Yang tak tersentuh
Jutaan wanita tersenyum bangga melihat
penampilanmu.
Karena engkau memegang teguh citra kaummu.
Jutaan pria ingin menjamahmu, mereka menatap penuh kekaguman.
Dirimu terus terbalut busana indah bak
dewi kayangan.
Anak kecil hingga orang tua
menyukai suaramu.
Mengenali suaramu dan wajahmu.. hingga ke
mancanegara.
Kau selalu tersenyum disetiap langkahmu,
Dan, senyum itu sangat menawan,
Meresahkan jiwaku, membangunkan setiap
tidur malamku.
Kau begitu tinggi untuk di gapai, begitu
dalam untuk di selam.
Dan begitu jauh untuk di raih…
Apabila kamu bukan milik jutaan
orang…
Mungkin sekarang kamu sudah
menjadi milikku satu-satunya.
Apabila kamu bukan orang terkenal
maka kamu akan kurengkuh ke dalam hatiku.
Apabila kamu hanya perempuan
biasa, maka aku tak akan pernah merasa semiskin ini.
Apabila kamu telah menyanyi, maka telinga
ini tak kan
bisa mendengar yang lainnya.
Apabila kamu menebarkan senyum, maka
seisi alam ini akan merasa cemburu.
**
BAB 1
pengirim puisi
tanpa nama
Vhaiza meletakkan lembaran puisi itu
di atas mejanya. Itu lembaran yang ke 77
ia terima yang dikirim oleh seseorang dengan tulisan tangan, tanpa nama dan
isinya tetap sama. Bukan di-copy
bukan pula di-print. Vhaiza tidak
pernah bosan untuk membacanya. Lembaran pertama ia terima adalah tepat setahun
yang lalu.
Puisi-puisi itu terkadang menghiburnya, tak jarang juga membuatnya
menangis. Jika ia telah selesai membacanya ia merasa seakan berada di antara
mimpi dan kenyataan, sehingga tanpa sadar suara hatinya menjawab…..
Apbila, aku tidak seperti sekarang ini,
maka tentunya saat ini kita sedang
duduk berdua di pan-
tai, memandang laut luas yang tak
terbatas dan tak berujung…
apabila......
Vhaiza coba
merebahkan tubuhnya di
atas tempat tidur mahal di kamarnya, kenyataan saat ini sepertinya sangat berbeda apabila ia telah berada di atas panggung, dielu-elukan oleh ribuan penggemarnya. Saat ini ia merasakan sepi
yang amat sangat, seolah tidak seorang pun yang bisa memahaminya. Dan
puisi-puisi itu seringkali mengganggu pikirannya. Ia menatap langit-langit
kamarnya dan perasannya tambah berkecamuk. Ia menghela napas dengan berat.
*
Vhaiza
adalah anak ke lima
dari sembilan bersaudara. Ayahnya seorang guru SD dan Ibunya adalah seorang Ibu
rumah tangga biasa yang siap melayani keluarganya dalam 24 jam.
Vhaiza
kecil, saat menginjak usia 2 tahun sudah berani menyanyi di depan umum, baik di
acara kawinan ataupun acara 17-san. Ia senang sekali kalau diminta untuk
menyanyi. Keempat saudaranya sangat menyayanginya. Ia memiliki dua kakak
laki-laki dan dua perempuan. Ibunya perlahan mulai menyadari kalau anak
bungsunya memiliki bakat menyanyi, seperti halnya ia pun senang menyanyi, juga
neneknya.
Vhaiza
kecil sebenarnya ingin menjadi seorang guru, seperti Ayahnya. Meski ia sadar
profesi seorang guru itu memiliki gaji yang sangat kecil. Itu dulu. Sebagai
seorang guru, Ayahnya mengalami banyak sekali kesulitan dalam membiayai
anak-anaknya. Seperti lagunya bang Iwan Fals ‘Umar Bakri’
Vhaiza ingat betul saat SMP ia terpaksa bergantian
ke sekolah dengan abangnya, sehari masuk sehari tidak lantaran kekurangan uang
transport. Saat ia usia 3 tahun, ia memiliki seorang adik perempuan. Namun
Vhaiza tetap senang menyanyi. Dan suatu hari seorang guru SD-nya melihat ada
kilauan mutiara pada diri Vhaiza, maka guru keseniannya itu pun rela mengajar
jam tambahan untuk Vhaiza di luar jam sekolah. Ia pun menjelaskan pada Ibu
Vhaiza kalau anaknya yang satu itu memiliki suara emas.
Dan dari
tahun ke tahun Vhaiza tetap sekolah dan terus menyanyi, hingga suatu hari seorang
pencari bakat menemukannya. Saat itu Vhaiza duduk di kelas 2 SMP.
Seorang
pria 35-an menemui orang tua Vhaiza bersama guru keseniaannya. Karena ia tahu
Vhaiza memiliki suara emas dan itu saja tidak cukup karena Vhaiza harus
diajarkan tekhnik bernyanyi yang bagus. Ia memiliki sebuah lagu dan ia
merasakan kalau Vhaiza cocok untuk menyanyikannya sebab Vhaiza memiliki suara
khas yang berkarakter kuat. Maka atas kesepakatan mereka, selepas pulang dari
sekolah Vhaiza diminta untuk datang ke studionya. Bukan untuk rekamam tapi
untuk belajar, itu berlangsung hampir setiap hari dan nyaris dua jam sehari.
Lama-lama Vhaisa merasa bosan dan jenuh. Karena setiap hari belajar, ya menari,
belajar vocal dan esoknya lagi ia belajar tentang kepribadian. Ditambah lagi
dengan ilmu psikologi, Vhaisa merasa belum memerlukan semua itu. Kalau saja ia
tidak merasa senang menyanyi, maka sudah pasti ia tinggalkan semua itu, karena
sangat melelahkan. Tetapi Vhaiza dididik oleh Ibunya untuk menjadi orang yang
sabar. Dengan mengatakan bahwa Vhaiza sangat beruntung karena bisa sekolah
musik tanpa harus mengeluarkan uang. Vhaiza yang nyaris putus asa bangkit
kembali karena seringnya mendengarkan petuah sang Bunda tersayang.
Bulan
ketiga, pria itu membawa Vhaiza ke dapur rekamam. Itulah saat-saat yang
ditunggu oleh Vhaiza, ia akan menjadi seorang penyanyi. Dan akan dikenal oleh banyak
orang. Pastinya akan menyenangkan, masuk dapur rekaman saat usia 14 tahun.
Itu
peristiwa 9 tahun yang lalu….,
*
Saat ini,
Vhaiza sudah mempunyai 4 orang adik. Satu perempuan dan tiga laki-laki. Dan 3
keponakan yang lucu-lucu. Ayahnya sudah pensiun, dan Ibunya sudah memiliki
perpustakaan sendiri di dalam rumah, karena keluarga mereka senang membaca.
Vhaiza juga sudah memiliki beberapa rumah dan deposito yang banyak. Vhaiza
bukan dilahirkan di kota
Metropolitan tapi di Bengkulu. Sebuah kota
kecil yang indah. Namun kini mereka sudah menetap di Ibukota
dan tetap sering pulang ke Bengkulu, kota
kelahiran mereka.
Vhaiza
tidak pernah kekurangan kasih sayang. Karena mereka sering berkumpul di rumah
yang mereka tempati sekarang yang dihuni oleh lebih kurang sepuluh orang. Rumah
yang selalu ramai dan setiap bepergian Vhaiza ditemani oleh seorang pengawal,
dan kakak perempuannya yang merangkap sebagai manager, dan ditambah seorang
asisten pribadi Vhaiza. Vhaiza sebenarnya tidak membutuhkan pengawal, karena
menurutnya secara tidak langsung itu akan menjadi jarak antara dia dengan para
penggemarnya. Namun sang kakak yang sebagai manager berkehendak lain,
menurutnya pengawal adalah simbol ketenangan. Seorang penggemar bila sudah histeris
maka akal sehat pun terlupakan. Vhaiza telah menjadi seorang penyanyi nomor satu
di negri ini, dengan ciri khasnya sendiri. Dia seorang bintang yang tidak gila
dengan dunia glamour, yang penuh dengan serba kepalsuan. Namun dia adalah
seorang bintang yang sesungguhnya, yang berkarakter dan berwibawa. Sejak masuk
dapur rekaman hingga detik ini tidak ada yang berubah pada dirinya, tidak ada
bulu mata palsu karena bulu matanya sudah indah dan lentik dari sananya,
alisnya tidak dicukur apalagi disulam, kuku jarinya tak ada satu pun yang
panjang, semua terlihat normal. Hanya sekali-kali mamakai wig, tidak suka
memakai kutek dan Make-Up seperlunya. Setiap busana yang ia kenakan asli
berkarakter Asia Timur, Melayu. Negara yang ia cintai.
Dia wanita
Asia yang dikagumi jutaan orang, dengan modal
suara yang dahsyat, kepribadian yang anggun, sopan, sangat bertata krama dan
feminin. Selalu tersenyum kepada semua orang dan cantik. Wanita cantik yang alami bisa dihitung dengan
jari, hanya ada berapa artis di negeri ini yang cantik natural saperti Vhaiza,
meski ia merasa ada beberapa yang kurang pada dirinya ia tidak berusaha
menambahkannya atau menutupinya dengan hal palsu. Apabila ia menyanyi di
panggung ia tak ubahnya seperti sang putri. Sapaan pertamanya adalah senyuman.
Pembawaannya sangat lembut. Bisa dipastikan seorang pangeran dari negeri
seberang pun akan rela meninggalkan tahtanya hanya demi seorang Vhaiza.
Vhaiza
memang sangat terkenal, milik publik dan milik para penggemarnya. Dia seorang
kakak, seorang adik dan seorang anak. Namun dia tetaplah seorang gadis remaja,
dengan usiannya yang kini menginjak 23 tahun. Di setiap event, lagu-lagu Vhaiza bisa dipastikan mendapat Award, baik di negeri sendiri maupun di
negeri tetangga. Keluarga dan orang-orang yang berada di belakangnya sangat
bangga dengannya. Tak terkecuali Vhaiza-nya sendiri. Namun dibalik semua itu
ada yang tidak bisa ia gapai, yaitu cinta seorang kekasih seusianya. Atau
maksimal lima
tahun di atas usianya. Bukan pria yang kebapak-bapaan, karena ia sudah punya
seorang Ayah. Tapi seorang laki-laki yang mencintainya sebagai seorang kekasih.
Tetapi apakah ada seorang laki-laki yang seusia Vhaiza yang mempunyai
penghasilan melebihi Vhaiza?
Tentu saja
ada!
Tapi di
mana pria itu???
Setiap
pria yang coba mendekatinya selalu berpendapat tidak bisa hidup dengan harta
yang dimiliki Vhaiza. Mereka selalu mundur. Dan apabila Vhaiza coba untuk
serius dengan berkomitmen untuk berhenti menyanyi dan ia pun menemukan
ketidakseriusan dari pihak sang pria. Ternyata ada juga pria matre di dunia
ini. Ia belum menemukan cinta yang benar-benar tulus.
*
Vhaiza
coba menuliskan lirik-lirik lagu, itu terdorong dari puisi-puisi itu, semacam
sebuah jawaban dari puisi fansnya yang sering membuatnya penasaran. Vhaiza
tidak berani membayangkan seperti apa pria itu. Yang pasti dia adalah pengagum
sejati. Yang selalu mengikuti perjalanan karirnya.
*
Suatu
malam, Vhaiza menerima telepon dari seseorang masuk ke ponsel pribadinya tanpa
nama dan itu tidak biasa.
“Hallo…
selamat malam Angel.” Itu suara seorang pria.
“Yaa…
selamat malam, ini siapa?” tanya Vhaiza diantara ragu dan penasaran.
“Sebelumnya
saya mau minta maaf karena sayalah yang mengirim puisi-puisi itu.” Suaranya sangat
sopan dan berwibawa. Vhaiza yang tadinya hendak tidur kini terpaksa duduk dan
bersandar di ranjangnya.
“Mmm.. apa
maksud dari semua ini?” nada suara Vhaiza tenang namun agak bergetar.
“Tolong jangan
menganggap saya meneror Anda, saya tidak bermaksud seperti itu. Saya hanya
ingin menyampaikan perasaan saya yang tulus kepada Anda, sangat tulus Angel….
Malam ini saya menelepon karena saya tidak tahan melihat kamu menangis di video
klip terakhir kamu. Kamu tahu? saya sangat terpukul melihat air mata kamu itu.
Itu sangat menyakitkan saya, apalagi di video itu model prianya terlihat sangat
cuek sekali. Angel, kalau kamu membuat klip lagi, jangan sampai menangis ya,
karena saya benar-benar tidak tahan melihatnya. Tapi saya tidak mungkin akan
berhenti untuk menonton klip-klip kamu, karena hanya itu yang membuat saya bisa tenang. Mm.. mimpi indah buat kamu..” katanya.
akhirnya si pria menutup telepon tanpa memberi kesempatan Vhaiza bicara. Vhaiza
menghela napas panjang.
Ya Tuhan,
dari mana dia mendapatkan nomor ponselku? Pasti dia bukan pria sembarangan. Vhaiza
turun dari tempat tidurnya, untuk menyetel kembali DVD terbarunya dengan model
terbaik saat ini. Isi cerita dalam lirik lagu itu menceritakan seorang wanita
yang kehilangan kekasihnya. Vhaiza memang selalu menghayati setiap lagu-lagunya.
Dan bukan saja tuntutan isi lagu, karena kenyataannya lirik dilagu itu
benar-benar sedih. Vhaiza terus menatap klip itu hingga tanpa ia sadari air
matanya ikut menetes lagi. Entah kenapa tiba-tiba ia merasa pria yang meneleponnya
tadi ikut menonton bersamanya. Selanjutnya ia tidak bisa memejamkan mata nyaris
semalaman. Setiap kata yang diucapkan pria itu terus terngiang di telinganya.
Tanpa bisa ia kontrol, pikirannya terus ke pria itu. Suaranya benar-benar enak
didengar, dan ia mengambil lagi salah satu puisi yang menumpuk di atas meja
kecilnya dan membacanya berulang-ulang.
*
Paginya ia
memceritakan kejadian itu kepada kakaknya, Dina yang menjadi managernya.
Sang kakak yang sudah bertunangan itu sangat memahami
dan mengerti adiknya.
“Itu hanya
cinta buta seorang penggemar sayang, kak Dina harap kamu jangan sampai terbawa
arus ya.” Ujarnya bijak.
“Kak Dina,
tapi ini lain.” Protes Vhaiza manja namun serius. ”Mana ada sih seorang
penggemar yang mengamati aku menangis di dalam video klip? Dan puisi-puisi itu
tidak pernah berubah, kak.” Wajah manja itu terlihat cemberut seakan menuntut
kakaknya membahas masalah itu karena ia merasa tidak bisa menanganinya sendiri.
“Sayang,
asal kamu tahu ya, dia itu bukan laki-laki gentleman. Sebaiknya kamu mempersiapkan
diri kamu untuk acara live di
televisi nanti malam.”
Vhaiza
menghela napas pendek. ”Baiklah, hh… bagaimana kalau kita ke mol dulu?”
Kak Dina
tersenyum, ia menatap adiknya dan berkata sebagai manager. “Hari ini tidak ada
jadwal belanja karena kamu harus istirahat yang cukup.” Ia coba menenangkan
adiknya.
“Tapi aku
masih bisa istirahat setelah pulang dari mol kan , kak?” pinta Vhaiza seakan sangat
mamahami kondisinya. Wajah itu sangat memohon membuat kak Dina tidak tega. Akhirnya
ia mengangguk setelah menarik napas panjang.
“Oke,
dengan catatan harus ingat tanggung jawab dan tidak ada twitt tentang ke mol, ya.” Saran kakaknya karena Vhaiza memang
sering menulis apa pun tentang dirinya di twitter.
Vhaiza
langsung memeluk kak Dina. ”Terima kasih kak.” Ujarnya lalu langsung bergegas
menggantikan bajunya dengan sangat bergairah.
Wanita
berambut bob itu kini sedang mengamati adiknya yang sudah mengenakan celana jins,
kaus lengan panjang berwarna krem dan memakai topi dengan tetap membiarkan
rambutnya tergerai indah.
“Jangan
lupa kaca mata kamu.” Ingat kak Dina.
Vhaiza
memang hobi mengoleksi kaca mata tapi bukan berwarna hitam. Paling gelap
berwarna coklat tua. Ia tidak pernah terpengaruh dengan dunia barat yang terus
melaju pesat, yang nota bene disukai oleh banyak kalangan remaja timur. Setiap
tahun dunia mode memang terus berkembang, namun bukan berarti ia harus
mengikutinya karena belum tentu cocok untuk karakter dirinya sendiri. Sebab ia
yakin, yang ada di timur juga akan terus berkembang. Jika kita berlomba-lomba
untuk mengikuti trend barat, maka siapa yang akan menciptakan trend di tempat
kita sendiri. Dan budaya timur adalah menempatkan seorang wanita sebagai sosok
yang agung bak hiasan dunia.
Mungkin
banyak orang berpendapat, bahwa Vhaiza bukanlah seorang artis modern. Namun ia
adalah seorang penyanyi bukan super model. Bagaimana pun ia punya prinsip yang
kuat berkat didikan orang tuanya. Dengan selalu tampil anggun ia pun bisa memikat
jutaan orang. Orang menyukainya dan memujinya. Itu terbukti dengan hasil
penjualan CD dan DVD-nya yang selalu menempati hasil teratas. Ia mendapat double platinum dan hasil dari RBT-nya
mencapai milyaran rupiah. Undangan untuk tampil di luar negeri pun tak pernah
sepi. Vhaiza adalah Vhaiza yang hidup di dunia artisnya sendiri. Tidak perlu
mengikuti bintang top sebelumnya atau mengekor karakter orang.
*
Hari ini
Vhaiza pergi hanya ditemani kakaknya dan seorang pengawal. Tadinya ia ingin
pergi bersama kakaknya dan menyetir sendiri, pasti menyenangkan. Karena ia
sudah lama tidak menyetir sendiri. Namun kak Dina tidak mengizinkannya. Vhaiza
memasuki lift mall. Setiap orang yang
kenal dan berani, pasti mendekatinya dan minta foto bareng serta tanda tangan.
Dan yang tidak berani hanya kagum memandang dari kejauhan. Tapi tidak sedikit
hanya sekedar menegurnya dan menyapa manis. Namun ada pula yang tidak yakin
kalau itu adalah Vhaiza seorang artis berkelas yang jalan-jalan di tempat
keramaian. Rhaissa mempunyai tahi lalat kecil di atas bibir sebelah kanannya.
Itu melengkapi kesempurnaan senyum tulusnya untuk semua orang ditambah lagi
dengan gigi yang tersusun indah dan rapih. Tegur sapanya yang lembut membuat
orang ingin terus mendengar suaranya. Ia simbol wanita sejati. Mungkin seumur
hidupnya ia tidak pernah marah.
Saat Vhaiza,
kak Dina dan pengawalnya ingin keluar dari lift dan masuk ke sebuah kafe untuk
makan siang seorang pemuda nyaris bertabrakan dengan Vhaiza. Sosok pria berdasi
yang terlihat seperti orang sibuk. Lengan pria itu mengenai bahu Vhaiza. Dan
pria itu menoleh.
“Oo…
maaf.” Katanya pendek. Detik berikutnya, keduanya bertatapan begitu dekat. Pria
itu terus menatap mata Vhaiza yang ada dibalik kaca mata coklatnya. Ia pasti tidak
kenal dengan Vhaiza. Pria maskulin itu tersenyum tipis dan senyum itu sempat
membuat jantung Vhaiza lumer. Waktu seakan terhenti untuk melihat senyum itu.
Vhaiza membuka kaca matanya dan laki-laki tolol itu masih tidak mengenalinya.
Ia tersenyum lagi dan mengucapkan kata-kata maaf untuk kedua kalinya. ”Maafkan
saya.” Pintanya dengan sangat tenang.
“Sama-sama.” Balas Vhaiza. Mendengar suara Vhaiza memaksa pria itu
menarik napas dalam-dalam seakan mengatur napasnya dan debar jantungnya agar
tidak terlihat gugup.
“Ais..
kamu nggak apa-apa?” Dina sudah memegang tangan adiknya. Itu panggilan sayang.
“Nggak, nggak papa kok, Kak.” Vhaiza
kembali memasang kaca matanya. Pria itu telah berlalu dan duduk bersama seorang
temannya yang berdasi juga, saat Vhaiza menoleh ia sudah terlihat asyik dengan
rekannya itu. Dina mengambil tempat duduk tiga meja dari pria itu, agak jauh
namun Vhaiza masih bisa melirik ke sana. Tanpa diketahui oleh Vhaiza, pria itu
sekali-kali mencuri pandang ke Vhaiza dan menatapnya. Meski terlihat cuek namun
penuh rasa keingintahuan. Ada
kilauan dan rasa penasaran di mata itu.
“Ais..,
apa kamu mengenali pria tadi?” Tanya kak Dina tiba-tiba saat mereka menikmati makan
siang.
“Entahlah…” kata Vhaiza datar. Dina menatap adiknya yang menjawab
pertanyaan tidak seperti biasanya. Dan terdengar aneh di telinganya. Dina
tertawa kecil.
“Yang
pasti dia bukan seorang pengagum, dia sama sekali tidak mengenali kamu.”
“Mungkin.
Ia pasti mengagumi seorang Madonna.” Kata Vhaiza sembari tertawa halus. ”Tapi…
aku merasa pernah mendengar suaranya. Mungkin aku pernah mendengar suara itu
sebelumnya, namun entah di mana dan kapan?” kening Vhaiza bertaut seakan coba
mengingatnya.
“Sudahlah,
habiskan sisa makananmu dan kita akan segera kembali. Setidaknya kamu harus
istirahat dua jam penuh, oke.” Kata kak Dina semacam printah. Vhaiza tersenyum
dan saat ia menoleh ke arah pria tadi, kursi itu telah diisi oleh orang lain.
Wow… cepat sekali mereka menghilang. Membuat Vhaiza tambah penasaran.
Vhaiza
hanya membawa pulang sepasang sepatu buatan Indonesia . Ia tidak pernah gengsi
untuk memakai produk dalam negeri.
**
Vhaiza
mengisi acara siaran langsung di televisi swasta, selain menyanyi ia juga akan menerima
tanya jawab langsung dari penonton yang ada di rumah. Itu acara interaktif yang
sering diadakan televisi tersebut, dan malam itu akan terasa istimewa karena
bintang tamunya adalah Vhaiza.
Vhaiza
membawakan lagu-lagu anyarnya dan diiringi oleh tiga penari latar. Lagu kedua
tanpa penari dan itu membuat para penonton bisa fokus melihat penampilannya di
atas panggung. Di saat anak muda tergila-gila dengan Justin Biber, Ayu Ting
Ting dan anak band SMASH, Noah juga boy
dan girls band Korea maka Vhaiza
punya penggemar dari berbagai kalangan… Dan setelah jeda iklan.
Baru diberi
kesempatan telepon masuk dengan dipandu oleh seorang host. Vhaiza duduk ditemani host
pria yang sudah sangat dikenali di dunia pertelevisian. Telepon pertama pun masuk.
“Halo…?” host itu yang memjawab.
“Halo,
selamat malam.” Peneleponnya seorang wanita.
“Dengan
siapa dan di mana?” masih host.
“Dengan
Cut Lara dari Aceh.”
“O, jauh
sekali. Apa yang mau ditanyakan silahkan langsung kepada Vhaiza-nya.” Dan detik
itu wajah Vhaiza langsung di-zoom.
“Ya, terima
kasih. Selamat malam Vhaiza.”
“Ya, selamat
malam juga Lara.” Senyum Vhaiza sudah mengembang. Ia menunggu.
“Saya
hanya ingin menanyakan, apakah sebelum menjadi seorang Vhaiza seperti sekarang
ini, pernahkah merasakan perjuangan hidup yang begitu pahit? Itu saja, terima
kasih.”
“Bagaimana?” presenter muda itu menoleh pada Vhaiza. Vhaiza tersenyum
dan menghela napas. Seandainya Cut Lara mengikuti perjalanan karirnya tentu ia
tidak perlu bertanya seperti itu. Seharusnya ia bertanya, ’Siapa pacar Vhaiza
dan kapan akan menikah?’ namun bagaimana pun juga Vhaiza harus menjawab
pertanyaan itu.
“Terima
kasih Lara, ini mungkin bukan sebuah jawaban tapi sebuah kisah yang sangat luar
biasa, mungkin kamu belum tahu kalau saya mempunyai sembilan orang saudara.
Saya anak kelima dari anak seorang guru Sekolah Dasar, dan seorang Ibu yang
sabar, penyayang dan pintar, seorang Ibu rumah tangga biasa, tapi saat itu saya
merasa bukan kehidupan yang pahit, namun kehidupan yang penuh cinta dan kasih
sayang. Kami bisa melewatinya dan kami tidak akan pernah melupakan saat-saat
seperti itu.” Ujar Vhaiza dengan penuh kewibawaan dan seolah ia baru saja
mengalami masa kecilnya.
“Oke…
mudah-mudahan Cut Lara puas dengan penuturan Vhaiza barusan, sseperti yang kita
tahu bahwa Vhaiza sangat mengagumi keluarganya. Kita menerima penelepon kedua,
sebelum break, silahkan….”
“Halo….”
Penelepon langsung masuk. Kali ini seorang pria.
“Ya,
silahkan.” Kata hostnya.
“Saya Agoy
di Jakarta, sebenarnya saya tidak punya satu pertanyaan pun untuk Vhaiza. Saya
hanya ingin memberi sedikit kekaguman atas… mm… Tuhan maha besar dan perancang
busananya yang brillian, dan malam ini Vhaiza terlihat sangat cantik sekali….”
Kata-kata itu semacam pujian seorang juri diajang lomba. Vhaiza hanya tersenyum
dewasa.
“Terima
kasih.” Balasnya singkat. Ia tidak biasa menerima pujian dengan besar kepala.
Itu ajaran di dalam keluarganya.
“Wow….” Host itu melirik Vhaiza. ”Anda memang
benar Agoy.” Ujarnya seakan setuju.
Semua
orang juga sudah tahu kalau malam itu penampilan Vhaiza seperti putri dari negeri
dongeng. Ia mengenakan busana dari perancang ternama dengan gaun berwarna hijau
muda. Seorang perancang akan senang jika karyanya dikenakan oleh Vhaiza. Karena
itu merupakan kepuasan tersendiri bagi mereka begitu pun Vhaiza. Ada juga yang beranggapan
kalau Vhaiza tak ubahnya seperti maneken di sebuah mega mall. Apabila ia
mengenakan sesuatu maka konsumen langsung tertarik untuk membelinya. Bukankah
itu secara tidak langsung menunjukkan kalau Vhaiza juga bisa dibilang sebagai
super model? Sepertinya tidak ada yang bisa membantah itu.
Dari semua
telepon yang masuk malam itu, hanya pernyataan Agoy yang berkesan untuk Vhaiza.
Bukan lantaran pujiannya, namun ketulusan di dalam kata-kata itu. Menjelang
tidur, hampir pukul dua dini hari. Vhaiza yang lelah ingin istirahat dan
seharusnya ia tidak mengaktifkan ponselnya. Karena segala sesuatu bisa melalui
kak Dina dan asistennya. Sehingga ia tidak harus mengangkat telepon seperti
saat ini. Dengan tenaga tersisa ia menempelkan ponsel ke telinganya.
“Hallooo…”
suaranya lemah.
“Hai, maaf
ya, saya mengganggu sebentar, sebentaaaar saja.” Dan suara itu sudah sangat
dikenali oleh Vhaiza. Namun kali ini ia tidak mengangat kepalanya yang sudah
terasa berat. ”Saya Agoy yang tadi siang bertemu kamu di kafe, dan setelah
kejadian itu saya melihat kamu di televisi. Semoga saya tidak salah, bahwa yang
saya jumpai siang itu adalah kamu yang semalam. Oke, itu saja, terima kasih,
mimpi indah.” Belum sempat dijawab, suara di seberang sudah menghilang. Vhaiza
melihat nomor Agoy di layar ponselnya, terbersit di benaknya untuk menelepon
balik namun urung. Kini ia hanya bisa mengingat pertemuan siang itu. Lagi-lagi
ada orang asing yang tahu nomor pribadinya. Ia pun memutuskan untuk mematikan
ponselnya.
Dan sejak
saat itu kak Dina tidak mengizinkannya memegang HP. Semua telepon yang masuk harus melalui dia dan twitter pun kak Dina yang membalasnya
tapi tidak selalu khusus untuk twitter.
Dan itu membuat Agoy kesulitan untuk menghubunginya Vhaiza dan setiap ia coba
menghubungi manager Vhaiza selalu menanyakan ada perlu apa dan siapa, apa sudah
punya janji, dan kalau belum harus bikin janji dulu. Dan saat Agoy menyebut
nama panjangnya barulah si manager mengetahui siapa Agoy itu sesungguhnya. Kak Dina tahu betul siapa Agoy, dia seorang
pemuda kelahiran Jakarta ,
besar dan sekolah di negeri paman Sam. Orang tuanya punya bisnis perhotelan di
negeri itu. Agoy kembali ke tanah air untuk membuka bisnis yang sama. Dia anak
muda yang mewarisi jiwa bisnis dari Ayahnya. Maka selesai kuliah empat tahun,
ditambah dengan dua tahun pengalaman kerja, dia pun memberanikan diri untuk
membuka usaha sendiri. Dan di saat usianya mendekati 25 tahun ia sudah bisa
menempati apartemen mewah, dan memiliki segala yang diinginkan anak muda zaman
sekarang. Tinggal sendiri di apartemennya sebab kedua orang tuanya masih
menetap di Amerika.
**
Setelah
menyelesaikan syuting klip kedua untuk lagu yang sama di kawasan Puncak. Dan di
perjalanan pulang ke Jakarta ,
Ririn si manager baru, bertanya pada Vhaiza.
“Vhaiza,
mau dan bisa gak ketemu seseorang?”
Vhaiza
menoleh ke arah managernya yang duduk tepat di sebelahnya. Wanita muda itu
tersenyum. “Kamu ini aneh, kan
kamu yang mengatur semua jadwalku. Jadi kenapa bertanya seperti itu?” jawab
Vhaiza pelan.
“Tapi
bertemu dengan orang yang satu ini tidak ada sangkut pautnya dengan urusan
pekerjaan. Bukan juga untuk acara jumpa fans, tapi dia mengajak kamu nge-date.”
“Whats..??” Vhaiza tertawa. Kak Dina pun
yang duduk di sebelahnya ikut tertawa. Ia kini bukan sebagai manager Vhaiza
tapi sebagai orang yang siap menemi kemanapun Vhaiza pergi.
“Aku
serius Vhaiza, nama pria itu Agoy.” Ririn menatap Vhaiza. Vhaiza pun menatap
Ririn tak percaya.
“Agoy…?”
ulangnya pelan. ”Agoy?” nama itu terucap lagi.
“Hei hei….
Ada apa dengan
kamu, Vhaiza?” Dina melirik adiknya yang terlihat seperti orang linglung. ”Agoy
itu yang ikut berpartisipasi dalam acara di televisi malam itu kan , Ais?”
“Mungkin,
tapi tidak ada yang bisa menebak kan ,
berapa pria yang bernama Agoy di negeri ini?” kata Vhaiza tak pasti.
“Tapi dia
bilang kamu kenal dia. Katanya ia pernah bertemu dengan kamu di mega mall waktu
makan siang bersama kak Dina.” Tambah Ririn.
“Ya Tuhan,
pria itu?” ucap Vhaiza cepat.
“Dia bukan
tipe pria pecundang, kan ?”
kak Dina seperti bertanya pada Vhaiza, ia pun masih ingat dengan pria itu.
“Semoga.”
Jawab Vhaiza seakan berharap.
Dina
menatap adiknya. ”Apa kamu sedang jatuh cinta?”
Vhaiza
seakan tersadar dengan jawabannya barusan, ia pun tersenyum.
“Jatuh
cinta? O o… bagaimana mungkin? Kalian kan
lebih mengenali aku melebihi aku sendiri.”
“Oke,
sekarang gimana? Apa mau terima gak telepon dari dia?” tegas Ririn.
“Menurut kalian, apa harus?” ia minta
pertimbangan.
“Keputusannya ada di tangan kamu, Ais.” Kata Dina yang sudah tahu siapa
si Agoy itu.
“Baiklah,
suruh dia telepon aku nanti malam.” Kata Vhaiza dengan pasti. Kak Dina
mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya kemudian menyerahkan pada Vhaiza. Vhaiza
menatap kakaknya sembari tersenyum. ”Nanti malam kok, kak.”
“Tidak ada
salahnya kan ,
kakak memberikan ponsel ini sekarang?” kak Dina melirik nakal ke
Vhaiza. Ririn tertawa dan akhirnya ketiganya ikut
tertawa. Beberapa menit setelah menerima ponsel, Vhaiza pun tertidur di mobil.
Sembari mendengarkan lagu Celine Dion.
Ia mennyukai diva asal Canada
itu.
“Dia
kecapean sekali.” Ujar Ririn sembari menatap Vhaiza sejenak. Dina pun
mengiyakannya. Mereka pun akhirnya ikut menyandar di jok mobil yang empuk itu.
Setengah jam lagi mereka akan tiba di rumah. Minggu depan mereka akan ke
Singapura. Vhaiza diundang untuk menghadiri acara Award di negeri tetangga itu.
Kebetulan lagu Vhaiza masuk nominasi sebagai favorit famele Artist. Dan perancang busana handal negeri
ini telah menyiapkan gaun untuk Vhaiza, yang menyukai warna hijau muda.
*
Malamnya
Vhaiza meneruskan menulis lirik-lirik lagu, dia jarang menulis, ide menulis itu
pun ia dapat berkat sering membaca puisi-puisi yang dikirim secara misterius
itu. Dan pengirimnya menyebut dia dengan panggilan ‘Angel’. Pria itu tidak
pernah meneleponnya lagi. Tapi minggu
depan, apakah puisinya akan muncul lagi? Ataukah Vhaiza tidak pernah berharap
lagi. Pria aneh, yang tidak pernah mencantumkan alamatnya. Itu bisa disebut
semacam surat
kaleng. Di stempel kantor pos tercantum nama kantor pos penerima dan Vhaiza pun
meminta asistennya menanyakan. Dari kantor pos mana surat itu berasal. Vhaiza yakin, pegawai pos sana pasti mengenali
pengirim yang nyaris 80 kali menemui kantor pos itu untuk mengirim puisi-puisi itu
kepadanya. Dan kabar pun didapat. Pegawai pos mengatakan kalau yang mengirim surat tanpa nama itu hanya
seorang wanita biasa. Yang usianya sekitar 30-an. Vhaiza menjadi tambah
penasaran dan saat menelepon dia menggunakan private number. Siapa dia
sebenarnya? Dan kenapa dia tidak mengirim puisi-puisi itu lewat ponsel saja….?
Pikirnya. Kalau pun ia mengirim dari ponsel bisa seribu kali tanpa harus
capek-capek menulisnya di kertas dengan pulpen.
Vhaiza
sudah menggatikan baju tidur, siap untuk tidur dan ia senang tidur sendiri
tanpa ditemani siapapun. Itu membuatnya sangat nyaman. Karena nyaris 24 jam ia
selalu berkumpul bersama keluarga dan bertemu dengan orang-orang. Maka di
saat-saat seperti ini ia merasa bernapas untuk dirinya sendiri, hidup bersama
khayalannya dan terkadang menikmati asa itu mengasyikkan bagi Vhaiza. Asa itu
mengikuti irama hati, namun jika asa menguasai hati sebaiknya berhati-hati.
Vhaiza menyetel lagu lembut menjelang tidurnya, kebiasaan itu tidak pernah
hilang. Selain senang menonton akting Richard Gere dan Rano Karno ia juga
menyukai aksi Lara Croff serta aksi kocak Olga Saputra. Ponselnya berdering di
saat ia sudah lupa. Agoy benar-benar menghubunginya.
“Halo…
belum tidur, kan ?”
suara lembut itu menyusup ke dalam telinga Vhaiza. Dan Vhaiza langsung bisa
mengingat bagaimana pria itu menatapnya di depan lift kafe mega Mall itu.
Pria
plamboyan yang cool, tapi siapa Agoy
sebenarnya? Pria itu tidak mengenalinya sama sekali.
“Mana ada
orang tidur sambil memegang ponsel dan dengan begitu jelas bisa mendengar suara
Anda.” Nadanya berkata pelan teratur dan tidak bermaksud menyinggung. Terdengar
tawa kecil dari seberang. Lalu diam, sepertinya Agoy bingung mau ngomong apa.
Vhaiza menunggunya kemudian terdengar helaan napas.
“Mm.. apa
aku besok boleh datang ke rumah kamu?”
Vhaiza diam
sejenak. Agoy menunggunya dengan cemas jangan sampai gadis itu menjawab tidak
bisa. Habis sudah harapannya.
“Boleh tahu, buat apa?” Tanya Vhaiza.
“Ya
bertemu dengan kamu, memangnya untuk apalagi.”
“O, terus
kalau sudah ketemu?”
“Ya, apa
ya…? Maunya sih ngajak kamu pergi. Tapi kayaknya gak sopan ya?”
“Memang iya.” Kata Vhaiza singkat dengan
nada setengah bercanda.
“Tu, benar
kan ? O iya,
terima kasih banyak ya karena sudah mengizinkan aku menelepon kamu. Kamu tahu
gak? betapa susahnya aku mencari nomor kamu ini? Aku mencari di internet dan
menelepon beberapa kantor tabloid dan majalah serta stasiun televisi hanya
ingin menemukan nomor kamu. Mereka bersikeras tidak ingin memberi tahu dengan
alasan melanggar etika.”
“Dan
akhirnya mereka melanggar etika itu, kan ?”
tanya Vhaiza datar.
“Karena
mereka tidak mau ada seorang pria mengakhiri hidupnya di kantor mereka.”
“Jangan
berlebihan, jadi kamu mendatangi kantor mereka?”
“Tentu
saja, di sini akulah yang melanggar etika itu, aku minta maaf sama kamu.
Setelah menghubungi kamu sekali seterusnya aku tidak bisa menghubungi kamu
lagi, karena ponsel kamu selalu berada di tangan manager kamu. Dan dia selalu
mengintrogasi aku.” Kata Agoy dengan jujur. Vhaiza tertawa pelan. ”Bagaimana,
boleh ya aku ke rumah kamu?”
“Hei,
rumah saya itu terbuka untuk siapa saja.”
“Ya, itu
pasti tapi aku tidak ingin sekedar datang ke rumah kamu, aku ingin bertemu
dengan kamu.” Jelas Agoy.
“O, kalau
itu aku tidak bisa janji, apa aku ada di rumah atau tidak.”
“Iyeess!!!” Agoy berteriak kegirangan. Membuat Vhaiza menjauhi ponselnya
dari telinga. Aneh. Pikirnya.
*
Agoy
memang pria beruntung karena Vhaiza memberi kesempatan padanya untuk kenal
lebih dekat. Itu kesempatan emas apalagi sampai bisa jalan berdua. Vhaiza bisa pergi
juga karena
kak Dina yang memang tahu siapa aslinya Agoy.
Sejak saat itu, pria puitis itu tidak pernah
lagi mengirimkan puisinya untuk Vhaiza. Biasanya dia bisa mengirim dua sampai
tiga lembar dalam dua minggu. Vhaiza merasa kehilangan, merasa ada sesuatu yang
aneh. Seperti ada kurang pada dirinya. Karena dalam setahun ini ia selalu
mendapatkan lembaran puisi itu dalam setiap minggunya. Dan yang lebih terasa karena
ada perhatian dalam puisi itu dan kini perhatian itu tidak muncul lagi. Angel itu
kini merasa kesepiaan.
**
Angin laut
berhembus lembut, membelai wajah Vhaiza dan mengibaskan rambutnya. Ombak laut
berlomba menghempaskan diri ke pantai, hingga pecah dan memancarkan keindahan
di atas karang yang menjulang tinggi. Vhaiza menghela napas pelan dan
sekali-kali menghirup minumannya. Agoy yang duduk bersandar di sebelahnya
merasa gugup, tak biasanya ia seperti itu jika berdekatan dengan seorang
wanita. Seorang pria akan merasa sangat bodoh jika tiba-tiba gugup berhadapan
dengan seorang wanita apalagi itu wanita idamannya.
Vhaiza
mengenakan baju santai dengan lengan sebatas siku dengan kerah pendek. Ia pun
mengenakan kaca mata coklat terang dan celana jins lembut. Di sampingnya Agoy
sedang berjuang keras untuk berani mengatakan sesuatu yang teramat penting. Ia
tidak peduli apakah Vhaiza mencintainya atau tidak dan ia merasa kalau Vhaiza
telah memberinya lampu hijau. Itu baginya sudah merupakan jalan terang bahkan
teramat terang.
“Vhaiza…”
menyebut nama itu saja rasanya susah sekali. Vhaiza menoleh dan membuka kaca
matanya. Ia tersenyum tipis dan masih bersandar. Cahaya matahari yang mulai
keemasan membias di wajahnya. Dan sebelum wajah itu kembali menghadap ke laut,
Agoy meneruskan ucapannya. ”Aku ingin mengatakan sesuatu sama kamu, aku
menyukai kamu. Aku jatuh cinta sama kamu dan aku merasa telah mencintai kamu.”
Kata Agoy. Ia tak lagi bersandar. Kini ia menatap serius ke wajah Vhaiza. Vhaiza
terdiam. Ia meletakkan kaca matanya di atas meja marmer itu. Sementara Agoy
menanti reaksi Rhaissa selanjutnya. Namun reaksi yang muncul hanya sekilas
senyum yang tidak bisa dimengerti maknanya, bahkan tatapannya untuk Agoy sulit
ditebak. ”Aku.. terlalu to the point
ya? Maaf, jika kamu tidak menyukai keterus-teranganku. Kamu mungkin beranggapan,
siapa Agoy? Seorang pria yang baru ketemu dua kali, pertama tanpa sengaja dan
ini kedua dan berani mengatakan kata-kata yang tidak bisa dianggap enteng itu.
Mungkin tidak pantas untuk kamu, tapi aku tidak mau menebak perasaan kamu.”
Kata-kata itu mulai terdengar lancar dan sangat teratur meski agak memohon.
Tapi pria itu sudah mulai terlihat aslinya yang dewasa dan tidak kenak-kanakan lagi
seperti tadi yang takut ditolak oleh gadis impiannya. Entah kenapa tidak ada
wartawan saat itu di pantai.
“Agoy.. apakah kamu termasuk salah satu
orang yang memahami apa itu arti dari cinta?”
tutur Vhaisa seolah minta dipahami. Ia menatap Agoy. ”Karena
terus terang aku sendiri tidak memahami makna cinta itu yang sebenarnya. Yang
aku tahu, seseorang diberi sebuah hati untuk merasakan berbagai rasa. Diberi
satu pikiran untuk menampung berbagai masalah yang masuk ke otak kita,
terkadang kita merasa tidak begitu mampu untuk memikirkan semuanya. Tapi
sebagai manusia kita pasti memiliki perasaan pada seseorang. Tidak peduli dia
siapa, berasal dari mana, dan apakah cinta itu tulus atau tidak, semuanya
tergantung dari pribadi orangnya. Kamu tahu? orang bilang cinta itu sangat
aneh. Tapi bagaimana menurut kamu sendiri?” penuturan panjang dari Vhaiza
memaksa Agoy berpikir lalu tersenyum lembut dan coba mencerna maksud dari
uraian itu.
“Terus
terang aku tidak begitu mengerti maksud dari kata-kata kamu. Dan satu hal yang
aku sangat yakin, bahwa aku sangat menyukai kamu.” Katanya dengan nada begitu
pasti. Ia merasa ingin sekali menggenggam jemari Vhaiza dan itu tidak gampang!
Vhaiza bukan gadis biasa, kecerobohannya akan menimbulkan petaka dan ia tidak
ingin itu terjadi. Vhaiza masih berpegang teguh pada caranya sendiri dan
norma-norma serta adat-istiadatnya, ia bukan gadis yang terlalu gampang disentuh,
meski itu untuk orang yang ia sukai sekali pun. Remaja sekarang mungkin akan
menganggapnya kuno tapi tidak apalah itu hak mereka.
“Mmm..
bagaimana kalau kita pulang?”
“Baiklah,
tapi sebelum kita pulang. Boleh aku tahu bagaimana perasaan kamu sama aku?”
kata Agoy tidak ingin penasaran.
“Semoga
seperti apa yang kamu inginkan tapi jangan pernah berharap dengan sesuatu yang mungkin
tidak aku bisa beri.” Ujar Vhaiza dengan nada pasti.
“Lagi-lagi
aku tidak bisa memahami kata-kata kamu….” Namun ia tetap tersenyum.
Vhaiza
tidak mau memancing pikiran yang coba meresahkan kalbunya. Ia ingin semua
berjalan seperti biasanya. Karena ia yakin jika cinta sudah datang maka ia akan
merasakannya sendiri.
Setelah
duduk berdua bersama Agoy, keluarlah foto-foto mereka di berbagai jejaring
sosial dan dunia maya, dan semuanya mempertanyaan hubungan mereka, juga siapa
Agoy itu? Hmm… Vhaiza dan Agoy mengira tidak ada wartawan yang melihat mereka.
Hadoh!
*
Sehari
sebelum berangkat ke Singapura untuk menghadiri acara MTV Award, ia menerima lagi surat
ke 78 setelah satu bulan ini menghilang. Dan Vhaiza merasa deg-degan seperti
orang yang menerima surat
cinta untuk pertama kalinya. Padahal itu isinya pastilah sama, yaitu
puisi-puisi yang sebenarnya sudah bisa ia hafal di luar kepala. Mungkin karena
sudah sebulan menghilang membuat Vhaiza merasa canggung dan jujur saja selama
sebulan ini ia merasa takut kalau pria itu sudah melupakannya. Atau mungkin
pria itu merasa bahwa puisi itu tidak penting. Ia hanya iseng mengirimkannya
lalu melupakannya. Sementara Vhaiza sendiri sudah berulang-ulang membacanya,
memahaminya dan menikmati kata demi kata dalam setiap baitnya bahkan sering
melamunkan sang pengirimnya. Dan kali ini Vhaiza tidak mengenali huruf dalam
tulisan itu. Karena sepertinya bukan sebuah puisi. Penasaran, ia pun
membacanya….
‘Angel....
Ada puluhan kata di hati ini tersirat
untuk kamu, namun tidak satu pun bisa terungkap. Kadang hayalan terbang ke
puncak gunung dan dirimu ibarat awan yang menerpa wajahku. Ingin sekali aku
merengkuhmu, memiliki cintamu, walau hanya setetes embun pagi. Semakin hari
hati ini semakin gelisah. Karena wajahmu seperti terus menari di mataku. Engkau
tidak bisa di
umpamakan dengan
apapun di dunia ini.
Ada sejuta rasa sayang tersimpan di
matamu, ada kerinduaan tersimpan di sana. Andai kau mengerti, maka aku tidak akan pernah
segelisah ini. Bila aku memiliki cinta, nyawa dan hati,
Maka semua itu adalah kepunyaanmu. Apabila
kamu mengerti betapa aku tidak mengingingkan rasa gundah ini, namun rasa itu
terus saja menguasai diri ini. Seakan mengajak cinta menyapa, mengetuk pintu
hatimu dan ingin membawamu ke alam nyata..
Angel mimpi indah ya.’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar