi bukan berarti aku membencimu, justru
aku sayang sama kamu Helen....
Kalau soal ada yang bilang kamu itu adalah
sosok yang nafsuin mungkin itu tergantung orang yang melihat dari sisi
mananya.... negatif atau positif.. kalau buat aku melihat dari segi
positifnya... karena yang terpancar dari dirimu adalah kasih sayangmu dan
keromantisanmu. Dan satu hal yang pasti bisa aku rasakan adalah kamu itu bisa
menjadi seorang Ibu, kakak, teman, dan sahabat...terutama untuku.
Maat yaa.... Helen.... kalau ada kata-kataku
yang kurang berkenan di hatimu aku sekali lagi minta maaf tetapi yaitulah
sosokmu di mataku.
Aku sayang kamu,
Liliana.
Buku itulah yang Liliana tinggalkan dan ia memutuskan
untuk tidak lagi bekerja di tempat itu, keinginannya untuk kembali bekerja di
luar selalu mengganggu ketenangannya sehingga ia terus berobat sampai
penyakitnya tidak lagi terdeteksi membuatnya ingin masuk pelatihan lagi,
setelah menguasai bahasa negara itu namun pas tes kesehatan ia kembali gugur
karena penyakitnya kembali kambuh. Liliana menelepon aku menjelaskan semuanya
dan ia mengatakan menyesali semua usahanya, ia pun menangis dan aku hanya
mengatakan mungkin itu bukan jalan yang terbaik untukmu... dan jangan pernah
menyesali semua ilmu yang telah didapat karena pasti ada manfaatnya suatu saat
nanti. Tuhan memang selalu punya rencana diluar dugaan umat-Nya namun itu pasti
yang terbaik meski kita tidak menyadarinya. Kesedihan Liliana semakin jadi
karena adik perempuannya malah bisa pergi meski sebenarnya dia yang sangat
menginginkan agar bisa pergi.
Taklama
setelah itu Liliana menemukan jodohnya meski mereka tidak lama saling kenal..
tadinya ia mengatakan tidak punya perasaan lebih kepada pria itu sehingga aku
sempat melarang ia menikahi pria itu dengan alasan jangan mengulangi kesalahan
yang telah aku lakukan. Liliana memberi alasan kalau pria itu sangat baik
kepadanya meski perasaannya biasa-biasa saja ia pun menerima pria baik itu. aku
memang tidak kenal dengan pria itu namun Liliana sempat memberi waktu padaku
untuk kenal melalui telepon, aku mengatakan pada pria itu untuk menjaga Liliana
dan jangan pernah menyakiti hatinya. Pria itu anak tunggal seperti keinginan
Liliana yang sempat mengatakan ingin mencari pasangan hidup dari anak pasangan
yang hanya punya satu anak. Mereka tinggal di Provinsi yang sama. Setelah
menikah, Liliana datang ke Jakarta mengunjungi rumah mantan majikannya dan
tentunya menemui aku, itu pertama kalinya aku bertemu dengan suaminya. Kesan
yang aku lihat pertama pria itu polos dan baik.
Liliana
mengatakan dengan berjalannya waktu ia bisa mencintai pria itu membuat aku
mengucap syukur karena bagaimanapun juga aku tidak ingin ia mengalami nasib
yang sama seperti aku. Liliana melahirkan seorang putra dan kini putra hanya
satu sama seperti aku. Sejak kenal dengan Liliana aku merasakan bagaimana ia
kehilangan ibunya, dan adik perempuannya yang sudah memiliki suami namun belum
punya anak. Sebelum meninggal aku sempat bertemu dengan adiknya sehingga aku
membuatkan sebuah novel meminjam namanya atas izin Liliana juga.
Liliana
perempuan lembut dengan sikap keras menghadapi adik-adiknya meski ia bukanlah
anak pertama melainkan anak ke dua namun di dalam keluarga ia punya peran
penting apalagi sejak ibunya tiada. Kini salah satu adik laki-lakinya bekerja
di Korea.
............>>>>>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar