Pukul delapan pagi waktu
Texas, Nyonya Andini mengajak Vhaiza terbang ke California dan mendarat di Bandara Internasional San
Francisco untuk mengunjungi toko-toko para perancang ternama dunia menjual produknya.
‘Bandara
Internasional San Francisco California berbatasan
dengan Samudra Pasifik, Oregon, Nevada, Arizona dan negara bagian Meksiko Baja California.
California memiliki alam yang indah menonjolkan lembah
tengah yang luas, gunung tinggi, padang pasir yang panas dan ratusan mil
pesisir yang indah. Dengan luas wilayah 410.000 km² dia
merupakan negara bagian terbesar ke-3 di AS. Kebanyakan kota besar menempel di
pesisir Pasifik yang sejuk, yang paling terkenal Los Angeles, San Francisco, San Jose, Long Beach, dan San Diego. Namun, ibu kota negara bagian
ini, Sacramento terletak di Central
Valley. Sedangkan kota keenam
terbesar di California, yaitu Fresno terletak di San Joaquin Valley.
California terkenal akan gempa buminya, dikarenakan San Andreas Fault. Meskipun
gempa yang lebih kuat terjadi di Alaska dan sepanjang Sungai Mississippi, gempa di California terkenal karena frekuensinya dan
letaknya di wilayah yang banyak penduduknya. Beberapa orang percaya, pada
akhirnya, sebuah gempa bumi besar akan menyebabkan putusanya pesisir California
dengan benua, dan akan tenggelam ke samudra atau membentuk sebuah tanah baru.
Kenyataan dari skenario ini sebenarnya tidak mungkin dari sudut pandang
geologikal, namun tidak mengurangi kepercayaan publik, atau oleh para produser
media fiksi-ilmiah dan fantasi yang sering mengeksploitasi kemungkinan ini.
Film terkenal yang menggambarkan kerusakan California oleh gempa bumi termasukEarthquake, A View to Kill, Escape from L.A., dan Superman. California juga merupakan
rumah dari beberapa gunung berapi, beberapa
masih aktif seperti Gunung
Mammoth. Gunung berapi lainnya
termasuk Lassen Peak yang meletus sejak 1914 dan 1921, dan Gunung Shasta.’
Nyonya Andini menyukai Rodeo Drive,
‘History of
Rodeo Drive in Beverly Hills, California.
Rodeo Drive of
Beverli Hills, California is a shopping districk famous for designe label an
haute couture fashion. The name generally refers to a three-block long stretch
of boutiques and shops but the street stretches further north and south.
Back when
California was part of Mexico, on August 3,1769, Don Jose Gaspar de Portola,
the first governor of provincial California, and his entourage, the portola
expedition, became the first Europeans known to arrive in the area, having
traveled an existing Indian trail ( present-day Wilshire Boulevard ) to the
present-dan site of La cienega Parkm named for a large swamp-“cienega” in
Spanish-and namesake of adjacent La Cienega Boulevard. The Tongva (“Gabrieleno”)
people living there considered it to be a holy site because of its precius
commodity, water and the abundant food supply it provided. Their name for the
site,”The
Gathring of the Waters”, translate to Spanish as “El
Rodeo de las Aguas.”
While Portolà fell somewhat short of reaching Cíbola, the
expedition's chaplain, Friar Juan Crespí, wrote in his journal of " [a]
large vineyard of wild grapes and an infinity of rose bushes. After traveling
about half a league we came to a village of this region. People came into the
road, greeted us and offered seeds."
Following the death of her Spanish soldier husband,
Afro-Latina and early California feminist icon Doña Maria Rita Valdez de Villa
was granted the deed to the area in 1838. She operated the Rancho Rodeo de las
Aguas there until its sale in 1854 to Benjamin D. Wilson and Henry Hancock for
$4000. "Hotel California," the Beverly Hills Hotel, now stands where
her adobe home once stood, about a half-mile north of the present-day Rodeo
Drive shopping district. ’(1)
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
(1). Sumber Wikipedia.
*
Di mana tempat para tokoh menjual karya
terbaik dari perancang terbaik. Ia ingin Vhaiza memiliki semua yang terbaik,
yang dihasilkan dari tangan-tangan terbaik di dunia. Di toko itu Mama seakan
mengajak Vhaiza memborong semua yang Vhaiza sukai. Tapi Vhaiza tidak
menginginkan apa pun. Karena kasih sayang tulus yang diperlihatkan oleh Nyonya
Andini membuatnya tidak sanggup. Ia tidak bisa kehilangan itu, ia membutuhkan
kasih sayang itu melebihi barang-barang mahal itu. Tadinya
Vhaiza mengira mertuanya akan mengajaknya jalan-jalan ke Mall Galleria di Texas
tempat belanja kalangan atas atau ke outlet, premium outlet, barang-barang yang
dijual bukan barang palsu atau KW karena barang asli itu tidak lulus proses Quality Control untuk masuk ke
gerai resmi di mall ternama meski ada juga model-model yang khusus
dibuat untuk outlet yang ada di San
Marcos Prime. Pada akhir tahun sering diadakan diskon besar-besaran. Bangunan
Premium outlet sama seperti outdoor mall, bisa santai sambil
menikmati sinar matahari. Di Texas hanya ada di lima kota saja yaitu : Allen
(area Dallas), Houston, Mercedes (area McAllen), Round Rock (area Austin) dan
San Marcos (area San Antonio/Austin). San Marcos adalah yang paling terbesar di
Amerika dan luar biasa luasnya. Satu hari sepertinya tidak cukup untuk explore toko
satu persatu .
Nyonya Andini tahu pasti kalau Vhaiza
menyukai hal yang berbau musik atau film maka ia membawa wanita itu ke tempat
yang pasti disukai semua seniman musik di dunia yaitu ke tempat belanja paling
populer di California Amoeba Music dan kebetulan sekali mereka
menginap di hotel BEST WASTERN Hollywood Plaza Inn tempat yang tidak begitu
jauh dari Amoeba Music. Namun apa pun itu namanya bahkan surganya para gila belanja
juga tidak akan bisa mengubah suasana hati Vhaiza yang masih memikirkan
pembicaraan Agoy dengan ibu mertuanya apalagi setelah mendengar langsung dari
dokter membuat Vhaiza berkali-kali menghela napas panjang karena merasa agak
susah bernapas meski suasana tempat belanja sangat dingin dan nyaman, ramainya
pengunjung dengan kesibukan masing-masing namun telihat tertib semakin membuat
hati Vhaiza ingin menjerit.
Nyonya Andini yang menyadari Vhaiza
bukan tipe shoppaholic tidak
menyangka kalau menantunya juga tidak begitu menyukai hal yang masih menyangkut
dengan bidangnya, sebab dari tadi Vhaiza belum mengambil item apa pun di toko besar itu.
Menjelang pukul dua siang Nyonya Andini memutuskan untuk membawa
menantunya istirahat, mereka akan menikmati makanan di sebuah kafe yang
tendanya ada di tepi jalan. Di bahu trotoar dengan tenda-tenda yang lucu.
Nyonya Andini memesan kopi, pizza dan big
burger. Sampai-sampai Vhaiza terkejut melihat pesanan itu.
“Ayo honey… kita bersenang-bersenang… Mama yakin kamu tidak pernah makan
sebebas ini, kan? Tanpa diganggu oleh para fans dan sang produser kamu pasti
membatasi porsi makan kamu, kan? Lihat saja hasilnya. Tubuh kamu persis seperti
para model di negeri ini. Kamu jangan khawatir karena makanan seperti ini
sekali-kali memang diperlukan.” Katanya setengah bergurau.
Vhaiza tersenyum. ”Mhm.. siapa takut.”
Tantang Vhaiza. Dan sesaat sebelum mereka menikmati makanan. Seseorang menegur
Vhaiza.
“Sorry,
Vhaiza…., kan?”
Vhaiza menoleh. Terlihat seorang wanita
dengan teman laki-lakinya tersenyum pada Vhaiza.
“E e, hai.” Vhaiza berdiri. Kedua
wanita itu berpelukan sejenak. Wanita itu memperkenalkan teman bulenya dan
Vhaiza memperkenalkan mertuanya.
“Ini Mama saya.”
“Halo tante, Vhaiza tentu saja saya
mengenali Mama mertua kamu.” Ia mengulurkan tangannya pada Mama. Wanita itu
tersenyum ramah.
“Ayo kita makan siang sama-sama.”
Ajaknya dengan tulus.
“Mama benar.. kenapa nggak.” Tambah Vhaiza.
Wanita modis itu melirik cowoknya sejenak lalu menatap Vhaiza dan mertuanya.
“Tidak. Terima kasih sekali… kami harus
buru-buru, lain kali kami tidak akan menolak. Maaf ya tante. Mm.. Vhaiza dan
tante, kami pamit dan selamat makan siang.” Kedua remaja itu pergi menyusuri
trotoar, sepertinya mereka akan berbelanja.
“Hmm… baru saja Mama bilang kalau tidak
ada yang mengganggu kamu di sini.”
“Ma, tentu saja dia kenal dengan Vhaiza.
Dia itu VJ MTV di Singapura.” Jelas Vhaiza.
“O, ayo kita nikmati makanannya.” Ia
sudah tidak sabar. Ia mencicipi kopinya, diikuti Vhaiza. Vhaiza memandang Mama
mertuanya. Ia ingin sekali mengetahui tentang rahasia yang disimpan oleh
keluarga Agoy terhadap dirinya.
“Ma… terima kasih untuk semua ini.”
Wanita itu mengangguk dan tersenyum. ”Kamu
wanita sempurna sayang.” Katanya dengan bangga.
“Mama berbohong.” Sahut Vhaiza dengan
pelan.
“Whats…?!”
Vhaiza meletakan gelasnya ia menghela
napas dengan pelan dan mulai bertanya meski agak ragu-ragu. “Kenapa Mama
melakukan semua ini? Kenapa Mama mengatakan aku wanita sempurna padahal Mama
tahu kalau aku adalah seorang wanita yang paling menyedihkan di dunia ini.”
Tuturnya dengan nada sangat memprihatinkan.
Wanita itu menatap Vhaiza seolah tidak
percaya mendengar kata-kata barusan. “Whats
do you mean, honey?” suaranya tak kalah pelan dari suara Vhaiza.
“Malam itu tanpa sengaja aku mendengar
pembicaraan Mama bersama Agoy.”
“Oh
my God.” Sesaat ia terdiam. Ia bisa memahami bagaimana perasaan Vhaiza saat
ini hingga membuat ia menarik napas panjang lalu matanya tiba-tiba menangkap
pemandangan di sisi jalan. Ada seorang wanita gendut sedang mendorong kereta
bayi. Di belakangnya ada tiga orang anak yang masih balita. Terlihat dengan
jelas kalau wanita subur itu sangat kualahan. Dia kesal dan mengomeli
anak-anaknya. Seakan-akan dia sangat menyesali karena sudah melahirkan
anak-anaknya ke dunia ini. Mama lalu menoleh ke Vhaiza.
“Kamu lihat sayang, wanita yang ada di
ujung jalan itu?” katanya. Sedangkan Vhaiza sudah mengikuti arah mata Mamanya
sedari tadi.
Lalu ia pun berujar. “Tapi bagaimana
pun juga, dia adalah wanita yang sempurna.”
“Sempurna dalam arti apa, sayang?
Kenapa kamu berpikir setiap wanita yang bisa melahirkan anak di muka bumi ini
di sebut sebagai wanita sempurna? Menurut Mama, seorang yang bisa di sebut
sempurna itu jika ia bisa menikmati hidupnya dengan nyaman dan bahagia. Kamu tahu?
ada berapa wanita di dunia ini yang memiliki anak berlusin-lusin namun mereka
belum tentu bahagia dan nyaman.” Ujarnya santai. Vhaiza menatap mertuanya yang
mulai menikmati pizzanya. Vhaiza ikut makan meski tak begitu bernafsu. ”Kamu
tidak menikmati pizzamu sayang…?” ia melihat Vhaiza makan namun tidak menikmatinya dengan sungguh-sungguh sebenarnya ia sangat
memaklumi suasana hati Vhaiza.
“Maafkan Vhaiza, Ma.”
“Tidak apa-apa.” Ia jadi ikut-ikitutan
tak bernafsu.
“Ma, mengapa Mama dan Agoy merahasiakan
hal itu terhadap Vhaiza?”
“Sayang…, seseorang rela melakukan apa
saja demi orang yang di cintainya.” Ia coba menjelaskan. Vhaiza diam sembari
mulai mencicipi lagi makan siangnya. Kali ini wanita itu menatap Vhaiza
lekat-lekat. ”Sayang… kamu tidak apa-apa?” ia menyentuh tangan Vhaiza. Vhaiza
tersenyum. Ia merasa ada yang tidak adil setelah mendengar penuturan Mama.
“Mama bilang demi kebahagiaan orang
yang kita cintai. Ma, aku juga mencintai Mama. Aku ingin sekali melakukan
sesuatu untuk Mama, tapi bagaimana?” ia bertanya dengan hati-hati.
“Kamu tidak perlu melakukan apa-apa
sayang… Mama sudah bahagia mendapatkan Arron, dan mendapatkan juga seorang anak
perempuan seperti kamu. Itu sudah membuat Mama sangat bahagia.” Wanita
mendekati usia lima puluhan itu tersenyum dengan bijak.
‘Dia bahagia mendapatkan seorang anak,
Agoy dan mendapatkan seorang menantu perempuan tapi, aku? Tak seorang pun yang
bisa aku miliki.’ Sisi lain di hati Vhaiza membrontak. ’Hei, Vhaiza! Kamu
memiliki seorang suami yang sangat mencintai kamu dan mertua yang amat sangat
menyanyangi kamu. Apalagi yang kamu keluhkan?’ sudut hatinya yang lain lagi memaki.
“Hee… Mama tidak ingin melihat kamu
sedih seperti ini, Mama akan senang sekali kalau kamu menghabiskan makananmu,
hmm…?” ia mengusap tangan Vhaiza sekilas lalu. ”Kamu tunggu sebentar ya, Mama
ke belakang dulu.” Ia pergi sebentar dan Vhaiza memandangnya berlalu.
Sejujurnya ia agak kecewa karena Agoy merahasiakan tentang dirinya yang tidak
bisa memiliki seorang anak. Hati kecilnya bertanya sendiri, bagaimana
kelanjutan hubungan mereka nanti? Bisakah bertahan?
‘Aku harus melakukan sesuatu. Demi
cinta, aku juga bisa berbuat apapun.’
Mama menghubungi Agoy. Ia mengatakan
kalau Vhaiza telah mengetahui semuanya.
Agoy tentu saja kaget. Tak bisa ia bayangkan
bagaimana perasaan Vhaiza saat ini. Ia berdoa
semoga diberi ketabahan.
*
Di dalam kamarnya, Agoy mengamati seisi
ruangan. Ia menunggu Vhaiza pulang dengan memandang ke luar jendela dengan
perasaan tidak menentu. Ia tidak tahu bagaimana menghadapi Vhaiza jika sudah
kembali. Apa yang harus ia jawab kalau Vhaiza bertanya?
Saat itu ketika Vhaiza mengajaknya chek up ke dokter, ia berpikir pasti ada
yang tidak beres di antara mereka. Untuk itu ia menemui dokter itu terlebih
dahulu dan berbicara langsung padanya, agar dokter mengikuti keinginannya. Dan
tentu saja dokter itu menolak.
“Kenapa Anda minta saya melakukan hal itu?
Itu melanggar etika profesi, dan saya tidak bisa melakukannya.” Tolak sang
dokter dengan sangat keberatan.
“Saya tahu itu melanggar kode etik
kedokteran tapi ini demi kebaikan seorang pasien dan demi selamatnya sebuah
rumah tangga. Semua ini demi kebaikan, dok.” Pinta Agoy dengan penuh
permohonan.
“Tapi Anda juga harus tahu ini
menyangkut nama baik semua dokter yang ada di dunia ini, jadi…”
“Dok,…” potong Agoy. “saya hanya
meminta seandainya istri saya yang bermasalah tapi kalau saya yang bermasalah
tidak apa-apa. Makanya saya mohon… kalau istri saya yang mengalaminya saya
tidak ingin dia mengetahuinya. Jika itu terjadi maka jangan katakan apa pun.
Dan dokter bisa mengatakan apa saja untuk dia percaya.” Pinta Agoy sekali lagi
dengan pasti.
“Tapi kenapa jika Anda yang mandul,
saya harus berterus terang?” dokter itu merasa heran.
“Karena dia adalah segala-galanya bagi
saya. Saya tidak bisa hidup tanpa dia, dan saya tidak ingin dia sedih.” Tutur
Agoy serius.
Dokter itu manggut-manggut. Ia menatap
Agoy tak percaya. ’Mana ada orang menikah tidak menginginkan keturunan.’
Pikirnya.
“Dokter bisa melakukannya?” ia
mengulang lagi permohonannya.
“Terus-terang ini berat sekali.”
“Tapi saya sangat memohon kepada
Dokter.” Pinta Agoy untuk kesekian kalinya.
“Baiklah, tapi semua ini saya lakukan
atas nama kemanusiaan saja dan Anda harus tahu, semua keputusan pasti ada
efeknya. Mungkin secara psikis bagi saya dan Anda sendiri.” Ia menekankan
kemungkinan itu.
“Saya sangat mengerti dok.” Agoy merasa
lega karena dokter mau bekerja sama dengannya.
Agoy menghela napas berat. Kini ia tahu
apa resiko dan efek itu baginya dan juga
istrinya…! Namun apa pun yang telah ia lakukan semua itu demi kebaikan. Tapi
kebaikan untuk siapa? Karena yang namanya berbohong tetap saja salah dan tidak
baik, apa pun alasannya.
“Hai…. Kok ngelamun? Tidak biasanya
kamu seperti itu?” Vhaiza sudah muncul dari pintu. Agoy menoleh dan tersenyum
menyambutnya meski Mama melarangnya untuk menjemput ke Bandara dengan alasan
banyak taksi dan perjalan yang tidak begitu jauh.
“Gimana belanjanya?”
“Ya lumayan capek meski perjalanannya
tidak terlalu lama. Mama belanja banyak sekali, seolah dia ingin membelikan
semua isi toko untuk aku, sepertinya dia ingin sekali membahagiakan aku. Oya,
aku gak ngerti kenapa ya… semua orang di dunia ini seakan berlomba-lomba ingin
melakukan sesuatu demi orang tercintanya? Tanpa berpikir terlebih dahulu
bagaimana perasaan orang yang di cintainya tersebut.” Ia meletakkan kantong
belanjaanya di dekat lemari. Agoy mengamati wanita yang sudah dua hari ini jauh
darinya meski perginya berdua dengan mamanya sendiri namun tetap saja
membuatnya tidak tenang dan kangen.
“Kalau aku salah, maafkan aku…” kata
Agoy lembut. Vhaiza menatap pria berhati mulia itu. Ia duduk di bibir ranjang
dan menarik napas berat.
“Jangan bicara seperti itu, maaf.. aku
lelah sekali.” Hela Vhaiza dengan nada datar.
Agoy mendekatinya. ”Kamu tidak ingin kita
membahasnya sekarang?”
“Membahas apa?” sahut Vhaiza agak
dingin.
“Sayang… tadi Mama telepon aku, kamu
sudah mengetahuinya, kan?”
“Mengetahui apa…?” Vhaiza tampak
berpikir sesaat. ”O… itu, itu tidak penting, kan?”
“Aku tahu kamu marah, maafkan aku ya…”
“Aku tidak marah, jika kamu tidak
membicarakannnya berarti tidak penting. Mana ada sih sesuatu yang penting tidak
dibicarakan sama istri?” Vhaiza coba menenangkan gejolak di hatinya. ”Jadi buat
apa kamu minta maaf.. dan kita tidak perlu membahasnya.” Vhaiza masih tenang
dan Agoy merasa sangat bersalah. Vhaiza merebahkan tubuhnya. Sepertinya ia
memang kelelahan.
Agoy mencium keningnya sekilas lalu
keluar menemui Ayahnya. Pria itu sedang menikmati kopi di teras samping rumah.
Agoy ikut duduk dan Ayah melihat perubahan di wajah putranya.
“Ada apa? Kamu kok kelihatan bingung?”
ia mengulurkan gelas kopinya ke Agoy dan pria itu menyunggingkan seulas senyum
lalu meraih kopi Ayah dan meneguknya sedikit.
“Vhaiza Pa… ia mendengar obrolan Arron sama
Mama kemarin malam, dia sudah tahu semuanya.” Ujarnya memberitahu.
Pria itu menatap anaknya dengan serius.
”Bagaimana keadaan Vhaiza sekarang?”
“Buruk. Dia marah.”
“Kasian anak itu. Kamu harus
membujuknya, apa perlu kita ngomongnya sama-sama? Dan ajak Mama kamu.”
“Ia bahkan sudah membicarakannya sama
Mama, Mama yang memberitahukan sama Arron. Vhaiza mengatakan sama Mama kalau
dia mendengarkannya tanpa sengaja.”
Tuan Nathan menyandarkan tubuhnya di
kursi. Ia jadi ikut bingung dan serba salah. “Saat ini kamu sebaiknya temani
Vhaiza, ini pasti berat sekali buat dia.” Ujarnya meski jujur saja sebagai Ayah
ia sangat mengharapkan hadirnya seorang cucu dari keturunan Agoy.
“Tapi dia malah tidak ingin
membicarakannya.” Beritahu Agoy.
“Jangan hiraukan, temani saja dia. Dia
butuh dukungan kamu.” Katanya serius. Agoy menatap Papanya dan pria itu
mengangguk supaya Agoy kembali ke kamar, menemani Vhaiza.
Beberapa saat kemudian waktu Agoy
kembali Vhaiza baru selesai mandi. Ia bersandar di tepi jendela memandang
senja. Agoy ikut bersandar di bahu jendela satunya. Ia menatap Vhaiza dan Vhaiza
menoleh lalu menciptakan sebuah senyuman, masih indah senyum itu. Ia melipat
kedua tangannya.
“Kamu tahu bagaimana perasaan aku
sekarang?” katanya seperti bertanya pada diri sendiri. Agoy mengangguk. Tapi
Vhaiza menggeleng sebelum kembali menoleh ke luar jendela.
“Sayang… aku tentu saja sangat
mengerti.” Ia mendekati wanita itu dan memegang bahunya. ”Aku tahu kamu marah.”
“Tidak, ini bukan soal marah. Aku tidak
mungkin bisa marah sama kamu.” Wajahnya masih menoleh ke luar jendela.
“Marah saja aku tidak keberatan kamu
marah. Aku memang pantas menerimanya kamu tidak perlu menahannya kamu bisa
melampiaskan semua kemarahan kamu sama aku.” Agoy mengusap-usap bahu Vhaiza.
Vhaiza tetap menatap ke luar.
“Aku hanya ingin tanya satu hal, kenapa
kamu merahasiakannya?”
“Karena aku tidak ingin kehilangan
kamu.” Jawab Agoy sangat cepat.
“Kau berpikir begitu?”
“Tentu saja.” suara Agoy sangat yakin.
Vhaiza memutar tubuhnya dan menatap Agoy dengan seksama.
“Kamu mengambil keputusan sepihak dan
meng-cut perasaanku.”
“Maafkan aku.”
“Tolong jangan bilang maaf lagi.. aku
tidak marah, hanya kecewa.. sekarang aku ingin tanya, kenapa kamu mau
mempertahankan aku? Apa kamu berpikir kalau aku wanita yang sangat lemah?”
“Tidak sayang… aku melakukan semua ini
karena aku sangat mencintai kamu.” Ia memegang wajah Vhaiza seakan memohon
pengertiannya.
“Tidak, itu bukan cinta, tapi kasihan.”
“Itu tidak benar.” Bantah Agoy dengan
cepat.
Vhaiza menoleh ke arah luar lagi. “Oke,
kamu bilang akan melakukan apa saja demi kebahagianku. Aku ingin kamu
melakukannya..”
“Jangan meminta aku melakukan sesuatu
yang tidak mungkin bisa aku lakukan.” Ia mendengar nada ancaman dari suara
Vhaiza.
“Tidak sulit dan aku kira kamu pasti
bisa melakukannya. Menikah lagi.”
“Aku sudah menduganya.” Ia meraih wajah
Vhaiza dengan lembut. ”Lihat mataku… apa kamu pikir ada manusia yang sempurna
di dunia ini?”
“Tapi kamu sempurna, kamu bisa punya
anak dengan wanita lain.” Ucapnya dengan nada tekanan. Agoy memeluknya namun
Vhaiza menolak halus. Baru kali ini hal itu terjadi. Agoy menatap wajah itu.
“Kalau aku berada di posisi kamu, apa
yang harus kamu lakukan? Menikah lagi hanya demi seorang anak???”
“Tidak, tentu saja tidak. Karena aku mencintai
kamu. Tapi ini masalahnya beda.”
“Di mana letak bedanya?”
“Tapi kamu sempur….”
“Yaaaaa, aku memang sempurna.” Potong
Agoy. “Masa kecil yang bahagia, hidup serba berkecukupan, punya orang tua yang
hebat, melimpahiku dengan kasih sayang dan memberikan apa pun yang aku
butuhkan. Dan menjadi laki-laki mapan, pintar, kaya dan tampan. Lalu menikah
dengan seorang wanita yang paling aku cintai lebih dari apapun. Wanita itu juga
sangat mencintai aku. Tapi wanita itu tidak bisa memberikan seorang anak pada
pria yang sempurna. Itu yang kamu sebut sempurna?”
“Kamu bisa mendapatkannya dari wanita
lain.” Kata Vhaiza seperti mengulangnya lagi.
“Ya Tuhan… sayang… kenapa kamu belum
mengerti juga? Itu bukan cara untuk menutupi satu kekurangan namun menambah
kekurangan yang lain. Kalau aku menikah lagi, apa kamu mau melihat aku hidup
tanpa cinta? Apa kamu ingin menambah lagi kekurangan satunya? Aku akan sangat
menderita bila jauh dari kamu. Dan aku akan lebih menderita lagi kalau melihat
kamu sedih. Kalau boleh aku memohon, jangan pernah singgung lagi masalah ini. Kamu
lupa ya? Dulu aku pernah mengatakan sama kamu. ’Apalagi yang aku inginkan di
dunia ini kalau sudah mendapatkan kamu? Tidak ada sayang… karena kamu adalah
surgaku, kehidupanku dan sumber kebahagiaanku.’” Kata Agoy dengan nada masih
seperti dulu. Vhaiza menjauhinya, ia duduk di
ranjang dan Agoy mengikutinya.
“Jangan berpuisi.. aku serius.”
“Aku juga serius, kenapa kamu
menganggap aku berpuisi? Lagian kalau pun juga puisi, itu hal yang serius kok.
Seseorang mengatakan isi hatinya yang keluar dari hati yang paling dalam.”
“Tapi saat ini kata-kata kamu itu tidak
keluar dari hati.” Kata Vhaiza masih ngotot. Agoy memeluk pundak Vhaiza. Ia
tidak tahu harus ngomong apa lagi selain memeluknya. Diam lama, lalu.
“Kamu ingat saat aku meminta kamu
menjadi kekasihku? Saat itu kamu bilang, jangan meminta sesuatu yang tidak bisa
aku berikan. Ingat?”
Vhaiza menoleh ke wajah Agoy. Itu
percakapan sudah tiga tahun lebih. ’Kenapa setiap kata yang pernah keluar dari
mulutku setiap detilnya bisa ia ingat dengan baik?’ ”Aku sendiri tidak ingat.”
Kata Vhaiza pura-pura lupa.
“Tidak apa-apa.” Agoy tidak
mempermasalahkannnya. ”Sekarang kita turun ya, Papa dan Mama pasti sudah
menunggu untuk makan malam.”
“Aku….” Vhaiza ragu-ragu.
“Jangan begitu, aku sangat mengenali
kamu.”
“Baiklah, aku akan menyusul.”
“Aku menunggu.” Ujarnya pasti.
Vhaiza mengangguk. Ia memandang
punggung Agoy yang menjauh dari kamar. Vhaiza menghela napas panjang. Namun di
hatinya masih terbesit keinginan untuk menyuruh Agoy menikah lagi. Ia tidak mau
memanfaatkan cinta Agoy. Ia tidak boleh egois. Kebahagiaan Agoy adalah
kebahagiaanya juga. Ia tidak ingin Agoy dan keluarganya menganggap dia lemah.
Ia tidak ingin menghentikan garis keturunan yang ada di rumah itu. Ia merasa
memang harus mengalah demi tiga orang dan demi keturunan-keturunan Agoy yang
selanjutnya. Ia beranjak dari spring bed,
dua hari lagi ia dan Agoy akan kembali ke Jakarta. Ketika ia ingin meninggalkan
kamar, terdengar suara deringan telepon. Itu suara ponsel Agoy. Ia
mengangkatnya.
“Hai.. hallo handsome.. gimana kabar kamu? Hampir lima tahun aku tidak mendengar
suara
kamu, tapi aku tidak mungkin
lupa dengan suara kamu. Bicara dong…” suara itu beraksen Cinta Laura sekali.
“Iya hallo….” Sahut Vhaiza dengan
tenang.
“Hei, sejak kapan suara kamu berubah menjadi
suara perempuan?”
“Maaf, saya memang perempuan. Saya
Vhaiza.”
“Oh
my God, sorry…. Saya Cathy….
Saya kira Anda Arron. Maaf ya saya sepertinya salah sambung.” Katanya sopan.
Suara yang penuh semangat itu berubah menjadi rasa tidak enak.
“Nggak apa-apa number wrong itu biasa.”
“Oke, sekali lagi sorry…” Cathy mematikan ponselnya ‘Sial’ lalu menepikan mobilnya
‘Vhaiza, siapa wanita itu? Ya Tuhan, apakah itu istrinya Arron? Bodoh,
bodoh…!!!’ Chaty menyalakan ponselnya lagi. Dan Vhaiza menatap nomor yang tadi
masuk lagi.
“Anda tidak salah sambung….” Sahutnya
kemudian.
“Ya ya.. saya baru ingat. Vhaiza, kamu
istrinya Arron ya? Anda wanita yang beruntung. Bisa ketemu?” katanya dengan
nada cepat seolah penasaran dengan sosok Vhaiza.
“Ketemu? Dengan Arron? Tentu saja, dia
banyak cerita tentang kamu.” Otak Vhaiza mulai bekerja dengan cepat. Ia percaya
kalau Chaty itu teman lama Agoy. Syukur-syukur ia mantannya Agoy dan belum
menikah atau setidaknya masih single. Hatinya tiba-tiba menjadi berbunga-bunga,
seakan menemukan pasangan yang pas untuk Agoy. Ia akan mempertemukan mereka
lagi. ”Dia sangat kehilangan kamu selama hampir lima tahun ini. Sepertinya dia
masih memikirkan kamu…” kata Vhaiza tanpa terkontrol.
“Benarkah…?” tadinya ia ingin bertemu
dengan Vhaiza karena penasaran dia dengan wanita yang berhasil merebut hati
Agoy. Tapi mendengar kata-kata Vhaiza membuat Chaty berubah pikiran. ”Tapi saya
ingin bertemu dengan kamu.” Suara itu biasa-biasa saja membuat Vhaiza berpikir
sejenak. Waktunya tinggal dua hari, apa yang harus ia lakukan. Ia tidak ingin
hilang kesempatan untuk mempertemukan Agoy dengan Cathy.
“Cathy… kamu di mana?”
“Ya, di Texas.”
“O ya? Kebetulan sekali.” Vhaiza hampir
melonjak kegirangan. ”Kebetulan sekali kami sedang ada di sini. Bagaimana kalau
besok aku undang kamu makan malam di rumah Arron?”
“Mmm… good idea, boleh.”
“Pukul 19.30. aku tunggu.”
“Oke, aku pasti datang… da daaa…” suara
Cathy terdengar riang dan buru-buru mengakhiri pembicaraan seakan ingin segera
bertemu.
‘Aku akan berhasil.’ Batin Vhaiza. Ia menatap ponsel itu sejenak lalu
menghampus nomor yang masuk lalu meletakan kembali di atas meja.
Tok tok tok.
Vhaiza menoleh ke pintu. Mama masuk dan
menghampirinya. ”Maaf Ma, aku baru saja mau turun, bagaimana dengan Papa?”
Vhaiza merasa tidak sanggup untuk bertemu dengan Ayah mertuanya.
“Papa kamu tidak seperti yang kamu
khawatirkan sayang… ayolah…, kamu sudah terlambat.” ia meraih tangan Vhaiza.
Saat mereka menuruni tangga Vhaiza berkata.
“Ma, barusan teman lamanya Agoy telepon.
Dia bertanya tentang Agoy dan aku mengundangnya untuk makan malam di sini
besok.” Beritahu Vhaiza seolah minta izin.
“Siapa?” kata Nyonya Andini.
“Cathy.” Kata Vhaiza ringan. Langkah
Mama terhenti diikuti Vhaiza. Wanita itu menatap
Vhaiza. ”Maaf Ma, aku
lancang.” Ia coba membela diri tapi wanita itu tersenyum untuk menyembunyikan
kekagetannya.
“Tidak, bukan itu maksud Mama.” Ia
melangkah lagi dan kembali diikuti oleh Vhaiza. ”Apa Arron pernah menceritakan
tentang Cathy sebelumnya?” ia menyelidiki.
“Belum, tapi Agoy pernah cerita banyak
tentang teman-teman wanitanya.” Tentang itu ia tidak berbohong. Mama tidak
bertanya lagi dan mereka menuju ruang makan.
Malam itu Vhaiza merasa agak sedikit
tegang. Seakan seluruh dunia saat ini sedang menertawakan kekurangannya, mengejeknya
dan kasihan padanya. Di meja makan semua berbicara sangat hati-hati seolah
takut kalau Vhaiza tersinggung. Itu membuat Vhaiza merasa sedikit tidak nyaman.
Itu membuat ia benci dengan kondisinya saat ini. Ia kasihan dengan keadaan yang
menimpa dirinya. Ia gelisah namun telepon Cathy tadi sedikit menghiburnya. Ia
bisa menarik napas lega sejenak.
‘Aku akan melakukan apa yang seharusnya
tak peduli itu akan membuat diriku sendiri sakit.’
*
bersambung.......>> htx
Tidak ada komentar:
Posting Komentar