Senin, 22 April 2013

'SELEMBAR TIRAI'


BAB 1
Siapa mencintai siapa
       Gema suara guntur menggelegar membahana seakan mau membelah bumi ini diiringi derasnya hujan yang berjatuhan dari langit, inilah alam yang penuh dengan misterinya namun Tuhan maha mengetahui. Air mulai menggenangi halaman rumah-rumah penduduk, banjir kecilpun sudah mulai kelihatan. Jakarta memang rawan banjir, apalagi kalau kota Bogor sudah hujan maka Jakarta rela tidak rela akan menerima air kiriman dari sana.
       Kareena menyandar di tiang halte bis, gadis itu terlihat kedinginan. Ia tak peduli dengan satu dua orang yang ada di bawah halte itu, matanya menatap kosong pada titik-titik hujan yang jatuh di depannya. Ia melipat kedua tangannya di dada, ia melamun atau sedang mengingat masa lalunya waktu di Palembang. Perjalananya masih sangat panjang.
      “Karin…….?” Suara itu disertai dengan sentuhan lembut di pundak Kareena memaksanya menoleh dari datangnya suara dan terlihatlah sebuah senyuman manis dan gigi-gigi putih yang cemerlang, Kareena pun membalas senyum tulus itu. “Pulang bareng, yuk?” ajak Arman. Teman sekelas Kareena. Mereka masih mengenakan seragam putih abu-abu, hanya saja Arman menutupinya dengan jaket kulit. Arman datang ke sekolah mengendarai motor tapi tadi Kareena tidak mendengar suara motornya berhenti. Entah itu untuk yang keberapa kalinya Arman mengajak Kareena pulang bersamanya dan belum pernah dikabulkan oleh Kareena.
      “Duluan aja, Ar….. lagian masih gerimis ini.” Kata Kareena beralasan dan belum beranjak dari tempat duduknya.
       “Oke, kalau begitu gimana kalau kita sama-sama tunggu gerimisnya reda.” Sepertinya Arman bersikeras dan bersabar, kesabaran Arman selama ini membuat Kareena seringkali goyah. Sudah hampir dua bulan ini pria
itu coba mendekatinya, itu yang diketahui Kareena, tapi menurut Lucy sahabat Kareena, pria itu menyukai
Kareena sejak ia masuk sekolah itu. Mungkin.
      Arman bukan anak sembarangan, ia termasuk murid yang jenius, sopan dan tampan pastinya. Tapi dia playboy dari anak orang kaya. Tapi sejak menyukai Kareena ia jarang membawa mobil karena ia tahu Kareena tidak suka ia mengumbar kekayaan orang tuanya. Sepertinya demi mendapatkan cinta Kareena saja.
      Kali ini pria itu sudah berdiri di samping Kareena dan bicara dengan agak berbisik. “Karin… kamu tidak menyukai aku, ya?”
      Kareena melirik ke wajah Arman sekilas. “Kamu ngomong apa sih?” katanya pelan dan malu, lalu menoleh lagi ke jalanan.
      Arman belum menjauhkan wajahnya dari dekat Kareena. “Bukannya tanpa alasan aku bertanya seperti itu, jawablah.” Ujarnya. Kareena tidak ingin terlalu menghiraukan kata-kata Arman. Ia menarik napas sejenak lalu menatap pria itu. Pria itu masih menantinya dengan sabar.
      “Sepertinya untuk menjawab pertanyaanmu, kali ini aku harus mengikuti ajakanmu.” Kali ini Kareena mengalah.
       Arman menatap gadis itu dengan rasa masih tidak percaya. Beberapa detik berikutnya mereka sudah meninggalkan area halte karena hujan pun sudah mulai berhenti. Arman masih tidak percaya kalau akhirnya Kareena benar-benar mau pulang bersamanya. Setelah perjalanan
satu menit Arman menepikan motornya. Berhenti.
      “Bagaimana kalau kita mampir dan makan dulu di sana?” usulnya setelah menunjuk ke arah kafe kecil.
       “Sebaiknya kita langsung pulang saja.” Kareena tidak mengabulkan permintaan Arman.Arman menoleh ke belakang sedikit untuk bicara dengan Kareena. “Kenapa? Apa anak SMA tidak pantas makan di kafe?”
katanya sembari tertawa kecil.
      “Mungkin ya, tapi yang pasti aku merasa nggak enak aja dengan seragam yang masih kita kenakan ini.” Sahut Kareena. Ia tidak ingin dilihat orang makan-makan di kafe dengan masih mengenakan seragam sekolah. Kurang etis saja, itu pikir Kareena.
      “Oke….” Arman memaklumi apa yang Kareena katakan. Mereka akhirnya melanjutkan perjalanan dan gerimis pun turun lagi. Ketika sampai di tempat tinggal Kareena, Arman tidak mau masuk meskipun tantenya Kareena sudah menawarkannya untuk mampir. Arman cukup merasa bahagia bisa mengantar Kareena pulang. Arman Arman…..!
      Tante yang melihat baju Kareena basah menjadi khawatir. “Mengapa memaksa pulang kalau masih hujan?” katanya. Ia tidak mempermasalahkan Kareena pulang naik motor temannya tapi kalau kehujanan gadis itu bisa saja sakit.
       “Tadi sebenarnya dari sekolahan hujannya sudah berhenti Tante, tapi pas mau nyampe hujan lagi, rasanya tanggung juga berhenti lagi.” Kareena sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil.
       “Tapi lain kali tidak boleh seperti itu lagi nanti kamu bisa sakit, kamu ganti baju sana terus makan, tidak usah menunggu Yoga.” Saran tantenya dengan nada seperti biasa, lembut dan penuh perhatian. Wanita karir itu berjalan ke kamarnya, hari sabtu ia libur dan memang senang menghabiskan waktunya di rumah. Kalaupun pergi biasanya hari minggu itupun biasanya ke pantai bersama suaminya.
       Kareena masuk ke kamarnya, ia belum ada nafsu untuk makan. Beberapa detik saja alunan suaranya Tantri Kotak terdengar indah ‘Masih Cinta’ Hmm….. bayangan Dody pun muncul bersama lagu itu. Kareena tidak tahu apa ia menyukai lagu itu atau berusaha memunculkan bayangan Dody. Hampir tiga tahun sudah ia coba melupakan pria itu.
      Di Palembang, waktu kenaikan kelas 3 SMP Kareena dipindahkan dari 3C ke 3A karena ia juara 1 di kelasnya. Kareena ingat saat itu Zonzona teman sekelasnya memanggilnya.
       “Karin……..!” pria hitam manis itu berlari ke arah Kareena. Kareena menoleh sedetik saja
pria itu sudah ada dihadapannya dengan napas ngos-ngosan. “Aku, aku…….dapat bocoran dari guru matematika kita, katanya nilai kamu tertinggi di kelas, selamat ya.”
      Saat itu Kareena hanya tersenyum, apa mungkin belajar sembari mendengarkan lagu bisa menjadi bintang kelas? Pikirnya. Karena setiap belajar di rumah Kareena selalu menyetelkan lagu-lagu kesukaannya. Tapi Kareena memang menyukai pelajaran matematika, didukung oleh gurunya yang selalu menyenangkan. Fokus saat menerima penjelasan di kelas dan latihan mengerjakan soal, hanya itu yang Kareena lakukan.
       Di kelas 3A berkumpul anak-anak yang dianggap rajin belajar dengan tekun dan memang sudah jenius. Kareena termasuk bukan yang jenius, ia hanya rajin mengulangi pelajaran di rumah dan tekun menyimak guru di sekolah dan ia paling anti menyontek. Kareena sendiri tidak tahu mengapa gurunya membuat sistim seperti itu.
      Dody adalah ketua kelas 3A, ia tampan sekali, kulitnya putih dan bibirnya seksi. Ia jago bicara Inggris, terkadang suka membuat tulisan-tulisan dengan bahasa Inggris di papan tulis kalau lagi jam istirahat. Hampir setiap ada kesempatan Kareena mencuri pandang kepada pria itu, tapi demi Tuhan, sebelah mata pun Dody tidak pernah meliriknya. Mungkin di matanya Kareena hanyalah gadis lugu yang pemalu. Pernah mereka mengerjakan tugas kelompok soal matematika, hanya sebatas itu. Dody bicara pada Kareena hanya soal matematika saja, tidak lebih. Ia boleh bicara cas cis cus dengan Inggrisnya tapi ia lemah di matematika. Dan yang sangat menyakitkan hati Kareena ketika ia mengetahui kalau Dody ternyata dekat dengan Lina, gadis itu sudah sekelas dengan Dody sejak dari kelas 1. Kareena terluka, akhirnya selepas SMP ia mengabulkan permintaan tantenya untuk pindah dari Palembang ke Jakarta. Sebenarnya sejak dari SMP tantenya sudah
memintanya pindah, alasannya di rumah kurang orang. Karena beliau hanya memiliki Yoga sementara Kareena lima bersaudara dan Kareena anak tertua.
       Suara deringan ponsel membuyarkan lamunan Kareena, ia langsung mengangkatnya. “Halo…?’
       “Rin….” Ternyata Arman. “Aku mengajak kamu nonton nanti malam, mau ya?” pinta Arman. Kareena diam, bingung. “Ayolah Rin…. Tidak mungkin aku berani mengajakmu kalau bukan malam minggu.” Suara Arman pelan namun penuh harap sementara Kareena masih membisu. Ia tidak percaya kalau Arman begitu cepat bersikap berani. “Karin…..kamu masih di situ, kan?”
       “Ya, tentu saja. Aku masih mendengarkanmu.” Sahut Kareena pelan setelah lama diam.
       “Tapi mengapa? Kurasa film yang diputar di bioskop tidak hanya untuk dua puluh tahun ke atas, kan? Pasti ada untuk usia tujuh belas tahunnya.” Kata Arman setengah menjelaskan. Kareena hanya tersenyum dan tentu saja Arman tidak melihat senyumnya.
       “Oh, ya? Tapi asal kamu tahu Man, aku ini belum tujuh belas tahun.” Sahut Kareena setengah tertawa.
       “Oh, ya?” Diam sesaat. Lalu…. “Tapi Rin….. apa yang harus aku lakukan? Aku sebenarnya ingin sekali nonton bersama kamu malam ini.” Rengek Arman.
       “Kita lihat saja nanti….”
       Putus!
 @@
Bersambung.........>>>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar