Kamis, 02 Mei 2013

'Apabila Cinta itu Tulus'



       Pukul delapan pagi waktu Texas, Nyonya Andini mengajak Vhaiza terbang ke California  dan mendarat di Bandara Internasional San Francisco untuk mengunjungi toko-toko para perancang ternama dunia menjual produknya.
       ‘Bandara Internasional San Francisco California berbatasan dengan Samudra PasifikOregonNevada, Arizona dan negara bagian Meksiko Baja California.
       California memiliki alam yang indah menonjolkan lembah tengah yang luas, gunung tinggi, padang pasir yang panas dan ratusan mil pesisir yang indah. Dengan luas wilayah 410.000 km² dia merupakan negara bagian terbesar ke-3 di AS. Kebanyakan kota besar menempel di pesisir Pasifik yang sejuk, yang paling terkenal Los AngelesSan Francisco, San JoseLong Beach, dan San Diego. Namun, ibu kota negara bagian ini, Sacramento terletak di Central Valley. Sedangkan kota keenam terbesar di California, yaitu Fresno terletak di San Joaquin Valley.
       California terkenal akan gempa buminya, dikarenakan San Andreas Fault. Meskipun gempa yang lebih kuat terjadi di Alaska dan sepanjang Sungai Mississippi, gempa di California terkenal karena frekuensinya dan letaknya di wilayah yang banyak penduduknya. Beberapa orang percaya, pada akhirnya, sebuah gempa bumi besar akan menyebabkan putusanya pesisir California dengan benua, dan akan tenggelam ke samudra atau membentuk sebuah tanah baru. Kenyataan dari skenario ini sebenarnya tidak mungkin dari sudut pandang geologikal, namun tidak mengurangi kepercayaan publik, atau oleh para produser media fiksi-ilmiah dan fantasi yang sering mengeksploitasi kemungkinan ini. Film terkenal yang menggambarkan kerusakan California oleh gempa bumi termasukEarthquake, A View to Kill, Escape from L.A., dan Superman. California juga merupakan rumah dari beberapa gunung berapi, beberapa masih aktif seperti Gunung Mammoth. Gunung berapi lainnya termasuk Lassen Peak yang meletus sejak 1914 dan 1921, dan Gunung Shasta.

       Nyonya Andini menyukai Rodeo Drive,

      ‘History of Rodeo Drive in Beverly Hills, California.
 Rodeo Drive of Beverli Hills, California is a shopping districk famous for designe label an haute couture fashion. The name generally refers to a three-block long stretch of boutiques and shops but the street stretches further north and south.
       Back when California was part of Mexico, on August 3,1769, Don Jose Gaspar de Portola, the first governor of provincial California, and his entourage, the portola expedition, became the first Europeans known to arrive in the area, having traveled an existing Indian trail ( present-day Wilshire Boulevard ) to the present-dan site of La cienega Parkm named for a large swamp-“cienega” in Spanish-and namesake of adjacent La Cienega Boulevard. The Tongva (“Gabrieleno”) people living there considered it to be a holy site because of its precius commodity, water and the abundant food supply it provided. Their name for the site,”The
Gathring of the Waters”, translate to Spanish as “El Rodeo de las Aguas.”
While Portolà fell somewhat short of reaching Cíbola, the expedition's chaplain, Friar Juan Crespí, wrote in his journal of " [a] large vineyard of wild grapes and an infinity of rose bushes. After traveling about half a league we came to a village of this region. People came into the road, greeted us and offered seeds."
Following the death of her Spanish soldier husband, Afro-Latina and early California feminist icon Doña Maria Rita Valdez de Villa was granted the deed to the area in 1838. She operated the Rancho Rodeo de las Aguas there until its sale in 1854 to Benjamin D. Wilson and Henry Hancock for $4000. "Hotel California," the Beverly Hills Hotel, now stands where her adobe home once stood, about a half-mile north of the present-day Rodeo Drive shopping district. ’(1)
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
(1). Sumber Wikipedia.


*
       Di mana tempat para tokoh menjual karya terbaik dari perancang terbaik. Ia ingin Vhaiza memiliki semua yang terbaik, yang dihasilkan dari tangan-tangan terbaik di dunia. Di toko itu Mama seakan mengajak Vhaiza memborong semua yang Vhaiza sukai. Tapi Vhaiza tidak menginginkan apa pun. Karena kasih sayang tulus yang diperlihatkan oleh Nyonya Andini membuatnya tidak sanggup. Ia tidak bisa kehilangan itu, ia membutuhkan kasih sayang itu melebihi barang-barang mahal itu. Tadinya Vhaiza mengira mertuanya akan mengajaknya jalan-jalan ke Mall Galleria di Texas tempat belanja kalangan atas atau ke outlet, premium outlet, barang-barang yang dijual bukan barang palsu atau KW karena barang asli itu tidak lulus proses Quality Control untuk masuk ke gerai resmi di mall ternama meski ada juga model-model yang khusus dibuat untuk outlet yang ada di San Marcos Prime. Pada akhir tahun sering diadakan diskon besar-besaran. Bangunan Premium outlet sama seperti outdoor mall, bisa santai sambil menikmati sinar matahari. Di Texas hanya ada di lima kota saja yaitu : Allen (area Dallas), Houston, Mercedes (area McAllen), Round Rock (area Austin) dan San Marcos (area San Antonio/Austin). San Marcos adalah yang paling terbesar di Amerika dan luar biasa luasnya. Satu hari sepertinya tidak cukup untuk explore toko satu persatu .
       Nyonya Andini tahu pasti kalau Vhaiza menyukai hal yang berbau musik atau film maka ia membawa wanita itu ke tempat yang pasti disukai semua seniman musik di dunia yaitu ke tempat belanja paling populer di California Amoeba Music dan kebetulan sekali mereka menginap di hotel BEST WASTERN Hollywood Plaza Inn tempat yang tidak begitu jauh dari Amoeba Music. Namun apa pun itu namanya bahkan surganya para gila belanja juga tidak akan bisa mengubah suasana hati Vhaiza yang masih memikirkan pembicaraan Agoy dengan ibu mertuanya apalagi setelah mendengar langsung dari dokter membuat Vhaiza berkali-kali menghela napas panjang karena merasa agak susah bernapas meski suasana tempat belanja sangat dingin dan nyaman, ramainya pengunjung dengan kesibukan masing-masing namun telihat tertib semakin membuat hati Vhaiza ingin menjerit.
       Nyonya Andini yang menyadari Vhaiza bukan tipe shoppaholic tidak menyangka kalau menantunya juga tidak begitu menyukai hal yang masih menyangkut dengan bidangnya, sebab dari tadi Vhaiza belum mengambil item apa pun di toko besar itu.
        Menjelang pukul dua siang Nyonya Andini memutuskan untuk membawa menantunya istirahat, mereka akan menikmati makanan di sebuah kafe yang tendanya ada di tepi jalan. Di bahu trotoar dengan tenda-tenda yang lucu. Nyonya Andini memesan kopi, pizza dan big burger. Sampai-sampai Vhaiza terkejut melihat pesanan itu.
        “Ayo honey… kita bersenang-bersenang… Mama yakin kamu tidak pernah makan sebebas ini, kan? Tanpa diganggu oleh para fans dan sang produser kamu pasti membatasi porsi makan kamu, kan? Lihat saja hasilnya. Tubuh kamu persis seperti para model di negeri ini. Kamu jangan khawatir karena makanan seperti ini sekali-kali memang diperlukan.” Katanya setengah bergurau.
        Vhaiza tersenyum. ”Mhm.. siapa takut.” Tantang Vhaiza. Dan sesaat sebelum mereka menikmati makanan. Seseorang menegur Vhaiza.
        “Sorry, Vhaiza…., kan?”
        Vhaiza menoleh. Terlihat seorang wanita dengan teman laki-lakinya tersenyum pada Vhaiza.
        “E e, hai.” Vhaiza berdiri. Kedua wanita itu berpelukan sejenak. Wanita itu memperkenalkan teman bulenya dan Vhaiza memperkenalkan mertuanya.
        “Ini Mama saya.”
        “Halo tante, Vhaiza tentu saja saya mengenali Mama mertua kamu.” Ia mengulurkan tangannya pada Mama. Wanita itu tersenyum ramah.
        “Ayo kita makan siang sama-sama.” Ajaknya dengan tulus.
        “Mama benar.. kenapa nggak.” Tambah Vhaiza. Wanita modis itu melirik cowoknya sejenak lalu menatap Vhaiza dan mertuanya.
        “Tidak. Terima kasih sekali… kami harus buru-buru, lain kali kami tidak akan menolak. Maaf ya tante. Mm.. Vhaiza dan tante, kami pamit dan selamat makan siang.” Kedua remaja itu pergi menyusuri trotoar, sepertinya mereka akan berbelanja.
        “Hmm… baru saja Mama bilang kalau tidak ada yang mengganggu kamu di sini.”
        “Ma, tentu saja dia kenal dengan Vhaiza. Dia itu VJ MTV di Singapura.” Jelas Vhaiza.
        “O, ayo kita nikmati makanannya.” Ia sudah tidak sabar. Ia mencicipi kopinya, diikuti Vhaiza. Vhaiza memandang Mama mertuanya. Ia ingin sekali mengetahui tentang rahasia yang disimpan oleh keluarga Agoy terhadap dirinya.
        “Ma… terima kasih untuk semua ini.”
        Wanita itu mengangguk dan tersenyum. ”Kamu wanita sempurna sayang.” Katanya dengan bangga.
        “Mama berbohong.” Sahut Vhaiza dengan pelan.
        “Whats…?!”
        Vhaiza meletakan gelasnya ia menghela napas dengan pelan dan mulai bertanya meski agak ragu-ragu. “Kenapa Mama melakukan semua ini? Kenapa Mama mengatakan aku wanita sempurna padahal Mama tahu kalau aku adalah seorang wanita yang paling menyedihkan di dunia ini.” Tuturnya dengan nada sangat memprihatinkan.
        Wanita itu menatap Vhaiza seolah tidak percaya mendengar kata-kata barusan. “Whats do you mean, honey?” suaranya tak kalah pelan dari suara Vhaiza.
        “Malam itu tanpa sengaja aku mendengar pembicaraan Mama bersama Agoy.”
        “Oh my God.” Sesaat ia terdiam. Ia bisa memahami bagaimana perasaan Vhaiza saat ini hingga membuat ia menarik napas panjang lalu matanya tiba-tiba menangkap pemandangan di sisi jalan. Ada seorang wanita gendut sedang mendorong kereta bayi. Di belakangnya ada tiga orang anak yang masih balita. Terlihat dengan jelas kalau wanita subur itu sangat kualahan. Dia kesal dan mengomeli anak-anaknya. Seakan-akan dia sangat menyesali karena sudah melahirkan anak-anaknya ke dunia ini. Mama lalu menoleh ke Vhaiza.
        “Kamu lihat sayang, wanita yang ada di ujung jalan itu?” katanya. Sedangkan Vhaiza sudah mengikuti arah mata Mamanya sedari tadi.
        Lalu ia pun berujar. “Tapi bagaimana pun juga, dia adalah wanita yang sempurna.”
        “Sempurna dalam arti apa, sayang? Kenapa kamu berpikir setiap wanita yang bisa melahirkan anak di muka bumi ini di sebut sebagai wanita sempurna? Menurut Mama, seorang yang bisa di sebut sempurna itu jika ia bisa menikmati hidupnya dengan nyaman dan bahagia. Kamu tahu? ada berapa wanita di dunia ini yang memiliki anak berlusin-lusin namun mereka belum tentu bahagia dan nyaman.” Ujarnya santai. Vhaiza menatap mertuanya yang mulai menikmati pizzanya. Vhaiza ikut makan meski tak begitu bernafsu. ”Kamu tidak menikmati pizzamu sayang…?” ia melihat Vhaiza makan namun tidak menikmatinya  dengan sungguh-sungguh sebenarnya ia sangat memaklumi suasana hati Vhaiza.
        “Maafkan Vhaiza, Ma.”                       
        “Tidak apa-apa.” Ia jadi ikut-ikitutan tak bernafsu.
        “Ma, mengapa Mama dan Agoy merahasiakan hal itu terhadap Vhaiza?”
        “Sayang…, seseorang rela melakukan apa saja demi orang yang di cintainya.” Ia coba menjelaskan. Vhaiza diam sembari mulai mencicipi lagi makan siangnya. Kali ini wanita itu menatap Vhaiza lekat-lekat. ”Sayang… kamu tidak apa-apa?” ia menyentuh tangan Vhaiza. Vhaiza tersenyum. Ia merasa ada yang tidak adil setelah mendengar penuturan Mama.
        “Mama bilang demi kebahagiaan orang yang kita cintai. Ma, aku juga mencintai Mama. Aku ingin sekali melakukan sesuatu untuk Mama, tapi bagaimana?” ia bertanya dengan hati-hati.
        “Kamu tidak perlu melakukan apa-apa sayang… Mama sudah bahagia mendapatkan Arron, dan mendapatkan juga seorang anak perempuan seperti kamu. Itu sudah membuat Mama sangat bahagia.” Wanita mendekati usia lima puluhan itu tersenyum dengan bijak.
        ‘Dia bahagia mendapatkan seorang anak, Agoy dan mendapatkan seorang menantu perempuan tapi, aku? Tak seorang pun yang bisa aku miliki.’ Sisi lain di hati Vhaiza membrontak. ’Hei, Vhaiza! Kamu memiliki seorang suami yang sangat mencintai kamu dan mertua yang amat sangat menyanyangi kamu. Apalagi yang kamu keluhkan?’ sudut hatinya yang lain lagi memaki.
        “Hee… Mama tidak ingin melihat kamu sedih seperti ini, Mama akan senang sekali kalau kamu menghabiskan makananmu, hmm…?” ia mengusap tangan Vhaiza sekilas lalu. ”Kamu tunggu sebentar ya, Mama ke belakang dulu.” Ia pergi sebentar dan Vhaiza memandangnya berlalu. Sejujurnya ia agak kecewa karena Agoy merahasiakan tentang dirinya yang tidak bisa memiliki seorang anak. Hati kecilnya bertanya sendiri, bagaimana kelanjutan hubungan mereka nanti? Bisakah bertahan?
        ‘Aku harus melakukan sesuatu. Demi cinta, aku juga bisa berbuat apapun.’
        Mama menghubungi Agoy. Ia mengatakan kalau Vhaiza telah mengetahui semuanya.
        Agoy tentu saja kaget. Tak bisa ia bayangkan bagaimana perasaan Vhaiza saat ini. Ia berdoa
semoga diberi ketabahan.
*
        Di dalam kamarnya, Agoy mengamati seisi ruangan. Ia menunggu Vhaiza pulang dengan memandang ke luar jendela dengan perasaan tidak menentu. Ia tidak tahu bagaimana menghadapi Vhaiza jika sudah kembali. Apa yang harus ia jawab kalau Vhaiza bertanya?
        Saat itu ketika Vhaiza mengajaknya chek up ke dokter, ia berpikir pasti ada yang tidak beres di antara mereka. Untuk itu ia menemui dokter itu terlebih dahulu dan berbicara langsung padanya, agar dokter mengikuti keinginannya. Dan tentu saja dokter itu menolak.
        “Kenapa Anda minta saya melakukan hal itu? Itu melanggar etika profesi, dan saya tidak bisa melakukannya.” Tolak sang dokter dengan sangat keberatan.
        “Saya tahu itu melanggar kode etik kedokteran tapi ini demi kebaikan seorang pasien dan demi selamatnya sebuah rumah tangga. Semua ini demi kebaikan, dok.” Pinta Agoy dengan penuh permohonan.
        “Tapi Anda juga harus tahu ini menyangkut nama baik semua dokter yang ada di dunia ini, jadi…”
        “Dok,…” potong Agoy. “saya hanya meminta seandainya istri saya yang bermasalah tapi kalau saya yang bermasalah tidak apa-apa. Makanya saya mohon… kalau istri saya yang mengalaminya saya tidak ingin dia mengetahuinya. Jika itu terjadi maka jangan katakan apa pun. Dan dokter bisa mengatakan apa saja untuk dia percaya.” Pinta Agoy sekali lagi dengan pasti.
        “Tapi kenapa jika Anda yang mandul, saya harus berterus terang?” dokter itu merasa heran.
        “Karena dia adalah segala-galanya bagi saya. Saya tidak bisa hidup tanpa dia, dan saya tidak ingin dia sedih.” Tutur Agoy serius.
        Dokter itu manggut-manggut. Ia menatap Agoy tak percaya. ’Mana ada orang menikah tidak menginginkan keturunan.’ Pikirnya.
        “Dokter bisa melakukannya?” ia mengulang lagi permohonannya.
        “Terus-terang ini berat sekali.”
        “Tapi saya sangat memohon kepada Dokter.” Pinta Agoy untuk kesekian kalinya.
        “Baiklah, tapi semua ini saya lakukan atas nama kemanusiaan saja dan Anda harus tahu, semua keputusan pasti ada efeknya. Mungkin secara psikis bagi saya dan Anda sendiri.” Ia menekankan kemungkinan itu.
        “Saya sangat mengerti dok.” Agoy merasa lega karena dokter mau bekerja sama dengannya.
        Agoy menghela napas berat. Kini ia tahu apa resiko dan efek itu baginya  dan juga istrinya…! Namun apa pun yang telah ia lakukan semua itu demi kebaikan. Tapi kebaikan untuk siapa? Karena yang namanya berbohong tetap saja salah dan tidak baik, apa pun alasannya.
        “Hai…. Kok ngelamun? Tidak biasanya kamu seperti itu?” Vhaiza sudah muncul dari pintu. Agoy menoleh dan tersenyum menyambutnya meski Mama melarangnya untuk menjemput ke Bandara dengan alasan banyak taksi dan perjalan yang tidak begitu jauh.
        “Gimana belanjanya?”
        “Ya lumayan capek meski perjalanannya tidak terlalu lama. Mama belanja banyak sekali, seolah dia ingin membelikan semua isi toko untuk aku, sepertinya dia ingin sekali membahagiakan aku. Oya, aku gak ngerti kenapa ya… semua orang di dunia ini seakan berlomba-lomba ingin melakukan sesuatu demi orang tercintanya? Tanpa berpikir terlebih dahulu bagaimana perasaan orang yang di cintainya tersebut.” Ia meletakkan kantong belanjaanya di dekat lemari. Agoy mengamati wanita yang sudah dua hari ini jauh darinya meski perginya berdua dengan mamanya sendiri namun tetap saja membuatnya tidak tenang dan kangen.
        “Kalau aku salah, maafkan aku…” kata Agoy lembut. Vhaiza menatap pria berhati mulia itu. Ia duduk di bibir ranjang dan menarik napas berat.
        “Jangan bicara seperti itu, maaf.. aku lelah sekali.” Hela Vhaiza dengan nada datar.
        Agoy mendekatinya. ”Kamu tidak ingin kita membahasnya sekarang?”
        “Membahas apa?” sahut Vhaiza agak dingin.
        “Sayang… tadi Mama telepon aku, kamu sudah mengetahuinya, kan?”
        “Mengetahui apa…?” Vhaiza tampak berpikir sesaat. ”O… itu, itu tidak penting, kan?”
        “Aku tahu kamu marah, maafkan aku ya…”
        “Aku tidak marah, jika kamu tidak membicarakannnya berarti tidak penting. Mana ada sih sesuatu yang penting tidak dibicarakan sama istri?” Vhaiza coba menenangkan gejolak di hatinya. ”Jadi buat apa kamu minta maaf.. dan kita tidak perlu membahasnya.” Vhaiza masih tenang dan Agoy merasa sangat bersalah. Vhaiza merebahkan tubuhnya. Sepertinya ia memang kelelahan.    
        Agoy mencium keningnya sekilas lalu keluar menemui Ayahnya. Pria itu sedang menikmati kopi di teras samping rumah. Agoy ikut duduk dan Ayah melihat perubahan di wajah putranya.
        “Ada apa? Kamu kok kelihatan bingung?” ia mengulurkan gelas kopinya ke Agoy dan pria itu menyunggingkan seulas senyum lalu meraih kopi Ayah dan meneguknya sedikit.
        “Vhaiza Pa… ia mendengar obrolan Arron sama Mama kemarin malam, dia sudah tahu semuanya.” Ujarnya memberitahu.
        Pria itu menatap anaknya dengan serius. ”Bagaimana keadaan Vhaiza sekarang?”
        “Buruk. Dia marah.”
        “Kasian anak itu. Kamu harus membujuknya, apa perlu kita ngomongnya sama-sama? Dan ajak Mama kamu.”
        “Ia bahkan sudah membicarakannya sama Mama, Mama yang memberitahukan sama Arron. Vhaiza mengatakan sama Mama kalau dia mendengarkannya tanpa sengaja.”
        Tuan Nathan menyandarkan tubuhnya di kursi. Ia jadi ikut bingung dan serba salah. “Saat ini kamu sebaiknya temani Vhaiza, ini pasti berat sekali buat dia.” Ujarnya meski jujur saja sebagai Ayah ia sangat mengharapkan hadirnya seorang cucu dari keturunan Agoy.
        “Tapi dia malah tidak ingin membicarakannya.” Beritahu Agoy.
        “Jangan hiraukan, temani saja dia. Dia butuh dukungan kamu.” Katanya serius. Agoy menatap Papanya dan pria itu mengangguk supaya Agoy kembali ke kamar, menemani Vhaiza.
        Beberapa saat kemudian waktu Agoy kembali Vhaiza baru selesai mandi. Ia bersandar di tepi jendela memandang senja. Agoy ikut bersandar di bahu jendela satunya. Ia menatap Vhaiza dan Vhaiza menoleh lalu menciptakan sebuah senyuman, masih indah senyum itu. Ia melipat kedua tangannya.
        “Kamu tahu bagaimana perasaan aku sekarang?” katanya seperti bertanya pada diri sendiri. Agoy mengangguk. Tapi Vhaiza menggeleng sebelum kembali menoleh ke luar jendela.
        “Sayang… aku tentu saja sangat mengerti.” Ia mendekati wanita itu dan memegang bahunya. ”Aku tahu kamu marah.”
        “Tidak, ini bukan soal marah. Aku tidak mungkin bisa marah sama kamu.” Wajahnya masih menoleh ke luar jendela.
        “Marah saja aku tidak keberatan kamu marah. Aku memang pantas menerimanya kamu tidak perlu menahannya kamu bisa melampiaskan semua kemarahan kamu sama aku.” Agoy mengusap-usap bahu Vhaiza. Vhaiza tetap menatap ke luar.
        “Aku hanya ingin tanya satu hal, kenapa kamu merahasiakannya?”
        “Karena aku tidak ingin kehilangan kamu.” Jawab Agoy sangat cepat.
        “Kau berpikir begitu?”
        “Tentu saja.” suara Agoy sangat yakin. Vhaiza memutar tubuhnya dan menatap Agoy dengan seksama.
        “Kamu mengambil keputusan sepihak dan meng-cut perasaanku.”
        “Maafkan aku.”
        “Tolong jangan bilang maaf lagi.. aku tidak marah, hanya kecewa.. sekarang aku ingin tanya, kenapa kamu mau mempertahankan aku? Apa kamu berpikir kalau aku wanita yang sangat lemah?”
        “Tidak sayang… aku melakukan semua ini karena aku sangat mencintai kamu.” Ia memegang wajah Vhaiza seakan memohon pengertiannya.
        “Tidak, itu bukan cinta, tapi kasihan.”
        “Itu tidak benar.” Bantah Agoy dengan cepat.
        Vhaiza menoleh ke arah luar lagi. “Oke, kamu bilang akan melakukan apa saja demi kebahagianku. Aku ingin kamu melakukannya..”
        “Jangan meminta aku melakukan sesuatu yang tidak mungkin bisa aku lakukan.” Ia mendengar nada ancaman dari suara Vhaiza.
        “Tidak sulit dan aku kira kamu pasti bisa melakukannya. Menikah lagi.”
        “Aku sudah menduganya.” Ia meraih wajah Vhaiza dengan lembut. ”Lihat mataku… apa kamu pikir ada manusia yang sempurna di dunia ini?”
        “Tapi kamu sempurna, kamu bisa punya anak dengan wanita lain.” Ucapnya dengan nada tekanan. Agoy memeluknya namun Vhaiza menolak halus. Baru kali ini hal itu terjadi. Agoy menatap wajah itu.
        “Kalau aku berada di posisi kamu, apa yang harus kamu lakukan? Menikah lagi hanya demi seorang anak???”
        “Tidak, tentu saja tidak. Karena aku mencintai kamu. Tapi ini masalahnya beda.”
        “Di mana letak bedanya?”
        “Tapi kamu sempur….”
        “Yaaaaa, aku memang sempurna.” Potong Agoy. “Masa kecil yang bahagia, hidup serba berkecukupan, punya orang tua yang hebat, melimpahiku dengan kasih sayang dan memberikan apa pun yang aku butuhkan. Dan menjadi laki-laki mapan, pintar, kaya dan tampan. Lalu menikah dengan seorang wanita yang paling aku cintai lebih dari apapun. Wanita itu juga sangat mencintai aku. Tapi wanita itu tidak bisa memberikan seorang anak pada pria yang sempurna. Itu yang kamu sebut sempurna?”
        “Kamu bisa mendapatkannya dari wanita lain.” Kata Vhaiza seperti mengulangnya lagi.
        “Ya Tuhan… sayang… kenapa kamu belum mengerti juga? Itu bukan cara untuk menutupi satu kekurangan namun menambah kekurangan yang lain. Kalau aku menikah lagi, apa kamu mau melihat aku hidup tanpa cinta? Apa kamu ingin menambah lagi kekurangan satunya? Aku akan sangat menderita bila jauh dari kamu. Dan aku akan lebih menderita lagi kalau melihat kamu sedih. Kalau boleh aku memohon, jangan pernah singgung lagi masalah ini. Kamu lupa ya? Dulu aku pernah mengatakan sama kamu. ’Apalagi yang aku inginkan di dunia ini kalau sudah mendapatkan kamu? Tidak ada sayang… karena kamu adalah surgaku, kehidupanku dan sumber kebahagiaanku.’” Kata Agoy dengan nada masih seperti dulu. Vhaiza menjauhinya, ia duduk di
ranjang dan Agoy mengikutinya.
        “Jangan berpuisi.. aku serius.”
        “Aku juga serius, kenapa kamu menganggap aku berpuisi? Lagian kalau pun juga puisi, itu hal yang serius kok. Seseorang mengatakan isi hatinya yang keluar dari hati yang paling dalam.”
        “Tapi saat ini kata-kata kamu itu tidak keluar dari hati.” Kata Vhaiza masih ngotot. Agoy memeluk pundak Vhaiza. Ia tidak tahu harus ngomong apa lagi selain memeluknya. Diam lama, lalu.
        “Kamu ingat saat aku meminta kamu menjadi kekasihku? Saat itu kamu bilang, jangan meminta sesuatu yang tidak bisa aku berikan. Ingat?”
        Vhaiza menoleh ke wajah Agoy. Itu percakapan sudah tiga tahun lebih. ’Kenapa setiap kata yang pernah keluar dari mulutku setiap detilnya bisa ia ingat dengan baik?’ ”Aku sendiri tidak ingat.” Kata Vhaiza pura-pura lupa.
        “Tidak apa-apa.” Agoy tidak mempermasalahkannnya. ”Sekarang kita turun ya, Papa dan Mama pasti sudah menunggu untuk makan malam.”
        “Aku….” Vhaiza ragu-ragu.
        “Jangan begitu, aku sangat mengenali kamu.”
        “Baiklah, aku akan menyusul.”
        “Aku menunggu.” Ujarnya pasti.
        Vhaiza mengangguk. Ia memandang punggung Agoy yang menjauh dari kamar. Vhaiza menghela napas panjang. Namun di hatinya masih terbesit keinginan untuk menyuruh Agoy menikah lagi. Ia tidak mau memanfaatkan cinta Agoy. Ia tidak boleh egois. Kebahagiaan Agoy adalah kebahagiaanya juga. Ia tidak ingin Agoy dan keluarganya menganggap dia lemah. Ia tidak ingin menghentikan garis keturunan yang ada di rumah itu. Ia merasa memang harus mengalah demi tiga orang dan demi keturunan-keturunan Agoy yang selanjutnya. Ia beranjak dari spring bed, dua hari lagi ia dan Agoy akan kembali ke Jakarta. Ketika ia ingin meninggalkan kamar, terdengar suara deringan telepon. Itu suara ponsel Agoy. Ia mengangkatnya.
        “Hai.. hallo handsome.. gimana kabar kamu? Hampir lima tahun aku tidak mendengar suara
kamu, tapi aku tidak mungkin lupa dengan suara kamu. Bicara dong…” suara itu beraksen Cinta Laura sekali.
        “Iya hallo….” Sahut Vhaiza dengan tenang.
        “Hei, sejak kapan suara kamu berubah menjadi suara perempuan?”
        “Maaf, saya memang perempuan. Saya Vhaiza.”
        “Oh my God, sorry…. Saya Cathy…. Saya kira Anda Arron. Maaf ya saya sepertinya salah sambung.” Katanya sopan. Suara yang penuh semangat itu berubah menjadi rasa tidak enak.
        “Nggak apa-apa number wrong itu biasa.”
        “Oke, sekali lagi sorry…” Cathy mematikan ponselnya ‘Sial’ lalu menepikan mobilnya ‘Vhaiza, siapa wanita itu? Ya Tuhan, apakah itu istrinya Arron? Bodoh, bodoh…!!!’ Chaty menyalakan ponselnya lagi. Dan Vhaiza menatap nomor yang tadi masuk lagi.
        “Anda tidak salah sambung….” Sahutnya kemudian.
        “Ya ya.. saya baru ingat. Vhaiza, kamu istrinya Arron ya? Anda wanita yang beruntung. Bisa ketemu?” katanya dengan nada cepat seolah penasaran dengan sosok Vhaiza.
        “Ketemu? Dengan Arron? Tentu saja, dia banyak cerita tentang kamu.” Otak Vhaiza mulai bekerja dengan cepat. Ia percaya kalau Chaty itu teman lama Agoy. Syukur-syukur ia mantannya Agoy dan belum menikah atau setidaknya masih single. Hatinya tiba-tiba menjadi berbunga-bunga, seakan menemukan pasangan yang pas untuk Agoy. Ia akan mempertemukan mereka lagi. ”Dia sangat kehilangan kamu selama hampir lima tahun ini. Sepertinya dia masih memikirkan kamu…” kata Vhaiza tanpa terkontrol.
        “Benarkah…?” tadinya ia ingin bertemu dengan Vhaiza karena penasaran dia dengan wanita yang berhasil merebut hati Agoy. Tapi mendengar kata-kata Vhaiza membuat Chaty berubah pikiran. ”Tapi saya ingin bertemu dengan kamu.” Suara itu biasa-biasa saja membuat Vhaiza berpikir sejenak. Waktunya tinggal dua hari, apa yang harus ia lakukan. Ia tidak ingin hilang kesempatan untuk mempertemukan Agoy dengan Cathy.
        “Cathy… kamu di mana?”
        “Ya, di Texas.”
        “O ya? Kebetulan sekali.” Vhaiza hampir melonjak kegirangan. ”Kebetulan sekali kami sedang ada di sini. Bagaimana kalau besok aku undang kamu makan malam di rumah Arron?”
        “Mmm… good idea, boleh.”
        “Pukul 19.30. aku tunggu.”
        “Oke, aku pasti datang… da daaa…” suara Cathy terdengar riang dan buru-buru mengakhiri pembicaraan seakan ingin segera bertemu.
        ‘Aku akan berhasil.’ Batin Vhaiza. Ia menatap ponsel itu sejenak lalu menghampus nomor yang masuk lalu meletakan kembali di atas meja.
        Tok tok tok.
        Vhaiza menoleh ke pintu. Mama masuk dan menghampirinya. ”Maaf Ma, aku baru saja mau turun, bagaimana dengan Papa?” Vhaiza merasa tidak sanggup untuk bertemu dengan Ayah mertuanya.
        “Papa kamu tidak seperti yang kamu khawatirkan sayang… ayolah…, kamu sudah terlambat.” ia meraih tangan Vhaiza. Saat mereka menuruni tangga Vhaiza berkata.
        “Ma, barusan teman lamanya Agoy telepon. Dia bertanya tentang Agoy dan aku mengundangnya untuk makan malam di sini besok.” Beritahu Vhaiza seolah minta izin.
        “Siapa?” kata Nyonya Andini.
        “Cathy.” Kata Vhaiza ringan. Langkah Mama terhenti diikuti Vhaiza. Wanita itu menatap
Vhaiza. ”Maaf Ma, aku lancang.” Ia coba membela diri tapi wanita itu tersenyum untuk menyembunyikan kekagetannya.
        “Tidak, bukan itu maksud Mama.” Ia melangkah lagi dan kembali diikuti oleh Vhaiza. ”Apa Arron pernah menceritakan tentang Cathy sebelumnya?” ia menyelidiki.
        “Belum, tapi Agoy pernah cerita banyak tentang teman-teman wanitanya.” Tentang itu ia tidak berbohong. Mama tidak bertanya lagi dan mereka menuju ruang makan.
        Malam itu Vhaiza merasa agak sedikit tegang. Seakan seluruh dunia saat ini sedang menertawakan kekurangannya, mengejeknya dan kasihan padanya. Di meja makan semua berbicara sangat hati-hati seolah takut kalau Vhaiza tersinggung. Itu membuat Vhaiza merasa sedikit tidak nyaman. Itu membuat ia benci dengan kondisinya saat ini. Ia kasihan dengan keadaan yang menimpa dirinya. Ia gelisah namun telepon Cathy tadi sedikit menghiburnya. Ia bisa menarik napas lega sejenak.
        ‘Aku akan melakukan apa yang seharusnya tak peduli itu akan membuat diriku sendiri sakit.’
*
bersambung.......>> htx

Tidak ada komentar:

Posting Komentar