VAWANA
(Sebuah Novel Fiksi Remaja)
Muara Aman Tahun 1988
Sebuah kota kecil
yang ada di Kabupaten Rejang Lebong, provinsi Bengkulu. Pada tahun 1983 berdiri
sebuah Sekolah Menengah Atas Negeri pertama bernama SMAN 1 Muara Aman, sesuai
dengan nama kotanya. Kota Muara Aman dari Bengkulu pusat menempuh perjalanan darat
sekitar empat jam. Sedangkan dari dusun Embong Panjang sekitar empat kilo
meter.
Vawana nama gadis
itu, kurus, tinggi, hidung mancung dengan wajah oval dan rambut panjang yang lurus
dan usianya masih dibawah enam belas tahun. Ia datang ke gedung sekolah SMAN 1
Muara Aman untuk mendaftar ulang sebagai calon murid baru di sekolah itu tanpa
diantar oleh salah satu orang tuanya atau siapa pun, ia hanya datang bersama
para calon murid yang lain tanpa satu pun yang ia kenal, mereka datang dari
berbagai SMP yang ada disekitar lingkungan itu. Yang dari dusun Embong Panjang
hanya dia berhasil masuk ke SMAN 1 Muara Aman, sedang teman se-SMP-nya atau
teman-teman sedusunnya masuk ke sekolah swasta, ada yang ke SMEA, PGRI dan yang
sederajat lainya. Sebab sekolah itu hanya menerima nilai NEM diatas rata-rata
tanpa dites ulang.
Vawana disambut
oleh panitia penerima siswa baru, mereka adalah guru yang mengajar di sekolah
itu termasuk TU juga yang meminta Vawana untuk menulis persyaratan atau berkas
yang harus dikumpulkan.
Seorang pria
berusia sekitar tiga puluhan yang belakangan Vawana tahu kalau dia adalah TU di
sekolah. Ia menatap Vawana sejenak. “Silahkan isi buku tamu ini.” Ujarnya
karena ia duduk di barisan paling depan, di sebelahnya ada sekitar dua guru
lain yang terlihat sibuk melayani para calon murid baru. Posisi mereka pas di
sebelah kantor guru.
Vawana meraih
pulpen yang sudah tersedia di samping buku tamu yang telah terbuka. “Ya, Pak.”
Sahut Vawana.
“Kamu dari SMP
mana?” ia menatap Vawana sejenak membuat Vawana gugup karena pertanyaan pria
itu tidak bersahabat apalagi berwibawa. “Lha, ditanya dari SMP mana hidungnya
malah kembang kempes begitu.” Spontan ia menggoda Vawana yang semakin gugup.
Sambil menulis Vawana
akhirnya menjawab. “Dari SMP Negeri Talang Leak.”
“Oh, jauh juga.”
Jawabnya spontan lalu ia melirik teman-teman guru yang lain sembari tertawa
sedang Vawana tidak menghiraukannya lagi karena ingin buru-buru menulis namanya
di buku tamu itu. Setelah selesai Vawana pun buru-buru meninggalkan tempat itu,
senin besok ia sudah harus masuk sebagai siswi SMAN 1 Muara Aman.
*
Muara Aman adalah
nama sebuah perkampungan yang termasuk lumayan ramai karena ada pasar yang
merupakan pertemuan kampung-kampung yang lainnya. Intinya Muara Aman adalah
pusat dari semua kampung yang tidak kurang dari ratusan kampung yang ada di
daerah sekitar, dan bisa dibilang sebuah kota kecil. Ada terminal, pasar tradisional
sampai pasar pakaian dan tempat-tempat luar biasa lainnya.
Vawana jarang
sekali datang ke Muara Aman waktu mendaftar ulang saja ia baru dua kali
menginjakkan kakinya di daerah itu, ia harus naik mobil angkutan umum sejenis
angkot dengan ongkos seratus rupiah dengan jarak lebih kurang empat kilo meter
dari rumahnya. Di pasar Muara Aman belum ada ojek atau sejenisnya hanya ada
angkutan umum itu. Bentuknya berbeda dengan angkutan kota pada umumnya, besar
kendarannya sama tapi terbuka dibagian belakangnya dengan posisi tempat duduk
kiri kanan memanjang berhadapan, dengan muatan sekitar enam orang di kanan dan
enam orang di kiri.
**
Vawana dapat kelas
1-3 dan harus masuk siang hari karena sekolah masih kekurangan banyak kelas. Di
siang hari ternyata ada juga anak PGRI yang memakai gedung SMAN 1 Muara Aman,
sehingga Vawana tidak akan kesepian masuk siang karena anak-anak PGRI lengkap
dari kelas satu hingga kelas tiga. Dan pemandangan saat jam istirahat terakhir
adalah menonton anak kelas tiga yang prianya sering sekali bermain basket, itu
tontonan menarik apalagi ada kakak kandung Vawana salah satu diantara pria itu.
Tak jarang teman-teman pria kakak Vawana coba mendekati Vawana karena merasa
tertarik tapi merasa tidak enak, sehingga mereka hanya bisa bercanda saja dari
jauh tapi masih bisa didengar oleh pawana dan Vawana merasa tersanjung
sekaligus segan kepada kakaknya yang cool,
juga keren dalam segala hal, ia dijuluki Rano Karno di sekolah, wah senang
sekali Vawana mendengar kakaknya banyak disukai orang.
Suatu sore, Vawana
pulang dan mobil sudah tidak ada yang ke dusun Vawana karena mobil hanya
beroperasi hingga pukul 17.30 WIB saja sedang waktu itu hujan dan tempat menuju
mobil ngetem lumayan jauh, jalan kaki
sekitar sepuluh menit dari gedung sekolah. Sehingga Vawana terlambat karena
kelamaan meneduh, ia ditemani oleh kakaknya beserta teman kakaknya, ada yang
laki-laki ada juga yang perempuan dan akhirnya mereka memutuskan untuk pulang
dengan berjalan kaki. Hujan sudah berhenti hanya saja cuaca masih mendung. Vawana
dan kakaknya jarang bicara langsung tapi Vawana tahu kalau kakaknya sangat
melindungi dia dari sikap dan caranya itu membuat Vawana sangat menyayangi pria
itu. Disepanjang jalan mereka bercanda dan santai meski jalanan mulai gelap,
ada satu dusun namanya Para Datuk, itu masih setengah perjalanan menuju rumah Vawana,
tempat itu lumayan angker rumah penduduk hanya ada satu dan tidak ada lampu
jalan yang menerangi jalanan… dunia gelap karena malam sudah menyambut Vawana
beserta yang lainnya. Vawana dan teman-temannya hanya bisa berjalan dengan
mengira-ngira saja karena sama sekali tidak ada cahaya dari langit, benar-benar
gelap apalagi ada sedikit turun gerimis. Sempat membuat Vawana takut dan
gemetar, ia merasa bersyukur kepada Tuhan karena ada kakaknya di sana yang
menjadi pelindungnya hingga bisa melenyapkan rasa gemetar Vawana, di dalam
gelap terus berjalan hanya ditemani suara-suara teman yang sama sekali tidak
bisa kelihatan wajahnya, tempat gelap itu dilewati tidak kurang dari sepuluh
menit. Vawana sempat menahan napas dan bisa bernapas lega setelah menemukan
dusun yang sudah ada penghuninya ditambah cahaya lampu teras yang remang-remang
itu sudah cukup membuat rasa senang di hati Pawana mulai timbul lagi.. untuk
melanjutkan perjalanan menuju rumah, dan tiba di rumah sekitar pukul delapan
malam.
Dua hari setelah
itu, Vawana ketinggalan mobil lagi, tidak ada kakaknya karena tidak masuk
sekolah dan ia terpaksa diantar oleh seorang guru SMP Muara Aman. Pria itu
adalah pamannya Vawana yang sudah menikah dan tinggal di Muara Aman dengan cara
nge-kos. Beliau belum punya rumah pribadi sedang kedua orang tuanya tinggal di
Curup, ia sepupu dekat dari ibu Vawana. Dulu saat Vawana masih bayi ia ingin
mengadopsi untuk ia sekolahkan di sekolah perawat sekaligus dijadikan anak
angkatnya, sebab ia suka sekali melihat Vawana kecil yang imut dan menggemaskan.
Cerita itu pernah Vawana dengan dari ibunya langsung. Tapi sekarang ia sudah
menikah dan punya anak sendiri.
**
Bersambungggg....>>
Ini...
BalasHapusBab pertama novelku yang baru.
====