BAB 1
Siapa mencintai siapa
Gema suara guntur menggelegar membahana seakan mau membelah bumi
ini diiringi derasnya hujan yang berjatuhan dari langit, inilah alam yang penuh
dengan misterinya namun Tuhan maha mengetahui. Air mulai menggenangi halaman
rumah-rumah penduduk, banjir kecilpun sudah mulai kelihatan. Jakarta memang
rawan banjir, apalagi kalau kota Bogor sudah hujan maka Jakarta rela tidak rela
akan menerima air kiriman dari sana.
Kareena menyandar
di tiang halte bis, gadis itu terlihat kedinginan. Ia tak peduli dengan satu
dua orang yang ada di bawah halte itu, matanya menatap kosong pada titik-titik
hujan yang jatuh di depannya. Ia melipat kedua tangannya di dada, ia melamun
atau sedang mengingat masa lalunya waktu di Palembang. Perjalananya masih
sangat panjang.
“Karin…….?” Suara
itu disertai dengan sentuhan lembut di pundak Kareena memaksanya menoleh dari
datangnya suara dan terlihatlah sebuah senyuman manis dan gigi-gigi putih yang
cemerlang, Kareena pun membalas senyum tulus itu. “Pulang bareng, yuk?” ajak
Arman. Teman sekelas Kareena. Mereka masih mengenakan seragam putih abu-abu,
hanya saja Arman menutupinya dengan jaket kulit. Arman datang ke sekolah
mengendarai motor tapi tadi Kareena tidak mendengar suara motornya berhenti.
Entah itu untuk yang keberapa kalinya Arman mengajak Kareena pulang bersamanya
dan belum pernah dikabulkan oleh Kareena.
“Duluan aja, Ar….. lagian masih gerimis ini.” Kata Kareena beralasan dan belum
beranjak dari tempat duduknya.
“Oke, kalau begitu gimana kalau kita sama-sama tunggu
gerimisnya reda.” Sepertinya Arman bersikeras dan bersabar, kesabaran Arman
selama ini membuat Kareena seringkali goyah. Sudah hampir dua bulan ini pria
itu coba mendekatinya, itu yang diketahui Kareena, tapi menurut
Lucy sahabat Kareena, pria itu menyukai
Kareena sejak ia masuk sekolah itu. Mungkin.
Arman bukan anak
sembarangan, ia termasuk murid yang jenius, sopan dan tampan pastinya. Tapi dia
playboy dari anak orang kaya. Tapi
sejak menyukai Kareena ia jarang membawa mobil karena ia tahu Kareena tidak
suka ia mengumbar kekayaan orang tuanya. Sepertinya demi mendapatkan cinta
Kareena saja.
Kali ini pria itu
sudah berdiri di samping Kareena dan bicara dengan agak berbisik. “Karin… kamu
tidak menyukai aku, ya?”
Kareena melirik ke
wajah Arman sekilas. “Kamu ngomong apa sih?” katanya pelan dan malu, lalu
menoleh lagi ke jalanan.
Arman belum
menjauhkan wajahnya dari dekat Kareena. “Bukannya tanpa alasan aku bertanya
seperti itu, jawablah.” Ujarnya. Kareena tidak ingin terlalu menghiraukan
kata-kata Arman. Ia menarik napas sejenak lalu menatap pria itu. Pria itu masih
menantinya dengan sabar.
“Sepertinya untuk
menjawab pertanyaanmu, kali ini aku harus mengikuti ajakanmu.” Kali ini Kareena
mengalah.
Arman menatap gadis
itu dengan rasa masih tidak percaya. Beberapa detik berikutnya mereka sudah
meninggalkan area halte karena hujan pun sudah mulai berhenti. Arman masih
tidak percaya kalau akhirnya Kareena benar-benar mau pulang bersamanya. Setelah
perjalanan
satu menit Arman menepikan motornya. Berhenti.
“Bagaimana kalau
kita mampir dan makan dulu di sana?” usulnya setelah menunjuk ke arah kafe
kecil.
“Sebaiknya kita
langsung pulang saja.” Kareena tidak mengabulkan permintaan Arman.Arman menoleh
ke belakang sedikit untuk bicara dengan Kareena. “Kenapa? Apa anak SMA tidak
pantas makan di kafe?”
katanya sembari tertawa kecil.
“Mungkin ya, tapi
yang pasti aku merasa nggak enak aja dengan seragam yang masih kita
kenakan ini.” Sahut Kareena. Ia tidak ingin dilihat orang makan-makan di kafe
dengan masih mengenakan seragam sekolah. Kurang etis saja, itu pikir Kareena.
“Oke….” Arman memaklumi apa yang Kareena katakan.
Mereka akhirnya melanjutkan perjalanan dan gerimis pun turun lagi. Ketika
sampai di tempat tinggal Kareena, Arman tidak mau masuk meskipun tantenya
Kareena sudah menawarkannya untuk mampir. Arman cukup merasa bahagia bisa
mengantar Kareena pulang. Arman Arman…..!
Tante yang melihat
baju Kareena basah menjadi khawatir. “Mengapa memaksa pulang kalau masih
hujan?” katanya. Ia tidak mempermasalahkan Kareena pulang naik motor temannya
tapi kalau kehujanan gadis itu bisa saja sakit.
“Tadi sebenarnya
dari sekolahan hujannya sudah berhenti Tante, tapi pas mau nyampe hujan lagi,
rasanya tanggung juga berhenti lagi.” Kareena sedang mengeringkan rambutnya
dengan handuk kecil.
“Tapi lain kali tidak boleh seperti itu lagi
nanti kamu bisa sakit, kamu ganti baju sana terus makan, tidak usah menunggu
Yoga.” Saran tantenya dengan nada seperti biasa, lembut dan penuh perhatian.
Wanita karir itu berjalan ke kamarnya, hari sabtu ia libur dan memang senang
menghabiskan waktunya di rumah. Kalaupun pergi biasanya hari minggu itupun
biasanya ke pantai bersama suaminya.
Kareena masuk ke
kamarnya, ia belum ada nafsu untuk makan. Beberapa detik saja alunan suaranya
Tantri Kotak terdengar indah ‘Masih Cinta’ Hmm….. bayangan Dody pun muncul
bersama lagu itu. Kareena tidak tahu apa ia menyukai lagu itu atau berusaha
memunculkan bayangan Dody. Hampir tiga tahun sudah ia coba melupakan pria itu.
Di Palembang, waktu kenaikan kelas 3 SMP Kareena dipindahkan dari 3C
ke 3A karena ia juara 1 di kelasnya. Kareena ingat saat itu Zonzona teman
sekelasnya memanggilnya.
“Karin……..!” pria
hitam manis itu berlari ke arah Kareena. Kareena menoleh sedetik saja
pria itu sudah ada dihadapannya dengan napas ngos-ngosan. “Aku,
aku…….dapat bocoran dari guru matematika kita, katanya nilai kamu tertinggi di
kelas, selamat ya.”
Saat itu Kareena
hanya tersenyum, apa mungkin belajar sembari mendengarkan lagu bisa menjadi
bintang kelas? Pikirnya. Karena setiap belajar di rumah Kareena selalu
menyetelkan lagu-lagu kesukaannya. Tapi Kareena memang menyukai pelajaran
matematika, didukung oleh gurunya yang selalu menyenangkan. Fokus saat menerima
penjelasan di kelas dan latihan mengerjakan soal, hanya itu yang Kareena
lakukan.
Di kelas 3A
berkumpul anak-anak yang dianggap rajin belajar dengan tekun dan memang sudah
jenius. Kareena termasuk bukan yang jenius, ia hanya rajin mengulangi pelajaran
di rumah dan tekun menyimak guru di sekolah dan ia paling anti menyontek.
Kareena sendiri tidak tahu mengapa gurunya membuat sistim seperti itu.
Dody adalah ketua
kelas 3A, ia tampan sekali, kulitnya putih dan bibirnya seksi. Ia jago bicara
Inggris, terkadang suka membuat tulisan-tulisan dengan bahasa Inggris di papan
tulis kalau lagi jam istirahat. Hampir setiap ada kesempatan Kareena mencuri
pandang kepada pria itu, tapi demi Tuhan, sebelah mata pun Dody tidak pernah
meliriknya. Mungkin di matanya Kareena hanyalah gadis lugu yang pemalu. Pernah
mereka mengerjakan tugas kelompok soal matematika, hanya sebatas itu. Dody
bicara pada Kareena hanya soal matematika saja, tidak lebih. Ia boleh bicara
cas cis cus dengan Inggrisnya tapi ia lemah di matematika. Dan yang sangat
menyakitkan hati Kareena ketika ia mengetahui kalau Dody ternyata dekat dengan
Lina, gadis itu sudah sekelas dengan Dody sejak dari kelas 1. Kareena terluka,
akhirnya selepas SMP ia mengabulkan permintaan tantenya untuk pindah dari
Palembang ke Jakarta. Sebenarnya sejak dari SMP tantenya sudah
memintanya pindah, alasannya di rumah kurang orang. Karena
beliau hanya memiliki Yoga sementara Kareena lima bersaudara dan Kareena anak
tertua.
Suara deringan
ponsel membuyarkan lamunan Kareena, ia langsung mengangkatnya. “Halo…?’
“Rin….” Ternyata
Arman. “Aku mengajak kamu nonton nanti malam, mau ya?” pinta Arman. Kareena
diam, bingung. “Ayolah Rin…. Tidak mungkin aku berani mengajakmu kalau bukan
malam minggu.” Suara Arman pelan namun penuh harap sementara Kareena masih
membisu. Ia tidak percaya kalau Arman begitu cepat bersikap berani.
“Karin…..kamu masih di situ, kan?”
“Ya, tentu saja.
Aku masih mendengarkanmu.” Sahut Kareena pelan setelah lama diam.
“Tapi mengapa?
Kurasa film yang diputar di bioskop tidak hanya untuk dua puluh tahun ke atas,
kan? Pasti ada untuk usia tujuh belas tahunnya.” Kata Arman setengah
menjelaskan. Kareena hanya tersenyum dan tentu saja Arman tidak melihat
senyumnya.
“Oh, ya? Tapi asal
kamu tahu Man, aku ini belum tujuh belas tahun.” Sahut Kareena setengah
tertawa.
“Oh, ya?” Diam
sesaat. Lalu…. “Tapi Rin….. apa yang harus aku lakukan? Aku sebenarnya ingin
sekali nonton bersama kamu malam ini.” Rengek Arman.
“Kita lihat saja
nanti….”
Putus!
@@
Bersambung.........>>>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar