Rabu, 10 April 2013

Vawana



VAWANA
(Sebuah Novel Fiksi Remaja)
    Muara Aman Tahun 1988
    Sebuah kota kecil yang ada di Kabupaten Rejang Lebong, provinsi Bengkulu. Pada tahun 1983 berdiri sebuah Sekolah Menengah Atas Negeri pertama bernama SMAN 1 Muara Aman, sesuai dengan nama kotanya. Kota Muara Aman dari Bengkulu pusat menempuh perjalanan darat sekitar empat jam. Sedangkan dari dusun Embong Panjang sekitar empat kilo meter.
    Vawana nama gadis itu, kurus, tinggi, hidung mancung dengan wajah oval dan rambut panjang yang lurus dan usianya masih dibawah enam belas tahun. Ia datang ke gedung sekolah SMAN 1 Muara Aman untuk mendaftar ulang sebagai calon murid baru di sekolah itu tanpa diantar oleh salah satu orang tuanya atau siapa pun, ia hanya datang bersama para calon murid yang lain tanpa satu pun yang ia kenal, mereka datang dari berbagai SMP yang ada disekitar lingkungan itu. Yang dari dusun Embong Panjang hanya dia berhasil masuk ke SMAN 1 Muara Aman, sedang teman se-SMP-nya atau teman-teman sedusunnya masuk ke sekolah swasta, ada yang ke SMEA, PGRI dan yang sederajat lainya. Sebab sekolah itu hanya menerima nilai NEM diatas rata-rata tanpa dites ulang.

    Vawana disambut oleh panitia penerima siswa baru, mereka adalah guru yang mengajar di sekolah itu termasuk TU juga yang meminta Vawana untuk menulis persyaratan atau berkas yang harus dikumpulkan.
    Seorang pria berusia sekitar tiga puluhan yang belakangan Vawana tahu kalau dia adalah TU di sekolah. Ia menatap Vawana sejenak. “Silahkan isi buku tamu ini.” Ujarnya karena ia duduk di barisan paling depan, di sebelahnya ada sekitar dua guru lain yang terlihat sibuk melayani para calon murid baru. Posisi mereka pas di sebelah kantor guru.
    Vawana meraih pulpen yang sudah tersedia di samping buku tamu yang telah terbuka. “Ya, Pak.” Sahut Vawana.
    “Kamu dari SMP mana?” ia menatap Vawana sejenak membuat Vawana gugup karena pertanyaan pria itu tidak bersahabat apalagi berwibawa. “Lha, ditanya dari SMP mana hidungnya malah kembang kempes begitu.” Spontan ia menggoda Vawana yang semakin gugup.
    Sambil menulis Vawana akhirnya menjawab. “Dari SMP Negeri Talang Leak.”
    “Oh, jauh juga.” Jawabnya spontan lalu ia melirik teman-teman guru yang lain sembari tertawa sedang Vawana tidak menghiraukannya lagi karena ingin buru-buru menulis namanya di buku tamu itu. Setelah selesai Vawana pun buru-buru meninggalkan tempat itu, senin besok ia sudah harus masuk sebagai siswi SMAN 1 Muara Aman.
*
    Muara Aman adalah nama sebuah perkampungan yang termasuk lumayan ramai karena ada pasar yang merupakan pertemuan kampung-kampung yang lainnya. Intinya Muara Aman adalah pusat dari semua kampung yang tidak kurang dari ratusan kampung yang ada di daerah sekitar, dan bisa dibilang sebuah kota kecil. Ada terminal, pasar tradisional sampai pasar pakaian dan tempat-tempat luar biasa lainnya.
    Vawana jarang sekali datang ke Muara Aman waktu mendaftar ulang saja ia baru dua kali menginjakkan kakinya di daerah itu, ia harus naik mobil angkutan umum sejenis angkot dengan ongkos seratus rupiah dengan jarak lebih kurang empat kilo meter dari rumahnya. Di pasar Muara Aman belum ada ojek atau sejenisnya hanya ada angkutan umum itu. Bentuknya berbeda dengan angkutan kota pada umumnya, besar kendarannya sama tapi terbuka dibagian belakangnya dengan posisi tempat duduk kiri kanan memanjang berhadapan, dengan muatan sekitar enam orang di kanan dan enam orang di kiri.
**
    Vawana dapat kelas 1-3 dan harus masuk siang hari karena sekolah masih kekurangan banyak kelas. Di siang hari ternyata ada juga anak PGRI yang memakai gedung SMAN 1 Muara Aman, sehingga Vawana tidak akan kesepian masuk siang karena anak-anak PGRI lengkap dari kelas satu hingga kelas tiga. Dan pemandangan saat jam istirahat terakhir adalah menonton anak kelas tiga yang prianya sering sekali bermain basket, itu tontonan menarik apalagi ada kakak kandung Vawana salah satu diantara pria itu. Tak jarang teman-teman pria kakak Vawana coba mendekati Vawana karena merasa tertarik tapi merasa tidak enak, sehingga mereka hanya bisa bercanda saja dari jauh tapi masih bisa didengar oleh pawana dan Vawana merasa tersanjung sekaligus segan kepada kakaknya yang cool, juga keren dalam segala hal, ia dijuluki Rano Karno di sekolah, wah senang sekali Vawana mendengar kakaknya banyak disukai orang.

    Suatu sore, Vawana pulang dan mobil sudah tidak ada yang ke dusun Vawana karena mobil hanya beroperasi hingga pukul 17.30 WIB saja sedang waktu itu hujan dan tempat menuju mobil ngetem lumayan jauh, jalan kaki sekitar sepuluh menit dari gedung sekolah. Sehingga Vawana terlambat karena kelamaan meneduh, ia ditemani oleh kakaknya beserta teman kakaknya, ada yang laki-laki ada juga yang perempuan dan akhirnya mereka memutuskan untuk pulang dengan berjalan kaki. Hujan sudah berhenti hanya saja cuaca masih mendung. Vawana dan kakaknya jarang bicara langsung tapi Vawana tahu kalau kakaknya sangat melindungi dia dari sikap dan caranya itu membuat Vawana sangat menyayangi pria itu. Disepanjang jalan mereka bercanda dan santai meski jalanan mulai gelap, ada satu dusun namanya Para Datuk, itu masih setengah perjalanan menuju rumah Vawana, tempat itu lumayan angker rumah penduduk hanya ada satu dan tidak ada lampu jalan yang menerangi jalanan… dunia gelap karena malam sudah menyambut Vawana beserta yang lainnya. Vawana dan teman-temannya hanya bisa berjalan dengan mengira-ngira saja karena sama sekali tidak ada cahaya dari langit, benar-benar gelap apalagi ada sedikit turun gerimis. Sempat membuat Vawana takut dan gemetar, ia merasa bersyukur kepada Tuhan karena ada kakaknya di sana yang menjadi pelindungnya hingga bisa melenyapkan rasa gemetar Vawana, di dalam gelap terus berjalan hanya ditemani suara-suara teman yang sama sekali tidak bisa kelihatan wajahnya, tempat gelap itu dilewati tidak kurang dari sepuluh menit. Vawana sempat menahan napas dan bisa bernapas lega setelah menemukan dusun yang sudah ada penghuninya ditambah cahaya lampu teras yang remang-remang itu sudah cukup membuat rasa senang di hati Pawana mulai timbul lagi.. untuk melanjutkan perjalanan menuju rumah, dan tiba di rumah sekitar pukul delapan malam.

    Dua hari setelah itu, Vawana ketinggalan mobil lagi, tidak ada kakaknya karena tidak masuk sekolah dan ia terpaksa diantar oleh seorang guru SMP Muara Aman. Pria itu adalah pamannya Vawana yang sudah menikah dan tinggal di Muara Aman dengan cara nge-kos. Beliau belum punya rumah pribadi sedang kedua orang tuanya tinggal di Curup, ia sepupu dekat dari ibu Vawana. Dulu saat Vawana masih bayi ia ingin mengadopsi untuk ia sekolahkan di sekolah perawat sekaligus dijadikan anak angkatnya, sebab ia suka sekali melihat Vawana kecil yang imut dan menggemaskan. Cerita itu pernah Vawana dengan dari ibunya langsung. Tapi sekarang ia sudah menikah dan punya anak sendiri.
**
Bersambungggg....>>

1 komentar: