Selasa, 14 Mei 2013

Firan Firana



“Seorang teman sejati akan menghangatkan kita dengan kehadirannya, akan mempercayakan setiap rahasianya dan akan selalu mengingatkan kita di dalam setiap doanya.”
     
      Ketulusan mampu melewati rintangan.
      Kasih sahabat tidak punya bentuk atau wujud,
      Ibarat angin yang bisa dirasa.
      Ibarat matahari yang selalu muncul di setiap pagi tanpa diminta.
      Ibarat ombak yang selalu menghanpiri pantai,
      Yang memberi keindahan di pasir.
**

FIRAN $ ROSSI.     
      Firan baru saja memarkir jeepnya di parkiran kampus. Di sebelahnya terlihat seorang wanita yang baru saja keluar dari sedan merah. Sesaat ia mengamati wanita itu, sosok itu masih sangat asing di matanya juga di kampus itu. Sosok yang sangat menarik perhatian. Namun yang menonjol di mata Firan adalah daya pikat yang di pancarkan gadis itu, alami namun dahsyat. Tapi Firan tidak mau ambil pusing. Firan keluar dari jeepnya, ia berjalan dengan tas selempangnya. Firan melihat sebuah famplet yang tergeletak di halaman kampusnya. Ia meraihnya. Ternyata gambar anak Band yang akan meluncurkan album barunya. Lima wajah anak muda terpampang di sana. Mata Firan tertuju pada seseorang yang memegang gitar. Pria itu terlihat beda dari yang lain. ‘The Lai Band’. Itu nama grupnya.
      “Hai…?” telinga Firan mendengar suara menyapa agak setengah memanggil, namun tak begitu mempengaruhinya. Ia terus melangkah sebab banyak mahluk lain di sekitarnya yang suka iseng memanggil. Detik berikutnya terdengar langkah-langkah kaki di belakangnya lalu. ”Hai, tunggu….!” Bersamaan dengan itu sebuah tangan menyentuh bahu Firan. Firan membalikkan badannya. O o o mahluk asing itu ternyata sedang tersenyum pada Firan dan sejenak menatap Firan. Firan mengenakan celana jins, sepatu kets dan kaus berlengan panjang seakan  memperlihatkan seluruh bentuk tubuhnya yang sintal, rambutnya sebahu. ”Ng… maaf, saya anak baru. Kamu orang pertama yang saya lihat di kampus ini.. jadi..” gadis itu mengulurkan tangannya… ”Saya Rossi R.O.S.S.I.”
      Firan menyambut tangan Rossi. ”Kalau begitu  selamat datang, gue F.I.R.A.N.”
      Rossi tersenyum. Firan melepas tangannya kemudian berlalu.
      “Firan, gue fakultas hukum. Lo?” Rossi coba berjalan di sebelah Firan.
      “Hukum.” Jawab Firan pendek. Mereka melewati Taman kampus yang otomatis melewati anak-anak nongkrong yang terkenal dengan keahliannya menggoda para cewek.
      Suittt!! Suit!!!
Itu suara mulut usil yang bersiul nakal. Rossi menoleh sejenak dari arah datangnya suara. Seorang pria mengedipkan matanya kepada Rossi. Rossi langsung fokus lagi dengan Firan. Tak lama kemudian seorang pria sudah berdiri di depan Firan dan Rossi, sehingga membuat kedua gadis itu berhenti melangkah.
      “Hei… Firan, tumben lo punya temen? Anak baru ya, kenalin kita dong..!” pria itu mengulurkan tangannya kepada Rossi. Firan meneruskan langkahnya, sementara Rossi meladeni cowok itu untuk berkenalan.
      “Danu.”
      “Rossi.” Ia menyimak cowok itu sesaat, tampang playboy tulen.
      “Rossi, kamu cantik sekali.”
      Bah!! Basi banget. Ucapan biasa bagi cowok seperti Danu.
      “Terima kasih.”
      Terdengar suara tawa anak-anak dari taman dan suara suitan berkali-kali. Rossi berani taruhan, bahwa mereka itu semua adalah teman-temannya Danu. Rossi memutuskan untuk melangkah menyusul Firan tapi gadis itu sudah tidak terlihat lagi di mana batang hidungnya. Sementara Danu mengikuti langkah Rossi.
      “Lo pindahan dari mana?”
      “Kok tahu kalo gue anak baru?” katanya sepintas tanpa melihat ke arah Danu karena matanya masih mencari-cari keberadaan sosok Firan.
      “Jelas tahu dong! Karena gue punya daftar nama cewek-cewek di kampus ini.” Suara Danu terdengar bak playboy tangguh yang seakan sudah mengencani separuh dari cewek kampus itu.
      “O, begitu ya? Kalo begitu gue termasuk di nomor berapa nih?” Rossi coba menyesuaikan diri.
      Danu tertawa. ”Di nomor terakhir dan tertulis di hati.”
      Bahh!! Kumat lagi!
      Rossi tersenyum. Sekilas ia melirik Danu. ”Sorry, gue mo cari Firan dulu.” Ia coba menghentikan langkah Danu yang terus mengikutinya.
      “Hei! Lo itu tidak cocok berteman dengan mahluk langka satu itu.. yang ada ntar lo jadi ikut-ikutan aneh.” Kata Danu dengan nada setengah berteriak.
      Rossi tidak menghiraukan kata-kata Danu. Cowok bermulut ember. Pikirnya.

      Sampai jam istirahat pun Rossi belum juga menemukan Firan. Anak-anak coba berkenalan untuk lebih dekat dengan Rossi. Apalagi para cowoknya,  padahal saat memperkenalkan diri di depan kelas tadi Rossi sudah menyebutkan semua tentang dia, kecuali nomor ponselnya.
      “Ada film baru, gue belum sempat nonton. Mau nggak ntar malam temenin gue nonton?” Rossi melirik cowok yang sudah duduk di sebelahnya.
      “Maaf, mungkin lain kali.” Jawab Rossi seadanya dan tidak bermaksud menyinggung cowok itu.
      Huuuu!!!
Suara anak-anak menyoraki playboy di kelas mereka. Cowok mungil itu senyum-senyum sembari memainkan rambutnya yang agak gondrong. Rossi hanya menebarkan senyum persahabatan untuk semuanya tanpa harus pandang siapa mereka dan latar belakangnya. Rossi bukanlah tipe cewek tebar pesona. Sebab tanpa dia lakukan itu pun pesonanya sudah merebak dengan begitu cepat. Kini ia berusaha keluar dari kerumunan cowok-cowok yang dari tadi berlomba menampilkan pesona masing-masing. Berlomba terlihat spesial dan tak ayal satu dua cewek menatap sinis pada Rossi. Dampak itu tidak Rossi sadari.
      Rossi menyapu pandangannya ke sisi kelas. Di pojok kelas terlihat  seseorang yang sedang asyik membaca sesuatu di tempat duduknya. Wajahnya tertutup oleh buku yang lagi dibacanya. Namun Rossi mengenali kaus lengan panjang itu, lalu ia pun berjalan ke pojok. Duduk di sebelahnya dan melirik buku apa yang sedang orang itu baca. MELANNIE.
      “Suka misteri ya? Soalnya serius banget sampai seperti berada di dunia lain. Novel MELANNIE itu kan karya penulis luar. Gue sih belum pernah baca, tapi kata temen gue yang sudah baca. Katanya tentang cewek vokalis Band gitu. Dia meninggal karena over dosis, benar begitu?”  celoteh Rossi membuat orang itu menutup novelnya. Sepertinya ia tidak suka ada yang bercerita tentang isi novel yang lagi ia baca. Ia menatap Rossi sekilas dan Rossi tersenyum. Rossi pun meneruskan kata-katanya. ”Tadi waktu gue sedang ngenalin diri di depan kelas gue gak liat lo di sini. Baru masuk apa tadi sedang tiduran?”
      “Kenapa?” kata orang itu tanpa melihat ke arah Rossi. ”Lo nyariin gue?”
      Rossi mengangguk. ”Ya. ke kantin yok, gue belum tahu kantin kampus ini.”
      “Keluar, belok kanan, lurus lalu belok kanan lagi.” Setelah berkata begitu gadis itu membuka novelnya kembali.
      “Fir.. temenin dong… anak-anak cowok di sini kan suka iseng banget, gue serba salah, di ladenin ngelunjak. Kalo gue diem ntar di kira sombong. Oya, gue minta nomor ponsel lo dong, boleh ya?”
      “Ga punya.” Pelan dan singkat.
      “Halloo Rossi..!?” suara Danu muncul dari pintu kelas. Dia beda kelas dengan Rossi dan Firan. ”Di kelas aja,  ke kantin yok.. masa gak laper?” ia sudah di depan Rossi. Rossi melirik Firan. Firan masih asyik dengan dunia novelnya.
      “Ya sih… tapi ntar aja deh…” kata Rossi agak tidak enak dengan Firan juga Danu. Danu malah duduk di depan Rossi dan dengan santainya ia meraih tangan Rossi dan coba menggenggamnya. Rossi menarik tangannya dengan cepat namun halus agar Danu tidak tersinggung.
      “Sudah punya cowok?” ujar Danu seperti bicara pada anak gadis usia tiga belas tahun. Firan melirik Rossi sepertinya ia merasa terganggu dengan pembicaraaan mereka. Rossi merasa bersalah karena ia sadar Firan terganggu konsentrasi membacanya.
      “Maaf Dan… gue mau bicara berdua dengan Firan dulu ya…”
      “Oke, silahkan.” Danu beranjak. ”Gue tunggu di kantin ya..?” ia masih berharap untuk bertemu Rossi di kantin. Rossi menghela napas lega setelah Danu meninggalkan kelas. Kembali ia melirik Firan yang masih serius membaca. Lalu Firan berkomentar  lagi-lagi tanpa menoleh ke wajah Rossi sedikit pun.
      “Jangan terlalu ramah sama orang, keramahan terkadang suka disalah artikan. Hari ini gue gak ke kantin karena gue puasa.” Tutur Firan pelan tanpa bermaksud apa-apa. Mendengar itu membuat Rossi tersenyum amat manis. Kata-kata yang baru keluar dari mulut Firan ia rasakan sangat berarti di telinganya. Hari pertama yang INDAH.
 ----
htx
bersambung....>>>


Tidak ada komentar:

Posting Komentar