“Seorang
teman sejati akan menghangatkan kita dengan kehadirannya, akan mempercayakan
setiap rahasianya dan akan selalu mengingatkan kita di dalam setiap doanya.”
Ketulusan mampu melewati rintangan.
Kasih sahabat tidak punya bentuk atau
wujud,
Ibarat angin yang bisa dirasa.
Ibarat matahari yang selalu muncul di
setiap pagi tanpa diminta.
Ibarat ombak yang selalu menghanpiri
pantai,
Yang memberi keindahan di pasir.
**
FIRAN $ ROSSI.
Firan
baru saja memarkir jeepnya di parkiran kampus. Di sebelahnya terlihat seorang
wanita yang baru saja keluar dari sedan merah. Sesaat ia mengamati wanita itu,
sosok itu masih sangat asing di matanya juga di kampus itu. Sosok yang sangat
menarik perhatian. Namun yang menonjol di mata Firan adalah daya pikat yang di
pancarkan gadis itu, alami namun dahsyat. Tapi Firan tidak mau ambil pusing.
Firan keluar dari jeepnya, ia berjalan dengan tas selempangnya. Firan melihat
sebuah famplet yang tergeletak di halaman kampusnya. Ia meraihnya. Ternyata
gambar anak Band yang akan meluncurkan album barunya. Lima wajah anak muda
terpampang di sana. Mata Firan tertuju pada seseorang yang memegang gitar. Pria
itu terlihat beda dari yang lain. ‘The Lai Band’. Itu nama grupnya.
“Hai…?” telinga Firan mendengar suara menyapa agak setengah memanggil,
namun tak begitu mempengaruhinya. Ia terus melangkah sebab banyak mahluk lain
di sekitarnya yang suka iseng memanggil. Detik berikutnya terdengar
langkah-langkah kaki di belakangnya lalu. ”Hai, tunggu….!” Bersamaan dengan itu
sebuah tangan menyentuh bahu Firan. Firan membalikkan badannya. O o o mahluk
asing itu ternyata sedang tersenyum pada Firan dan sejenak menatap Firan. Firan
mengenakan celana jins, sepatu kets dan kaus berlengan panjang seakan memperlihatkan seluruh bentuk tubuhnya yang
sintal, rambutnya sebahu. ”Ng… maaf, saya anak baru. Kamu orang pertama yang
saya lihat di kampus ini.. jadi..” gadis itu mengulurkan tangannya… ”Saya Rossi
R.O.S.S.I.”
Firan menyambut tangan Rossi. ”Kalau begitu selamat datang, gue F.I.R.A.N.”
Rossi tersenyum. Firan melepas tangannya kemudian berlalu.
“Firan, gue fakultas hukum. Lo?” Rossi coba berjalan di sebelah Firan.
“Hukum.” Jawab Firan pendek. Mereka melewati Taman
kampus yang otomatis melewati anak-anak nongkrong yang terkenal dengan
keahliannya menggoda para cewek.
Suittt!!
Suit!!!
Itu suara mulut usil yang bersiul nakal.
Rossi menoleh sejenak dari arah datangnya suara. Seorang pria mengedipkan
matanya kepada Rossi. Rossi langsung fokus lagi dengan Firan. Tak lama kemudian
seorang pria sudah berdiri di depan Firan dan Rossi, sehingga membuat kedua
gadis itu berhenti melangkah.
“Hei… Firan, tumben lo punya temen? Anak baru ya, kenalin kita dong..!”
pria itu mengulurkan tangannya kepada Rossi. Firan meneruskan langkahnya,
sementara Rossi meladeni cowok itu untuk berkenalan.
“Danu.”
“Rossi.” Ia menyimak cowok itu sesaat,
tampang playboy tulen.
“Rossi, kamu cantik sekali.”
Bah!! Basi banget. Ucapan biasa bagi cowok seperti Danu.
“Terima kasih.”
Terdengar
suara tawa anak-anak dari taman dan suara suitan berkali-kali. Rossi berani
taruhan, bahwa mereka itu semua adalah teman-temannya Danu. Rossi memutuskan
untuk melangkah menyusul Firan tapi gadis itu sudah tidak terlihat lagi di mana
batang hidungnya. Sementara Danu mengikuti langkah Rossi.
“Lo pindahan dari mana?”
“Kok tahu kalo gue anak baru?” katanya sepintas tanpa melihat ke arah
Danu karena matanya masih mencari-cari keberadaan sosok Firan.
“Jelas tahu dong! Karena gue punya daftar nama cewek-cewek di kampus ini.”
Suara Danu terdengar bak playboy tangguh yang seakan sudah mengencani separuh
dari cewek kampus itu.
“O, begitu ya? Kalo begitu gue termasuk di nomor berapa nih?” Rossi coba
menyesuaikan diri.
Danu tertawa. ”Di nomor terakhir dan tertulis di hati.”
Bahh!! Kumat lagi!
Rossi
tersenyum. Sekilas ia melirik Danu. ”Sorry,
gue mo cari Firan dulu.” Ia coba menghentikan langkah Danu yang terus
mengikutinya.
“Hei!
Lo itu tidak cocok berteman dengan mahluk langka satu itu.. yang ada ntar lo
jadi ikut-ikutan aneh.” Kata Danu dengan nada setengah berteriak.
Rossi tidak menghiraukan kata-kata Danu. Cowok bermulut ember. Pikirnya.
Sampai jam istirahat pun Rossi belum juga menemukan Firan. Anak-anak
coba berkenalan untuk lebih dekat dengan Rossi. Apalagi para cowoknya, padahal saat memperkenalkan diri di depan
kelas tadi Rossi sudah menyebutkan semua tentang dia, kecuali nomor ponselnya.
“Ada film baru, gue belum
sempat nonton. Mau nggak ntar malam temenin gue nonton?” Rossi melirik cowok
yang sudah duduk di sebelahnya.
“Maaf, mungkin lain kali.” Jawab Rossi seadanya dan tidak bermaksud
menyinggung cowok itu.
Huuuu!!!
Suara anak-anak menyoraki playboy di kelas
mereka. Cowok mungil itu senyum-senyum sembari memainkan rambutnya yang agak
gondrong. Rossi hanya menebarkan senyum persahabatan untuk semuanya tanpa harus
pandang siapa mereka dan latar belakangnya. Rossi bukanlah tipe cewek tebar
pesona. Sebab tanpa dia lakukan itu pun pesonanya sudah merebak dengan begitu
cepat. Kini ia berusaha keluar dari kerumunan cowok-cowok yang dari tadi
berlomba menampilkan pesona masing-masing. Berlomba terlihat spesial dan tak
ayal satu dua cewek menatap sinis pada Rossi. Dampak itu tidak Rossi sadari.
Rossi menyapu pandangannya ke sisi kelas. Di pojok kelas terlihat seseorang yang sedang asyik membaca sesuatu
di tempat duduknya. Wajahnya tertutup oleh buku yang lagi dibacanya. Namun
Rossi mengenali kaus lengan panjang itu, lalu ia pun berjalan ke pojok. Duduk
di sebelahnya dan melirik buku apa yang sedang orang itu baca. MELANNIE.
“Suka misteri ya? Soalnya serius banget sampai seperti berada di dunia
lain. Novel MELANNIE itu kan
karya penulis luar. Gue sih belum pernah baca, tapi kata temen gue yang sudah
baca. Katanya tentang cewek vokalis Band gitu. Dia meninggal karena over dosis,
benar begitu?” celoteh Rossi membuat
orang itu menutup novelnya. Sepertinya ia tidak suka ada yang bercerita tentang
isi novel yang lagi ia baca. Ia menatap Rossi sekilas dan Rossi tersenyum.
Rossi pun meneruskan kata-katanya. ”Tadi waktu gue sedang ngenalin diri di
depan kelas gue gak liat lo di sini. Baru masuk apa tadi sedang tiduran?”
“Kenapa?” kata orang itu tanpa melihat ke arah Rossi. ”Lo nyariin gue?”
Rossi mengangguk. ”Ya. ke kantin yok, gue belum tahu kantin kampus ini.”
“Keluar,
belok kanan, lurus lalu belok kanan lagi.” Setelah berkata begitu gadis itu
membuka novelnya kembali.
“Fir.. temenin dong… anak-anak cowok di sini kan suka iseng banget, gue serba salah, di
ladenin ngelunjak. Kalo gue diem ntar di kira sombong. Oya, gue minta nomor
ponsel lo dong, boleh ya?”
“Ga punya.” Pelan dan singkat.
“Halloo Rossi..!?” suara Danu muncul dari pintu kelas. Dia beda kelas
dengan Rossi dan Firan. ”Di kelas aja,
ke kantin yok.. masa gak laper?” ia sudah di depan Rossi. Rossi melirik
Firan. Firan masih asyik dengan dunia novelnya.
“Ya sih… tapi ntar aja deh…” kata Rossi agak tidak enak dengan Firan
juga Danu. Danu malah duduk di depan Rossi dan dengan santainya ia meraih
tangan Rossi dan coba menggenggamnya. Rossi menarik tangannya dengan cepat
namun halus agar Danu tidak tersinggung.
“Sudah punya cowok?” ujar Danu seperti bicara pada anak gadis usia tiga
belas tahun. Firan melirik Rossi sepertinya ia merasa terganggu dengan pembicaraaan
mereka. Rossi merasa bersalah karena ia sadar Firan terganggu konsentrasi
membacanya.
“Maaf Dan… gue mau bicara berdua dengan Firan dulu ya…”
“Oke, silahkan.” Danu beranjak. ”Gue tunggu di kantin ya..?” ia masih
berharap untuk bertemu Rossi di kantin. Rossi menghela napas lega setelah Danu
meninggalkan kelas. Kembali ia melirik Firan yang masih serius membaca. Lalu
Firan berkomentar lagi-lagi tanpa
menoleh ke wajah Rossi sedikit pun.
“Jangan terlalu ramah sama orang, keramahan terkadang suka disalah artikan.
Hari ini gue gak ke kantin karena gue puasa.” Tutur Firan pelan tanpa bermaksud
apa-apa. Mendengar itu membuat Rossi tersenyum amat manis. Kata-kata yang baru
keluar dari mulut Firan ia rasakan sangat berarti di telinganya. Hari pertama
yang INDAH.
----
htx
bersambung....>>>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar