*
Dua remaja sedang berdiri di tangga
pertama Tembok China, sebelum melangkahkan kaki menuju tangga berikutnya mereka
berhenti karena rasa kagum yang luar biasa, ratusan orang yang mungkin sedang
melakukan pendakian tak begitu menarik perhatian kedua gadis itu.
“Coba kamu perhatikan.” Ujar gadis
yang berambut panjang dan lurus. “Tempat yang kita injak ini, konon katanya
dibangun pada masa dinasti Ming, melewati sembilan provinsi dan panjangnya
sekitar 7.300 kilometer.” Ujarnya dengan masih rasa kekaguman tinggi.
“Wow, berarti butuh waktu setahun
jalan kaki untuk mencapai ujungnya? Yang benar saja, habis ini kan kita mau
jalan-jalan ke tempat lain.” Sahut gadis yang berambut sebahu. Mereka
bertatapan sejenak seolah tidak akan mungkin menghabiskan masa liburan mereka
di tempat itu. Akhirnya gadis yang berambut panjang menggeleng dengan pasti.
“Tentu saja tidak.”
“Ya.” Jawab sahabatnya. ‘karena
habis ini kita akan mengunjungi kota Florence’ sambung gadis berambut sebahu
itu di dalam hati karena bagaimanapun juga ia ingin mewujudkan impian kedua
orang tuanya yang sudah tiada.
“Oke, kita jalan lagi.” Kata gadis
feminin itu dengan badan dibalut jaket tebal sedang gadis yang disebelahnya
hanya mengenakan jaket seadanya, sepatu kulit teplek, syal hitam tebal
melingkar menutupi lehernya yang jenjang. Kedua gadis itu kembali menaiki
tangga Tembok China yang menjadi salah satu keajaiban dunia. “Kamu tahu berapa
tinggi Tembok ini? katanya sih tidak kurang dari sepuluh meter dan luas jalan
yang kita lewati ini lebarnya diperkirankan sekitar lima meter.” Tutur gadis
feminin itu saat mereka menaiki tangga satu demi satu dan tak lupa menyaksikan
pemandangan Tembok China yang berliku-liku memanjang dan menyusuri puncak
pegunungan, kedua gadis itu tak henti-hentinya menganggumi kehebatan
orang-orang dulu. Di zaman ini kita boleh bangga dengan temuan teknologi yang
semakin maju tapi orang dulu membuat bangunan sangat kuat dan tidak akan runtuh
dalam ribuan tahun, luar biasa!
“Kamu itu kayak pemandu wisata saja,
semua ukuran bangunan dan sejarahnya kamu hafal, memangnya waktu di Paris apa
yang kamu pelajari?” goda sahabatnya meski begitu ia bangga punya sahabat yang
serba tahu.
“Belajar semua hal, termasuk
memahami kekerasan kepala kamu.” Ia melirik sahabatnya sejenak. Yang dilirik
langsung protes.
“Kayak sendirinya tidak keras kepala
saja. Kalau saja waktu di Malaysia kamu sedikit mengalah aku rasa tidak akan
separah itu.”
“Sudahlah, mungkin sudah jalannya
seperti itu dan kurasa kalau waktu di Malaysia aku tidak menghilang kita tidak
akan sampai di tempat ini, kan?”
“Yah, kapan sih kamu itu
mau kalah omongan? Dari kelas satu SMU saja bawaannya ngejawab terus.” Gadis yang berambut sebahu itu seperti ngedumel
membuat sahabatnya tertawa kecil dan ia masih ingat dengan sangat jelas saat
pertama kali bertemu dengan sahabat kesayangannya itu.
**
BAB 1
Wujudkan impian
Jelang malam, seperti biasa Randu
Bintang mengenakan pakaian kebangsaannya, simple, keren dan sederhana. Dia suka
warna hitam dan topi dipakai terbalik, selalu. Rambut panjangnya kadang diikat,
tapi kali ini cuma digerai dengan ditutup topi. Veldo n Rahman sudah
menunggunya diluar. Sabtu malam, mereka selalu mengunjungi arena balap ciptaan
mereka sendiri.
Bersenang-senang bahkan adu maut dengan geng-geng lain. Randu
mengeluarkan mobil kijang, ia minta Veldo yang menyetir. malam ini dia
kelihatan sedikit lesu, karena Papanya akan pergi ke luar negeri selama sebulan
untuk urusan bisnis. Veldo merasa bete,
kalau melihat Randu diam begitu. Dari belakang stir Veldo pun mulai komplin.
“Udah deh Ran…, bukannya lo senang
bakal punya temen baru? Ntar kita ajak ikut balapan aja, kan asyik tuh. Bener
gak Man…?” Veldo melirik Rahman sekilas. Rahman mengacungkan jempolnya tanda
setuju.
“Bukan itu persoalannya. Goblok amat
sih..!?” Upsss! Randu mulai kumat bicara
kasarnya dan itu tidak boleh ditiru. “Itu intinya, sama aja Bokap gue
anggep gue gak berani di rumah sendiri, yang cuma ditemani para pembokat.
Moga-moga aja cewek yang bakal satu kamar sama gue nanti kayak Xena, kan asyik
tuh.” Ujar Randu sembari menatap ke depan. Rahman bersandar di jok belakang. (Xena Warrior Princess : adalah tokoh wanita
jagoan di serial TV, yang ditayangkan pada tahun 1995-2001). Randu kecil pernah
melihat serial itu di televisi saat Bi Ijah, pengasuhnya menonton.
Bukan sekali dua kali
Randu ditinggal papanya tugas ke luar, tapi entah kenapa untuk kali itu ia
meminta Randu ditemani seorang teman.
“Kenapa juga dia mesti satu kamar
sama lo, kayak gak ada kamar lain aja.”
“Itu sudah keputusan Bokap. Tau
tuh…, aneh-aneh aja, alasan yang gak masuk akal, masa gara-gara kamar gue muat
6 orang, kata Bokap sangat cocok buat gue sama Rimba.”
Veldo nyaris ngerem mendadak.
“Rimba!? Cewek yang bakal nemenin lo
itu namanya, Rimba?” soalnya selentingan dia pernah mendengar nama itu.
“Huuhh !!” Randu melempar Veldo
dengan kaleng minuman bekas. ”Minggir-minggir…, bawa mobil kaya siput.” Randu
menarik Veldo ke samping. Ia lalu menggantikan posisi Veldo tanpa menghentikan
mobil terlebih dahulu membuat jalannya tidak keruan. Rahman cekikikan
kegirangan. Sebab bila Randu sudah pegang stir pasti seru. Karena dia gila dan
sedikit membuat Veldo sport jantung.
Stir mobil sudah di tangan Randu. Mobil itu sudah membelah malam. Randu tidak
pernah kapok ditangkap Polisi, dia terlalu pandai memanfaatkan posisi papanya
di pemerintahan. Beberapa menit kemudian Randu menepikan mobil. Ia keluar,
diikuti Veldo n Rahman. Rahman menatap Randu.
“Ada apa? Malam ini kan, geng-nya
Dodo menunggu kita. Semoga lo gak lupa dengan janjinya.”
“Kayaknya malam ini gue lagi males, mood gue lagi jelek banget.” Kata Randu
tanpa gairah.
“Ntar dulu..” Veldo ikut bicara. ”Lo
gimana Ran…? malam ini, Dodo tuh cuma nantang Lo.”
“Lo kok gak ngerti banget sih. Kalo
gue bilang gak mood ya udah.” Randu
mulai naik darah.
“Mulai deh.” Rahman menengahi. ”Gini
aja, gimana kalo kita makan dulu? Abis itu baru
kita pikirkan lagi.”
‘Sebenarnya sih, gimana pun juga yang namanya janji ya harus ditepati.’ Kata
Rahman dalam hati.
“Lo benar Man, gue kayaknya emang
harus makan dulu nih. Soalnya dari tadi otak gue gak bisa mikir.” Kata Randu.
Ia balik ke dalam mobil. ”Gue di belakang aja deh.” Kali ini giliran Rahman
yang nyetir. Randu rebahan di jok belakang dan memejamkan matanya. Belum juga
jauh mobil bergerak, sudah dihadang oleh geng Dodo. Rahman terpaksa berhenti.
“Ada apa Man? Kok brenti, mang dah
nyampe kafe?” Kata Randu masih tiduran di jok belakang.
“Bentar lagi, tapi kayaknya ada
gangguan teknis di depan tuh..” Veldo n Rahman keluar dari mobil untuk
memastikan gangguan seperti apa persisnya.
Dodo sudah berdiri dihadapan mereka,
bersama dengan kedua temannya yang menatap sinis pada Veldo n Rahman.
“Hey…! Nyali kalian ternyata cuma
segini ya? Gue tunggu dari tadi tapi kalian malah ngumpet di sini, seperti
kelinci yang ketakutan. Mana Ratu kalian, si Randu itu?? O, bukan, maksud gue,
cewek kalian. Gue gak salah dengarkan kalo dia di juluki sebagai Ratu
jalanan?!”
Rahman marah saat Dodo mengatakan
Randu adalah pacarnya bersama Veldo.
“Heyy.., hati-hati dengan mulut lo
ya…! Tarik lagi kata-kata lo itu!”
Dodo malah tertawa keras, ia melirik
kedua temannya sejenak. mendengar suara tawa Dodo mamaksa Randu keluar dari
dalam mobil. Ia membetulkan posisi topinya dan berdiri di antara Veldo n
Rahman. “Do…, gue pikir juga sebaiknya lo tarik lagi ucapan lo yang tadi.” Kata
Veldo. Dodo tertawa lagi.
“Liat, Men…., seorang cewek cantik
berteman dengan dua cowok tampan yang tak bernyali. Eh, apa kalian percaya kalo
ada cowok bisa berteman dengan cewek? Mereka pasti pacaran bergantian, bener
nggak?” Dodo memtertawai mereka.
Veldo n Rahman nyaris saja menghajar
mulut Dodo kalau saja Randu tidak buru-buru melebarkan tangannya. Ia tahu Dodo
sedang memancing emosinya.
“Do.., malam ini gue emang lagi gak
mud, mendingan lo pulang aja, dan sebelum pergi lo tarik dulu kata-kata lo.”
“Kalo gue gak mau, lo mo apa?”
Tantang Dodo. Membuat Randu tersenyum.
“Oke, begini aja. Gimana kalo gue
makan dulu, setelah itu lo mau apa, gue ikutin, terserah.” Usul Randu akhinrya.
“Sombong sekali lo.” Dodo merasa
diremehkan.
“Gue cuma bilang mau makan dulu, apa
kurang jelas?”
Dodo sepertinya sudah hilang
kesabarannya. Ia menyerang Randu dengan tangan kosong. Sebelum Randu menghindar
Veldo sudah menepis tangan Dodo. Randu geleng-geleng kepala.
“Lo sepertinya gak bisa diajak ngomong
baik-baik ya? Pertama lo asal bicara, kedua mau main fisik. Dua kesalahan yang
sukar dimaafkan. Untuk terakhir kalinya gue ingetin lo, kalau lo gak mau cabut
omongan itu, lo pasti gak akan bisa bayangin apa akibatnya buat lo.” Ujar Randu
dengan nada pasti. Rahman sudah menghilang dari hadapan mereka dan beberapa
saat beriktunya Rahman melemparkan sebungkus burger ke arah Randu.
“Randu…! Tangkap!”
Randu menoleh, detik selanjutnya,
makanan kesukaannya sudah berada di tangan. Terdengar Dodo menghela napas
kesal.
“Ran…., gue cabut ucapan gue asal lo
mau turun malam ini.”
Randu duduk di kap mobilnya untuk
menikmati makanannya sama seperti yang Veldo n Rahman lakukan.
“Itu bukan gaya gue.” Katanya sambil
menggigit burger terakhirnya.
Sepertinya Dodo tidak berhasil
memancing emosi Randu. Sejenak ia memandang kedua temannya yang hanya menunggu
dari tadi. Ia menoleh kembali ke Randu. “Julukan Ratu jalanan itu ternyata
hanya isepan jempol belaka.” Ejek Dodo.
Randu menatap Dodo. Baru tahu dia
kalau dirinya dijuluki seperti itu. Sepertinya bagus juga. Ia tersenyum, lalu
mendorong Veldo lembut.
“Gue tunggu di sini. Lo berdua
Rahman ladenin dia. Bosen gue dengar ocehan dia, Do, kalo lo menang dari temen
gue, baru lo berhadapan sama gue.” Randu mempercayakan Veldo untuk adu
kecepatan dengan Dodo. Tapi itu merupakan sebuah hinaan bagi Dodo, sebab ia
cuma ingin menantang Randu.
“Ran…, kenapa harus gue?” Veldo
keberatan dan tentu saja tidak siap.
“Ayolah Vel…., buat dia menarik
ucapannya tadi, sepertinya dia mulai keras kepala sekarang.” Kata Randu cuek.
Rahman menarik tangan Veldo.
”Ayolah…!” karena ia sendiri sudah tidak sabar ingin melumat Dodo di Arena.
Dodo masih menatap Randu. Ada cinta dan kebencian di matanya untuk Randu. Randu
tersenyum di ujung bibirnya, seakan mengejek Dodo yang lagi gemes dan kesal.
“Do, kalah atau pun menang nanti, lo
akan tetap adu balap sama gue, tapi tidak sebelum lo tarik ucapan lo.
Bersiaplah. Temen gue udah gak sabar tuh!” ujar Randu dengan nada yang membuat
Dodo semakin kesal.
Dodo merasa tersinggung dengan
ucapan Randu.
“Gue akan tantang teman lo dengan
satu syarat, kalo gue menang lo harus jadi pacar gue.”
“Lo dah mulai banyak aturan deh,
oke…, tapi jika temen gue yang menang maka lo harus mundur dari balapan sampai
tiga bulan ke depan, serta tarik ucapan lo, gimana?”
“Deal!”
Kata Dodo dengan nada pasti.
Randu tersenyum. ”Come on
guys.” Ia memberi aba-aba sama
temannya. Lalu menghampiri Veldo yang sudah duduk di belakang stir. ”Vel, kata
Dodo, kalo lo kalah, gue harus jadi pacarnya.”
“Gila lo Ran…, seharusnya gak usah
terpacing omongannya.” Komentar Rahman yang sudah duduk di sebelah Veldo.
“Tenang Man.., gue yakin lo berdua
gak akan mau gue sampai jadian sama tu monyet, kan? Libas dia!” Randu menutup
pintu mobil. Randu sendiri harus yakin kalau Veldo bisa menang, harus!
Salah satu teman Dodo tinggal
bersama Randu. Mereka memberi aba-aba di jalanana yang sepi itu. Beberapa detik kemudian mobil melesat
kencang. Dalam jarak satu kilo meter mereka harus mengambil bendera yang sudah
di letakkan di tepi jalan.
Randu melirik teman Dodo. pria itu
salah tingkah dan menggaruk-garuk kepalanya.
“Kenapa lo, kutuan? Heeh…, gimana
kalo gue benar-benar pacaran sama Bos lo? Rela nggak?” Randu menggoda teman
Dodo.
Cowok itu senyum. ”Gue sih
seneng-seneng aja, Bos gue kan naksir berat sama lo.”
“O, ya…?, sayangnya gue gak tuh..
karena dia bukan tipe gue, dia pengecut.” Ledek Randu.
“Tapi bos gue, kalo uda ngomong
serius.” Tegas anak itu.
“Seriuus, serius apanya? Mungkin dia
pikir gue takut dengan tantangannya.”
“Berarti, kalo Veldo kalah lo mau
jadi pacarnya Dodo? Kata lo, Dodo bukan tipe lo?”
“Hey…, gue kan harus konsekuen!”
Cowok itu manggut-manggut kayak
orang bodoh.
Kalau mau jujur, Randu
sebenarnya agak ragu dengan Veldo. Namun dia harus pegang 51 persen kemenangan
untuk Veldo. Veldo memang jarang menang di Arena balap karena dia kurang yakin
dengan kemampuannya sendiri.
Dodo mendahului kijang itu, membuat
Veldo gugup. Rahman meliriknya.
“Vel…, Randu taruhannya. Sebagai
teman lo gak mau kan Randu jatuh ke tangan si brengsek itu dan membuatnya
tertawa menang?” Kata Rahman tajam namun dengan nada pelan.
‘Aduh…. Randu, kenapa juga lo pake
terima taruan yang beginian?’ Guman Veldo. Ia menginjak gasnya berusaha
menyalip mobil Dodo. Tentu saja ia tidak rela temannya pacaran dengan cowok
sialan itu.Veldo berhasil mendahuluinya. Rahman melihat bendera lalu
mengisyaratkan pada Veldo untuk berhenti sejenak agar ia bisa mengambil bendera
itu. Detik berikutnya di ikuti sama Dodo. Saat Rahman masuk, Veldo gugup
membuat Dodo berputar lebih cepat.
“Kita akan menang.” Dodo tertawa.
”Mana bisa anak Mami itu ngalahin gue. Sepertinya Randu terlalu nyepelein gue.
Masa gue di suruh turun dengan anak kunyuk itu?”
“Lo bener Do.” Tambah temannya
berusaha memanas-manasi Dodo.
Rahman menghela napas. ”Kenapa lo
biarin Dodo lewat? Jangan kecewain gue sama Randu sobat. Lo pasti bisa, gue
yakin.” Rahman memberi semangat untuk Veldo.
Veldo menarik napas panjang. Dan..
detik berikutnya mobil melaju seperti angin.
‘Ayo Vel…., buktiin kalo lo mampu.
Rahman sama Randu aja percaya. Gue gak boleh ngecewain mereka.’ Bisik Veldo
dalam hati. Detik selanjutnya Veldo berhasil melewati Dodo. Dodo geram lalu
berbalik menyalip. Rahman kecewa. Dodo sudah bisa melihat bendera merah yang
melambai di tangan temannya yang berdiri bersama Randu. Tapi sayang, saat Dodo
merasa menang, ia lengah dan saat itulah Veldo berhasil mendahuluinya. Di detik
terakhir, Veldo menang.
+++++
bersambung.... sob,